TERLANJUR TERLUKA
Aku menutup lembaran buku yang ada diatas nakas. Memeluknya cukup erat tanpa air mata sebagai pengiring. Hari ini aku sudah menemukan takdirku, penghujung hubungan yang tak pernah bisa bahagia, titik lelah menjadi seorang istri yang terbuang.
"Aku menyerah, Mas." lirihku, meremas ujung baju guna mengurangi rasa sesak.
Ponsel yang ada di sampingku ku raih, menekan tombol panggilan pada sosok yang saat ini bergelut pada kesenangan. Walaupun terluka, aku hanya ingin mendengar suaranya beberapa saat. Aku tau ini memang bodoh.
[Mau apa lagi sih Maya? Aku sibuk, malam ini aku gak pulang lagi, jangan menelponku dulu, kamu ngerti kan! Aku tutup teleponnya]
"Aku suka buku deary pemberianmu, dulu kamu pernah bilang untuk menjadikan buku ini tempat keluh kesah saat kamu gak ada. Dan ternyata itu berguna, kapan ya terakhir kali aku curhat sama kamu. Aku lupa, Mas."
[Aku gak ada waktu mendengar omong kosongmu itu, aku sibuk. Jangan menelponku jika bukan sesuatu yang penting, lagipula kamu bukan anak kecil lagi, gak ada gunanya membahas masalah gak berguna---]
"Bukunya sudah penuh, Mas. Tapi kamu masih belum pulang. Sekarang aku gak tau mau cerita ke siapa lagi kalau bukan buku ini, kamu juga menjauh dariku." potongku, menahan sesak dengan air mata yang perlahan turun.
[Aku sibuk]
"Aku tau, aku hanya butuh 5 menit. Setelah itu aku gak akan mengganggumu. Aku janji, Mas."
[Hmm]
"Mama memintaku memberikan kalung pemberianmu pada Naya. Kalung dengan liontin bintang, hadiah pernikahan yang kamu berikan padaku saat awal-awal kita menikah."
[Itu hanya kalung, gak perlu ribut-ribut. Aku bisa memberikan yang lebih, keadaan Naya gak sesehat kamu. Lagipula dia adikmu, jadi berikan saja kalung itu padanya kalau dia mau]
"Baiklah, Mas."
[Sekarang apa lagi? Cepat katakan, aku gak bisa mendengarkan keluhanmu terus menerus]
"Mama memintaku membantu Naya lagi, tadi Naya drop jadi Mama memintaku mendonorkan darahku untuknya."
[Itu wajar, lakukan saja. Lagipula hanya sedikit darah. Dan sedikit darah itu sangat penting bagi Naya. Kamu gak mungkin perhitungan pada adikmu sendiri, apalagi ini menyangkut nyawa dia. Jadi lakukan saja, Naya sudah cukup menderita dengan penyakitnya]
"Baiklah, Mas."
[Kita hanya melihat perjuangan dia untuk hidup, tapi kita gak tau bagaimana rasanya menjadi dia. Jadi selagi bisa membantu maka lakukan saja, hanya kamu yang bisa membantu dia karena kamu adalah kakaknya]
"Aku mengerti, besok aku akan kerumah sakit mendonorkan yang Naya butuhkan."
[Hmm]
Tik.
Aku memejamkan mata beberapa saat, bulir bening berlomba-lomba keluar. Sekarang aku mengerti, dan bulat akan tekadku yang sudah di fikirkan secara matang. Besok adalah waktunya, membantu adikku untuk bertahan hidup seperti yang suamiku katakan.
Sebuah pesan aku kirimkan pada seseorang di seberang. Sosok yang memiliki kehidupan pelik sama sepertiku. Kehidupan yang menyiksa.
'Aku ikut dengan jalanmu.'
Sebuah foto pernikahan aku raih, menatapnya dengan lamat kemudian merobek sebelah sisinya. Menyisakan satu foto yang tampak tersenyum lebar, sisi yang robek aku tempelkan foto baru. Melengkapi pemandangan yang justru terlihat lebih cocok dari sebelumnya. Mereka memang serasi.
"Sekarang kalian bisa bersama, Mas. Naya..."
...***...
POV RANGGA
"Kamu lebih baik pulang, Mas. Aku gak apa-apa di sini. Kasihan kak Maya sendiri di Rumah, lagipula aku masih ada Suster yang jaga. Ini juga sudah larut malam. Kamu pasti capek menjagaku setiap pulang dari Kantor."
"Tidak Naya, aku khawatir kalau meninggalkanmu. Soal Maya kamu gak perlu fikirkan, aku juga sudah izin gak pulang malam ini. Kondisimu yang harus di perhatikan, bukan Maya yang mungkin sudah tidur nyenyak."
"Tapi aku khawatir dengan kak Maya---"
"Aku justru lebih mengkhawatirkanmu, soal Maya kamu gak perlu khawatir. Dia sangat sehat, gak perlu cemas seperti ini. Jangan membuat kondisimu drop karena dia."
Aku menggenggam tangan adik istriku, mengelusnya pelan dengan pandangan penuh kekhawatiran. Hubunganku dan Naya bukan sekedar kakak dan adik ipar lagi, kami berdua menjalin hubungan terlarang di belakang semua orang. Sikap lembut dan wajah polosnya membuatku terpesona, bahkan berhasil mengikis cinta untuk istriku sendiri, aku benar-benar mencintai adik iparku ini.
"Aku sebenarnya juga ingin Mas Rangga tetap di sini. Tapi aku khawatir dengan Kak Maya, gak seharusnya Mas Rangga membiarkan istri Mas sendiri di rumah. Mas pulang ya?"
"Ini yang membuatku semakin mencintaimu. Kamu sangat perhatian dengan kakakmu, bahkan lebih mementingkan kondisinya padahal kamu sendiri perlu di khawatirkan. Sangat berbeda dengan Maya yang cuek pada sekitar. Bahkan ingin membantumu saja dia berfikir ribuan kali. Padahal kamu adik kandungnya. Bahkan menjagamu pun tidak."
"Jangan bicara begitu, mungkin Kak Maya lelah mengalah. Aku sadar selama ini dia banyak berkorban untukku, bahkan rela memberikan miliknya padaku. Kak Maya orang baik."
"Itu wajar, kamu adiknya. Jadi apa yang dia punya berhak kamu miliki, gak perlu merasa bersalah begini. Kalian wajar berbagi."
"Termasuk memiliki kamu, Mas?"
Ucapan tiba-tiba itu membuatku tersentak. Aku segera bangkit pada tempatku, menoleh pada istriku yang kini berdiri di ambang pintu. Kedatangannya cukup membuatku syok, tapi dengan cepat aku berusaha menetralkan raut wajah. Bersikap tenang seolah tak terjadi apapun antara aku dan adiknya.
"Kak Maya..." cicit Naya.
"Apa kamu baik-baik saja? Maaf kakak baru menjengukmu malam ini. Kakak sibuk tidur di Rumah jadi lupa menjengukmu Naya."
Aku terdiam menyaksikan kedatangan istriku, bahkan bibir pun terasa keluh. Belum lagi kemungkinan tentang perselingkuhan yang aku lakukan, terlebih dengan adiknya sendiri, itu pasti melukai hatinya.
"Mas..." panggilnya.
"Ya."
"Terimakasih sudah menemani Naya, aku fikir kamu sesibuk itu. Tapi ternyata kamu memiliki waktu luang menjaga adikku, sampai rela gak pulang untuk tidur karena menjaganya."
Deg.
"Aku----"
"Apa Mas masih mencintaiku?" tanyanya tiba-tiba, aku cukup terkejut mendengar Kalimat itu. Belum sempat membuka suara lagi-lagi Maya memotong ucapanku.
"Mas mencintai Naya?"
Deg.
"Kak..." lirih Naya.
Tubuhku membeku, membatu menyaksikan pandangan nanar itu. Mulutku tak bisa mengutarakan semuanya, aku juga tak bisa menolak kebenaran perasaanku. Tapi mengutarakan secara langsung pasti terlalu menyakitkan baginya. Ada rasa yang mengganjal melihat bola matanya.
"Aku mengerti, gak perlu kamu jelaskan. Tolong jaga Naya baik-baik, aku pergi dulu, kalian bisa berdua karena aku mengizinkan sepenuh hati."
"A--aku akan mengantarmu pulang."
"Tidak perlu, Mas. Aku sudah terbiasa sendiri. Lebih baik kamu menjaga Naya, aku bukan wanita penyakitan yang butuh perhatian darimu seperti Naya---"
"MAYAAA." Aku tak terima mendengar ucapan kasar dari mulutnya. Terlebih untuk Naya, aku dengan jelas menyaksikan perjuangan Naya untuk hidup, dan dengan gampangnya dia mengucapkan kata yang pasti melukai hati Naya. Ucapannya keterlaluan.
"Gak apa-apa, Mas. Kak Maya benar. Aku hanya wanita penyakitan yang gak bisa apa-apa tanpa bantuan orang lain. Aku sadar kondisiku."
"Tidak, kamu gak boleh bicara seperti itu. Minta maaf ke Naya Maya, cepat lakukan!!"
Bukannya meminta maaf Maya malah tersenyum tipis, menatapku cukup dalam kemudian menghilang dari balik pintu. Melihat itu aku berusaha tenang, menetralkan deru nafas kemudian beralih pada Naya yang terlihat terluka dengan wajah pucatnya. Aku tak tega melihatnya seperti ini.
"Jangan difikirkan."
"Tapi---"
"Melihat perlakukan Maya padamu membuatku yakin untuk melepasnya. Aku akan mengurus surat perceraianku. Setelah itu aku bisa bersamamu tanpa sembunyi-sembunyi lagi, saat kondisimu membaik kita akan menikah. Kamu mau kan sayang?"
"Tapi, Mas..."
"Aku akan bertanggung jawab untuk semuanya. Bahkan menjelaskan pada orang tua kalian, lagipula cintaku untuk Maya sudah lenyap. Kami juga gak memiliki keturunan, jadi gak ada yang bisa dipertahankan."
"Baiklah, tapi Mas Rangga bicara baik-baik dengan Kak Maya. Jangan terlalu kasar padanya, Mas. Bagaimana pun dia kakakku."
"Iya sayang."
Walaupun ini salah, tapi aku merasa jauh lebih hidup bersama Naya. Perselingkuhan ini malah membuatku bahagia, mungkin karena aku terlalu mencintainya. Membuatku hilang akal dan melanjutkan tindakan salah yang pasti menjadi bahan cemoohan semua orang.
Tapi apa peduliku, aku hanya ingin hidup bahagia dengan kekasihku. Tentang bagaimana pandangan orang aku bisa tutup telinga, ini hidupku. Bagaimana akhirnya hanya aku yang menentukan, dan keputusanku adalah untuk bersama Naya. Bukan lagi bersama Maya sesuai janjiku di masa lalu, hatiku tak lagi untuknya. Sekarang hanya ada Naya.
POV RANGGA END
Instagram: siswantiputri3
Facebook: Siswanti putri
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Sumar Sutinah
aku mamfir udah bikin emosi jiwa nih
2024-10-21
0
Liana CyNx Lutfi
ini yg dinamakan laki2 gragas bin kurang ajaaaaarrrr
2024-07-04
0
Daulat Pasaribu
jahatnya Thor...kasian kali jadi maya
2024-05-26
0