Hazel nyasar masuk ke dalam novel sebagai karakter antagonis yang semestinya berakhir tragis dengan bunuh diri. Namun, nasib memihak padanya (atau mungkin tidak), sehingga dia malah hidup adem ayem di dunia fantasi ini. Sialnya, di sekelilingnya berderet cowok-cowok yang dipenuhi dengan serbuk berlian—yang terlihat normal tapi sebenarnya gila.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Atikany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
31. Aroma Uang
Di dalam kelas, Hazel duduk di bangkunya, mencoba untuk makan bekal yang Tania siapkan. Bekalnya lengkap, dengan sayuran, protein, dan karbohidrat yang seimbang. Namun, pikirannya sering kali melayang, memikirkan kompetisi yang semakin dekat.
"Lo harus makan sampai habis, Hazel. Ini penting buat stamina lo," kata Tania sambil menatap Hazel dengan tatapan tegas.
"Tanpa lo minta, gue selalu makan," tawa Hazel sambil melanjutkan makanannya.
Tania hanya tersenyum tipis, senang melihat Hazel yang lebih santai meskipun tekanan kompetisi semakin mendekat.
Tiba-tiba, pintu kelas terbuka dan dua sosok familiar masuk: Agler dan Bastian. Kehadiran mereka membuat Hazel dan Tania saling bertukar pandang, menandakan keheranan mereka. Bastian, dengan senyum khasnya, berjalan mendekat dan meletakkan sebuah undangan di meja Hazel.
"Lima hari lagi gue ultah dan gue harap lo bisa datang," ucap Bastian dengan nada yang sedikit memaksa.
Hazel menatap undangan itu sejenak, merasa bingung harus berkata apa. Namun, sebelum dia sempat merespons, Tania sudah lebih dulu angkat bicara.
"Gak bisa, dia sibuk sama kompetisinya," tolak Tania tegas, sambil menyilangkan tangannya di depan dada.
Tatapan Tania tajam, seakan-akan setiap kata yang keluar dari mulutnya adalah peringatan yang tidak bisa diabaikan.
Bastian mengangkat bahu dan tersenyum tipis. "Setidaknya gue udah ngundang dia," katanya dengan nada yang terkesan meremehkan.
Setelah itu, dia berbalik dan keluar dari kelas, diikuti oleh Agler yang sejak tadi hanya diam dan memperhatikan Hazel tanpa bicara sepatah kata pun.
***
Hazel berjalan dengan langkah ringan di koridor sekolah yang panjang dan ramai. Udara di koridor itu dipenuhi dengan aroma khas campuran parfum siswa, yang bercampur dengan bau kertas dan tinta dari kelas-kelas di sekitarnya. Cahaya matahari yang masuk melalui jendela-jendela besar membuat bayangan panjang di lantai, menciptakan pola yang indah.
Hazel melangkah dengan tenang, meski hatinya sedikit berdebar. Dia hendak pergi ke ruang BK untuk melakukan konseling, suatu hal yang membuatnya merasa sedikit canggung dan gelisah. Suasana di koridor sedikit berisik dengan suara tawa dan obrolan teman-temannya, namun Hazel tetap fokus pada tujuannya.
Tiba-tiba, dari kejauhan, Hazel melihat Davian berjalan mendekat. Davian adalah salah satu teman sekelasnya yang terkenal dengan senyum menawannya. Ketika mereka semakin dekat, Davian menyapa dengan senyuman lebar yang khas. "Lo mau ke mana?" tanyanya dengan nada basa-basi yang ramah.
Hazel berhenti sejenak dan menjawab dengan suara pelan, "Mau ke BK, konsul."
Davian mengangguk dan dengan cepat menambahkan, "Oh iya, bunda gue katanya mau ketemu sama lo." Dia mengedipkan sebelah matanya dengan gaya yang menurutnya keren.
"Huek," batin Hazel, merasa merinding tiba-tiba. Memang, Davian tampan, tetapi cara dia mengedipkan mata membuatnya terlihat alay.
"Meskipun gue alay, gue gak suka sama cowok alay," batin Hazel lagi, merasa geli sendiri dengan pikirannya.
"Ngajak makan," tambah Davian dengan senyum penuh harap.
"Oke, gue mau," jawab Hazel tanpa berpikir panjang, sambil menjabat tangan Davian. Entah mengapa, Hazel langsung tergoda jika ada tawaran makanan.
Davian tampak senang dengan jawaban Hazel dan menggenggam tangannya dengan semangat. "Mantap! Nanti kita atur waktunya, ya."
***
Di parkiran sekolah yang luas, Hazel duduk di bangku sambil menunggu kedatangan Tania. Matahari sore mulai meredup, memberikan cahaya keemasan yang hangat. Hazel merasakan semilir angin sore yang menenangkan, sedikit menghilangkan rasa lelah setelah seharian beraktivitas di sekolah. Di sebelahnya duduk Ananta.
Dari kejauhan, Liliana memperhatikan Hazel dengan tatapan yang tidak suka. Wajahnya tampak sedikit tegang, dan dia berbisik-bisik dengan Ivanka yang berada di sebelahnya. Ivanka, dengan cepat menarik lengan Liliana, mengajaknya untuk pergi dari sana.
"Zel?" panggil Febrian dari belakang. Hazel menoleh dan melihat Febrian berjalan mendekat.
Tanpa menunggu jawaban, Febrian langsung duduk di samping Hazel, membuat Hazel berada di tengah-tengah antara Ananta dan Febrian.
“Makan di luar yok? Gue yang traktir,” ajak Febrian dengan nada santai, menawarkan sesuatu yang terdengar menggiurkan bagi kebanyakan orang.
Hazel berpikir sejenak. Meskipun tawaran makan di luar selalu menggoda, ia merasa sudah terlalu banyak makan belakangan ini.
"Gak lah, mendingan lo kasih gue uang aja daripada makanan. Soalnya Tania udah ngasih gue banyak makanan, sampe berat badan gue naik," keluh Hazel sambil tersenyum kecil, mencoba menjelaskan alasannya.
“Lo suka uang?” tanya Febrian sambil menaikkan alisnya, terlihat sedikit penasaran dengan jawaban Hazel.
"Suka, suka banget. Aroma yang paling gue suka di dunia itu aroma uang," ucap Hazel dengan antusias. Wajahnya berseri-seri, menunjukkan betapa senangnya dia berbicara tentang uang.
"Kira-kira ada gak ya parfum aroma uang?" batin Ananta, sedikit tersenyum dengan pikirannya sendiri.
Ide itu terdengar konyol, tetapi melihat bagaimana Hazel begitu bersemangat dengan aroma uang, mungkin saja parfum seperti itu akan laku di pasaran. Ananta membayangkan Hazel yang tersenyum lebar saat mencium aroma parfum uang, dan itu membuatnya tersenyum lebih lebar.
***
Langit mulai gelap, dihiasi dengan gemerlap bintang yang seolah-olah menyapa dari kejauhan. Hazel duduk di mejanya, membuka buku-buku pelajaran yang harus dipelajarinya. Lampu belajar di mejanya memberikan cahaya hangat yang cukup untuk menerangi halaman-halaman buku tersebut. Suasana malam itu begitu tenang, hanya terdengar suara daun yang bergesekan dengan angin malam.
Tak lama kemudian, Tania datang dengan senyuman di wajahnya. Dia membawa segelas air dan sebutir obat di tangannya.
"Cepetan minum," ucap Tania sambil memberikan gelas dan obat itu kepada Hazel.
Hazel menerimanya dengan sedikit ragu. Dia memandang obat itu, lalu bertanya, "Sebenernya ini obat apaan sih?"
Tania menjawab dengan cepat, "Cuma vitamin." Suaranya terdengar meyakinkan, tetapi Hazel tetap merasa sedikit ragu.
Meskipun begitu, Hazel menelan obat itu dengan bantuan air dari gelas yang diberikan Tania, merasakan sedikit kelegaan setelahnya.
Hazel meletakkan gelas di atas meja dengan hati-hati, lalu kembali fokus pada bukunya. Tania duduk di samping Hazel, memainkan handphonenya dengan santai.
"Bundanya Davian ngajak makan bareng, besok sepulang sekolah," ucap Hazel tiba-tiba, memecah keheningan.
Tania melirik ke arah Hazel dengan senyuman yang sulit diartikan. Entah apa yang ada di pikiran Tania saat itu, tetapi senyumnya mengandung rasa penasaran dan mungkin sedikit kegembiraan.
"Gue ikut," ucap Tania dengan nada yang penuh semangat.
Hazel menoleh, agak terkejut dengan tanggapan cepat Tania. "Serius? Lo mau ikut?" tanyanya memastikan.
"Serius," jawab Tania dengan tegas. Dia menatap Hazel, memastikan bahwa temannya mengerti keseriusannya.
"Asal lo tau, bundanya Davian itu mantan aktris. Dulu terkenal di jamannya, tapi milih pensiun dini karena menikah sama pebisnis sukses," jelas Tania sambil meletakkan handphonenya dan menatap Hazel dengan penuh antusiasme.
"Gila, pantesan bundanya kayak malaikat, cantik banget. Ternyata dia aktris dulunya. Kalau tahu kayak gitu, harusnya gue minta tanda tangan dan foto juga," Hazel berseru dengan heboh, matanya berbinar penuh kegembiraan dan kekaguman.
Tania hanya tersenyum sembari bersandar pada kursi. Matanya terpejam, menikmati momen tenang itu. Hazel, yang masih penasaran, menatap Tania dengan tatapan penuh tanya.
"Kenapa baru ngomong kalau bundanya Davian tuh aktris?" tanya Hazel, tidak bisa menahan rasa ingin tahunya.
Tania membuka matanya sedikit, menatap Hazel dengan senyuman di bibirnya. "Lo sendiri nggak tanya," jawab Tania dengan tawa kecil yang tanpa dosa.
"Sabar, sabar, dia temen lo sendiri jangan di tonjok entar lebam muka cantiknya,"
semangat terus author update nya ..😉