Wanita yang dijodohkan dengannya adalah tersangka utama meninggalnya kekasih dan calon anaknya?
Zion dipaksa menikahi Elin oleh sang kakek yang sekarat. Pernikahan tanpa alasan yang jelas ini membuat Zion merasa terjebak dan membenci Elin.
Kebencian Zion semakin mendalam ketika Elin menjadi tersangka utama dalam kasus kematian kekasihnya yang tengah mengandung anaknya.
Setelah kakeknya meninggal, Zion pergi dari rumah dan tak mau lagi bertemu Elin.
Namun, takdir mempertemukan mereka kembali dalam keadaan yang sangat berbeda. Elin yang dulu terlihat kusam dan kurang menarik kini menjelma menjadi wanita yang cantik dan sempurna.
Pertemuan tak terduga ini membuat Zion terpesona dan tanpa sadar jatuh cinta hingga terlibat dalam hubungan terlarang dengan Elin. Karena takut kehilangan Zion, Elin menyembunyikan kebenaran identitasnya.
Rahasia apa lagi yang tersimpan di balik perubahan drastis Elin? Mampukah Zion menerima kenyataan bahwa selingkuhnya adalah istri yang dibencinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27. Penasaran
"Bukankah katamu aku adalah suamimu? Jadi aku memberikan uang belanja pada istriku," ucap Zion seraya meraih tangan Elin dan meletakkan kedua kartu itu di telapak tangan Elin.
Elin terkesiap mendengar perkataan suaminya. Perlahan ia menunduk menatap dua kartu di telapak tangannya dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Setelah lima tahun menjadi seorang istri, baru hari ini suaminya memberikan uang belanja padanya.
"Kenapa?" tanya Zion yang melihat Elin tertunduk dalam menyembunyikan wajahnya.
"Ah, aku.." Elin tergagap bingung harus berkata apa. Ia tak berani menatap wajah suaminya.
Zion membungkuk mensejajarkan wajahnya dengan Elin," Kamu menangis?" tanya Zion melebarkan matanya.
"Enggak, kok!" sahut Elin dengan cepat menghapus buliran air bening yang mendesak keluar dari pelupuk matanya seraya memalingkan wajahnya.
Zion menangkup kedua pipi Elin dengan kedua tangan besarnya dan menatap Elin lekat, "Kenapa menangis?" tanyanya lagi terlihat khawatir.
Elin tidak menjawab, tapi malah memeluk Zion. Bagaimana mungkin ia mengatakan kalau ia merasa sangat terharu karena ini adalah pertama kalinya ia mendapatkan uang belanja dari suaminya setelah lima tahun mereka menikah.
Meskipun Pak Hadi rutin mengirim uang bulanannya sesuai perintah mendiang Kakek Zhafran, sebab Zion tidak memberikannya, tapi tentu saja berbeda rasanya jika yang memberinya adalah suaminya sendiri.
Zion tak lagi bertanya, ia mendekap hangat tubuh Elin, mencoba menangkan Elin, "Apa yang sebenarnya terjadi padanya?" batinnya. Ia tak tahu, tak mengerti dan tidak bisa menebak kenapa Elin tiba-tiba menangis saat ia memberikan kedua kartu itu.
Hening, senyap. Tak ada kata yang keluar dari mulut sepasang suami-isteri itu. Mereka saling terdiam dalam pelukan. Tubuh Elin bergetar karena menangis, namun tak terdengar suara isaknya. Hingga beberapa menit kemudian Elin melerai pelukannya. Ia mengangkat tangannya hendak menghapus air matanya, namun Zion langsung menghapusnya dengan sapu tangannya.
Elin mendongak menatap netra suaminya yang menatapnya dengan lembut, "Maaf, baju kakak jadi kotor dan basah. Aku akan menggantinya," ucap Elin hendak melepaskan kancing jas Zion.
Zion menggenggam tangan Elin yang baru menyentuh kancing jasnya," Tidak perlu. Ini adalah pakaian pertama yang kamu pakaikan ke aku. Ini hanya sedikit basah saja. Nanti juga kering. Pakai kartu kredit dan ATM itu sesukamu. Jangan menangis lagi! Jika ada yang terasa membebani hatimu, jagan ragu untuk berbagi denganku," ucapnya lembut seraya mengusap air mata di pipi Elin.
"Hum," sahut Elin memaksakan diri untuk tersenyum, "mana mungkin aku membagi apa yang membebani hatiku? Jika kakak tahu siapa aku, aku takut kakak akan semakin membenciku dan pergi meninggalkan aku. Bolehkah aku bahagia meskipun harus menyembunyikan rahasia ini dari kakak?" tanya Elin yang tidak terucapkan.
"Aku akan mengirimkan pin-nya lewat chat, agar kamu bisa melihatnya jika kamu lupa," ujar Zion.
"Hum. Ayo kita sarapan! Aku tak ingin kakak terlambat pergi bekerja karena aku," ajak Elin tak ingin membahas soal kartu lagi.
"Hum," sahut Zion tersenyum tipis, lalu merangkul pinggang Elin keluar dari dalam kamar itu.
Seperti kemarin, usai sarapan Elin mengantarkan Zion hingga ke pintu garasi. Sang security mengamati mobil Zion, ingin sekali melihat wajah orang yang berada di dalam mobil tersebut. Namun sayangnya Zion hanya membuka sedikit kaca mobilnya, hingga sang security tidak bisa melihat wajahnya.
Elin tersenyum manis melambaikan tangannya saat mobil Zion mulai melaju meninggalkan garasi. Zion mengeluarkan tangannya dari kaca mobil yang sedikit terbuka, lalu membalas lambaian tangan Elin.
Setelah mobil suaminya tidak terlihat lagi, Elin membalikkan tubuhnya berjalan masuk ke dalam rumahnya. Senyuman di wajahnya berangsur memudar.
"Seandainya kakak sudah bisa mencintai aku dan kakak tahu aku adalah wanita yang kakak nikahi lima tahun yang lalu, apakah kakak akan tetap membenci aku?" batin Elin menghela napas yang terasa sesak.
Sedangkan sang security nampak kecewa karena tidak bisa melihat wajah Zion, "Seperti apa, sih, wajah suami nyonya? Huff..aku penasaran setengah hidup, eh setengah mati maksudnya. Eh, tapi setengah hidup dan setengah mati artinya sama saja, 'kan? Ah, masa bodoh lah!" gumam sang security.
Di sisi lain, Zion menghela napas kasar mengingat saat Elin menangis tadi, "Kenapa dia sampai menangis hanya karena aku memberinya kartu ATM dan kartu kredit? Apa karena ia terharu aku kasih black card? Ah, nggak mungkin ia menangis terharu hanya karena itu. Dia punya lima toko kue dan juga saham di beberapa perusahaan. Dia mampu membelikan aku pakaian branded begitu banyak, jadi dia bukan orang yang kekurangan uang, masa terharu karena black card itu?" gumam Zion benar-benar merasa sangat penasaran. Tanpa sadar ia menjadi begitu peduli pada perasaan Elin.
*
Setelah tiba di kantor, Zion kembali tenggelam dalam tumpukan berkas dan juga laptopnya. Saat waktu menunjukkan pukul sebelas siang, ia mendapatkan panggilan masuk dari Nico.
"Halo! Pengantin baru masih punya waktu untuk menghubungi gue?" tanya Zion tersenyum tipis.
"Gue baru saja pulang dari berbulan madu," sahut Nico dari sambungan telepon.
"Cepet banget," sahut Zion.
"Gimana lagi, bini gue cuma dapat cuti tiga hari doang!" sahut Nico terdengar menghela napas kasar.
"Kenapa kagak elu suruh berhenti bekerja aja. Masa elu kagak sanggup membelikan apa yang bini elu mau?" usul Zion.
"Kami sudah sepakat kalau dia akan tetap bekerja setelah kami menikah. Jadi.. terpaksa cuma bisa honeymoon sebentar," sahut Nico lagi-lagi terdengar menghela napas kasar.
"Ya.. itu mah derita elu," sahut Zion terkekeh penuh ejekan.
"Sialan, Lo! Kagak ada simpati-simpatinya sama temen sendiri," umpat Nico kesal.
"Btw, ada perlu apa elu menghubungi gue?" tanya Zion mengalihkan topik pembicaraan.
"Ada hal penting yang ingin gue bicarakan sama elu," sahut Nico.
"Apaan?" tanya Zion dengan kening yang berkerut.
"Gue kagak bisa membicarakan hal ini melalui sambungan telepon. Bisa kita makan siang bereng di restoran favorit kita?" tanya Nico terdengar serius.
"Okey," sahut Zion langsung menyetujui karena merasa penasaran.
*
Zion memasuki ruangan VIP di sebuah restoran. Tak lama kemudian Nico pun datang. Mereka makan siang bersama tanpa obrolan, hingga akhirnya mereka selesai makan siang.
"Hal penting apa yang pengen elu bicarakan sama gue?" tanya Zion mengusap bibirnya dengan serbet.
"Apa elu benar-benar sudah menikah?" tanya Nico menatap Zion lekat dengan ekspresi wajah serius.
"CK. Elu ngajak gue ketemuan di sini dengan nada bicara yang terdengar serius hanya untuk menanyakan hal itu?" tanya Zion berdecak kesal.
"Ini memang serius," sahut Nico masih menatap lekat Zion.
"Gue memang udah nikah. Puas?" Zion membuang napas kasar.
"Gue kagak percaya. Selama ini elu di luar negeri dan kita sering ketemu, bahkan gue sering nginep di apartemen elu. Kalau elu punya bini, gue pasti tahu," sangkal Nico.
Zion kembali membuang napas kasar, "Gue nikah diam-diam lima tahun yang lalu. Kalau elu kagak percaya, elu bisa tanya sama Pak Hadi," ucapnya terlihat kesal.
"Jadi beneran? Astagaa.. setahu gue, elu kagak pernah pulang, elu kagak pernah jenguk bini elu? Bini secantik itu elu tinggal selama bertahun-tahun? Apa elu masih waras? Apa elu kagak takut bini elu di embat orang? Kagak takut bini elu berpindah ke lain hati?" cecar Nico yang sebenarnya masih belum percaya kalau Zion sudah menikah.
"Kagak," sahut Zion singkat dengan ekspresi wajah biasa saja.
"Tunggu! Tunggu! Elu bilang, elu nikah sama bini elu lima tahun yang lalu. Bukannya lima tahun yang lalu elu masih pacaran sama si Farah, ya?" tanya Nico masih ingat dengan jelas, lima tahun lalu Zion nekat pacaran dengan Farah meskipun sudah dilarang kakeknya.
"Gue dijodohkan kakek sama dia," sahut Zion menghela napas panjang.
"Pantas saja elu rela ninggalin Farah. Bini elu cantik gitu," sahut Nico mulai percaya kalau Zion sudah menikah, "tapi.. kenapa elu tinggal bini elu selama lima tahun?" tanya Nico merasa ada yang aneh.
...🌸❤️🌸...
.
To be continued
si Farah bener-bener parah , emang bener-bener gak punya malu dan otak liciknya yang selalu bekerja untuk kesenangan dirinya sendiri . entah gimana akhir dari hidupnya Farah nantinya .
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍