Saling mencintai, namun restu tak menyertai. Tetap memaksakan untuk menjalankan pernikahan tanpa restu. Namun ternyata restu masih di atas segalanya dalam sebuah pernikahan.
Entah apa yang akan terjadi lada pernikahan Axel dan Reni, ketika mereka harus menjalani pernikahan tanpa restu. Apa mungkin restu itu akan di dapatkan suatu saat nanti. Atau bahkan perpisahan yang akan terjadi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak Ada Alasan Untuk Mencintainya
Avinna yang baru saja selesai bekerja pagi ini, dia langsung pulang. Sedang bekerja bagian malam dan dia akan pulang pagi hari seperti ini. Biasanya ketika dia pulang, maka suaminya sudah siap berangkat bekerja. Jadi tidak banyak komunikasi diantara mereka akhi-akhir ini.
Avinna yang sampai saat ini masih begitu ambisi untuk bisa mendapatkan hati suaminya. Meski dia sadar jika Axel begitu dingin dan cuek padanya. Bahkan sampai sekarang, dia belum memberikan hak Avinna sebagai istrinya.
Ketika sampai di rumah, Avinna langsung menuju ke kamarnya. Melihat Axel yang memang sudah siap untuk berangkat bekerja. Dengan cepat Avinna langsung memeluk suaminya dari belakang.
"Apaan si" Axel langsung melepaskan lingkaran tangan Avinna di perutnya. Tapi gadis itu malah semakin mengeratkan pelukannya.
"Kan kita ini suami istri, jadi wajar saja kalau kita pelukan kayak gini. Melakukan lebih juga bisa" ucap Avinna dengan menempelkan pipinya di punggung lebar milik suaminya.
Axel hanya diam dengan wajah dinginnya, membiarkan saja Avinna memeluknya untuk sesaat. "Seharusnya kau sadar jika aku tidak akan pernah bisa memberikan hatiku untukmu"
Pelukan Avinna mengendur, dia langsung melepaskannya. Beralih ke depan Axel sekarang, menatap suaminya dengan lekat. "Apa maksud kamu? Aku akan tetap berusaha untuk mendapatkan hatimu bagaimana pun caranya"
Axel menghela nafas pelan, dia juga tidak bisa untuk bersikap kasar pada Avinna. Karena sebelum dia menjadi istrinya dan membuatnya berpisah dengan Reni. Tapi dulu Avinna adalah sahabatnya. Setidaknya Axel masih mengingat kebaikan Avinna saat itu.
Axel memegang kedua bahu Avinna, menatapnya dengan lekat. "Vin, kamu masih muda. Karier kamu bagus banget. Keluarga kamu juga begitu sayang sama kamu. Tapi, kenapa melakukan ini? Kenapa memaksakan sesuatu yang seharusnya memang tidak menjadi milikmu"
Avinna tidak langsung menjawab, ada perasaan bingung untuk menjawab pertanyaan dari suaminya ini. "Karena aku mencintaimu. Kamu adalah cinta pertamaku, dan aku ingin bersama denganmu. Tapi kenapa sekarang kamu malah menikahi wanita lain. Kenapa kamu harus memilih dia dan mencintainya?"
Axel beralih memegang kedua tangan Avinna, mungkin dia harus menjelaskan dengan sedikit lembut pada gadis ini. "Adakah alasan kenapa kamu mencintaiku?"
Avinna langsung menggeleng pelan, membuat Axel langsung tersenyum tipis. "Ya, aku juga tidak punya alasan ketika aku mencintainya. Aku tidak punya alasan ketika aku memilih dia untuk menjadi istriku. Aku tidak punya alasan, untuk begitu berjuang agar bisa bersamanya. Meski pada akhirnya, aku tetap gagal mempertahankannya"
Avinna langsung terdiam, dia melihat senyuman yang berbeda dari Axel ketika dia menceritakan mantan istrinya itu. Tidak seperti saat dia bersama dengannya.
"Aku juga bisa mencintaimu dengan tulus dan sepenuh hatiku. Lagian, aku juga akan memberikan kebahagiaan untukmu. Bisa ya, kamu lupain dia dan mencoba membuka hati untukku" ucap Avinna dengan tatapan memohon pada suaminya.
Axel tersenyum, dia melepaskan genggamannya di tangan Avinna. "Kamu hanya perlu tahu, jika hati dan perasaan cinta seseorang, tidak akan bisa dipaksakan. Sekarang aku memang bersamamu, tapi hanya ragaku saja. Karena hatiku masih menjadi milik Anggraeni"
*
Deg,, hatinya tiba-tiba berdenyut nyeri. Sampai membuatnya memegang dadanya sendiri. Merasa aneh dengan perasaan ini yang tiba-tiba saja hadir.
"Ada apa denganku?"
Reni mengusap pipinya, dengan tidak sengaja air matanya juga ikut menetes. Namun dia tidak menangis, hanya tiba-tiba saja air matanya keluar tanpa dia inginkan. Dan seketika ingatannya dipenuhi dengan bayangan mantan suaminya. Kebersamaan mereka berdua, bahkan dari saat dia masih bekerja sebagai pelayan di rumah orang tua Axel.
Reni langsung mengelus perutnya sendiri, dia tidak ingin anak dalam kandungannya ini juga merasakan kesedihan Ibunya. "Tidak papa kok, Nak. Ibu baik-baik saja"
Reni mengambil sebuah figura foto dari atas nakas, foto dirinya dengan Axel disana. Senyuman lebar keduanya terlihat jelas jika mereka begitu saling mencintai.
"Semoga kamu baik-baik saja ya. Aku merindukanmu"
Tidak bisa membohongi dirinya sendiri jika dia memang begitu merindukan mantan suaminya ini. Karena apapun yang terjadi saat ini, hatinya masih menjadi milik pria yang sama. Tidak akan berubah sampai kapan pun.
"Ah, kamu lapar ya. Mau makan apa sekarang? Biar kita pesan pada Om ya"
Begitulah keseharian Reni, ketika dia tiba-tiba menginginkan sesuatu yang tidak ada di kawasan rumahnya, maka dia akan pesan pada adiknya. Kalau tidak, Paman yang akan menuruti keinginannya itu. Setidaknya dia harus bersyukur karena memiliki keluarga yang begitu peduli.
*
Akhir pekan ini, Axel diminta Mama untuk datang ke rumah mereka. Makan malam bersama karena adiknya yang sudah kembali dari Luar Negara dan sudah menyelesaikan kuliahnya. Mungkin ini sebuah perayaan.
Dan Avinna selalu menjadikan saat seperti ini untuk lebih dekat dengan Axel seperti layaknya pasangan suami istri lainnya. Meski sebenarnya Axel tetap akan bersikap cukup dingin padanya.
"Ah, Kakakku yang tampan dan baik hati. Apa tidak ada hadiah untuk adikmu yang cantik ini?"
Alexa langsung bergelayut manja di tangan Kakaknya ketika Axel datang. Dia hanya seorang adik perempuan yang begitu manja pada Kakak laki-lakinya ini.
"Memangnya mau hadiah apa? Jangan tas lagi! Kau sudah banyak memilikinya!"
Alexa langsung cemberut, karena sebenarnya dia sudah akan mengatakan apa yang dia inginkan. Dan memang sebuah tas keluaran terbaru yang begitu terbatas. Tapi Kakaknya ini langsung mengerti saja apa yang dia ingin ucapkan.
"Ck, kenapa sih? Kan beda"
Axel tersenyum melihat wajah cemberut adiknya ini. Dia duduk di sofa dan menatap adiknya dengan tersenyum lucu. "Sebaiknya kau sumbangkan saja semua tas di dalam lemari itu. Belum lagi yang kau bawa pulang dari Luar Negara kemarin"
Alexa angsung duduk di pegangan sofa tunggal yang diduduki Kakaknya. Merangkul bahu Kakaknya ini. "Yaudah, bukan tas juga gak papa. Asal ada hadiah deh"
"Kalau kamu mau tas, aku bisa belikan, Lexa"
Alexan langsung menoleh pada Avinna yang duduk tidak jauh dari Kakaknya ini. Dia mengangkat bahunya acuh tak acuh. "Tidak perlu, lagian aku minta hadiah pada Kakakku saja. Kalau dari orang lain aku tidak butuh hadiah apapun"
"Alexa!" tekan Papa yang langsung mengerti ucapan anak bungsunya yang tidak sopan.
Alexa hanya mengangkat bahunya acuh, lalu dia mencium pipi Kakaknya. "Aku tunggu hadiahnya ya Kak"
Setelah itu, dia langsung pergi dari perkumpulan keluarganya sendiri. Axel hanya menggeleng pelan dengan sikap adiknya ini. Tidak peduli dengan suara Papa yang sudah penuh penekanan padanya. Sepertinya Alexa memang tidak pernah takut pada Papanya sendiri.
"Dasar anak itu!" kesal Papa.
Mama langsung memegang tangan suaminya. "Sudahlah Pa, Lexa memang seperti itu. Kalau Papa terlalu keras, dia malah akan semakin keras"
Mama langsung menatap pada menantunya yang sejak tadi hanya diam dan terlihat tidak nyaman dengan sikap Alexa padanya. Mama juga merasa tidak enak akan sikap anak bungsunya itu.
"Avinna, maafkan Lexa ya. Dia memang terkadang seperti itu. Mungkin kamu harus lebih pendekatan lagi dengannya" ucap Mama.
Avinna hanya tersenyum dan mengangguk saja.
Bersambung
Ngak ada extrapart gitu kak 😁😁😁
lanjut kak semangat 💪💪💪