Nadya melakukan banyak pekerjaan sampingan untuk melanjutkan kuliah. Semua pekerjaan dia lakukan asal itu halal.
Sampai suatu ketika Nadya diharuskan memberikan les tambahan pada seorang anak SMA yang menyebalkan.
"Jadi, bagian mana yang kamu belum bisa?" tanya Nadya.
"Semuanya," jawab Alex cuek.
"Jadi dari tadi kamu gak ngerti apa yang saya jelasin?"
"Enggak, kan aku cuma merhatiin wajah kamu sama bibir kamu yang komat-kamit."
"Alex!!!" berang Nadya.
"Apalagi tahi lalat kamu yang di pipi. Kok gemesin banget sih!" Alex tersenyum tengil membuat Nadya jengah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chyntia R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
8. Penolakan
Nadya kembali melakukan rutinitasnya seperti biasa. Pulang kuliah dia menuju outlet untuk bekerja. Sesampai ditempat kerjanya dia malah dikejutkan oleh Andra yang diam-diam sengaja mengagetkannya.
"Dorr!!!"
Nadya nyaris menjerit, dia benar-benar sedang melamun saat Andra tiba dibelakangnya. Melihat reaksi Nadya, Andra jadi merasa bersalah.
"Maaf ya aku kelewatan bercandanya," kata Andra dengan wajah menyesal.
Nadya masih mengurut dada. "Iya gak apa-apa, mungkin aku aja yang belum fokus," jawabnya jujur.
"Kamu lagi banyak yang dipikirin ya?" kata Andra. Andra sudah lama mendekati Nadya, tapi gadis itu selalu menutup diri, entah apa yang membuat Nadya sulit sekali didekati.
"Enggak kok. Biasa aja." Nadya menghindar, dia hendak beranjak, dia hendak menuju counter penjualan mereka sebab jam kerja akan segera dimulai. Lagipula, bukan Nadya namanya jika mau berbagi cerita mengenai hidupnya pada orang lain, padahal sudah jelas sekali Andra ingin tau apa yang tengah dipikirkan gadis itu.
"Ehm, Nad? Yang kemarin itu beneran adik kamu ya?" Andra mengikuti langkah Nadya yang kini tengah sibuk memasang nametag di seragam kerjanya.
"Iya," jawab Nadya singkat.
Andra merasa belum puas dengan jawaban gadis itu, sebab jelas-jelas dia mendengar jika pemuda kemarin mengatakan kalau dia bukanlah adik Nadya. Apalagi tatapan matanya pada Nadya, Andra yakin itu bukan adik Nadya seperti yang gadis ini katakan. Apa mungkin itu pacar Nadya? Tapi dia menggunakan seragam SMA. Apa mungkin?
"Nanti mau pulang bareng gak?"
Nadya menipiskan bibir. "Makasih ya, Ndra. Maaf tapi aku gak bisa," tolaknya.
"Kenapa?"
"Aku masih ada kerjaan lain."
"Kalau gitu aku anterin kamu ke kerjaan kamu itu," kata Andra kembali menawarkan.
Nadya menggeleng. "Aku gak mau ngerepotin kamu ..."
"Tapi, Nad?" Sepertinya Andra masih bersikukuh hendak mengantar Nadya. Entah itu mengantar pulang atau kemanapun tujuan Nadya yang lain.
Nadya melirik Sisil yang juga baru datang ke ruang pantry. "Mending kamu ajak Sisil aja, dia pasti mau," ujarnya pelan disamping Andra, tapi kini Andra yang menggelengkan kepalanya.
Nadya pun pergi ke counter depan, dia meninggalkan Andra yang masih terpaku ditempat. Andra menghela nafas pelan. Berapa penolakan lagi yang harus dia terima dari Nadya?
...***...
Sementara di sekolah, tepatnya di lapangan basket mulai riuh siswa-siswi yang tengah menonton pertandingan Basket. Apalagi saat ini Alex yang menjadi ketua tim basket tersebut, sudah dapat dipastikan tempat itu akan dipenuhi oleh banyak penonton, terutama kaum hawa.
"Alex! Alex! Alex!" sorak sorai suara mereka meneriakkan nama pemuda itu. Alex memang cukup populer. Dia terkenal di bidang seni musik dan olahraga. Terutama basket. Jika mendengar ada Alex di lapangan, sudah pasti banyak yang semangat untuk menonton pertandingan tersebut.
Alex punya daya tarik tersendiri, selain tampan dia juga punya aura yang bisa membuat orang ingin berlama-lama melihat gelagatnya. Meski bukan termasuk siswa yang pintar, tapi dia juga bukan anak yang bodoh. Alex bukan siswa yang suka onar, dia terkenal pandai membawa diri dan bisa menjaga nama baiknya.
"Alex, ini minum dulu." Erin menyodorkan sebotol air mineral kepada Alex dan diterima pemuda itu dengan senyuman tipis.
"Makasih, Rin."
Skor akhir permainan basket itu dimenangkan oleh kelas Alex dan itu sebenarnya sudah dapat diperkirakan.
"Pulang sekolah kita nongkrong di cafe yuk!" ajak Erin, membuat Alex menyudahi kegiatan minumnya.
"Maaf ya, Rin. Aku gak bisa."
"Jangan bilang kamu mau ke bengkel lagi," kata Erin cemberut.
Alex terkekeh pelan. "Bukan, aku mau nganterin mama kontrol ke dokter," akuinya.
"Aku ikut ya. Pasti Tante Hesti gak keberatan kalo aku ikut," ujar Erin bersemangat.
Alex menggeleng. "Kapan-kapan aja ya. Kali ini aku sekalian mau quality time sama mama," tolaknya.
Erin semakin cemberut, Alex selalu saja seperti ini. Kapan mereka bisa jalan-jalan sebagai sepasang kekasih? 4 bulan berpacaran, Alex tak pernah mengajaknya berkencan. Bahkan Alex tak pernah mengapelinya. Sebenarnya Alex menganggapnya apa?
"Lain kali kalau ada waktu senggang kita jalan-jalan ya," ujar Alex kemudian. Dia tak enak hati juga setelah melihat wajah kecewa Erin.
"Serius?"
Alex mengangguk.
"Kamu janji ya, Lex?"
"Iya..." kata Alex membuat Erin kembali sumringah.
"Oh iya, kamu udah dapat guru les privat baru belum? Gimana kalau guru yang ngajarin aku juga ngajarin kamu? Jadi kita bisa sekalian belajar bareng," usul Erin.
"Maksud kamu belajar bareng berarti gurunya satu, terus jam belajar kita disamakan, gitu?" tanya Alex memastikan.
Erin mengangguk dengan semangat. "Nanti belajarnya dirumah kamu aja, gak apa-apa kok kalau tiap belajar aku yang datang ke tempat kamu. Yang penting kita bisa belajar sama-sama diwaktu yang sama," jelasnya.
Alex menggaruk pelipisnya sekilas. "Kayaknya gak bisa gitu, Rin. Nanti yang ada aku gak bisa belajar," jelasnya.
"Karena ada aku, gitu?" Erin mengulumm senyuman. Dia pikir konsentrasi Alex akan terbagi jika dia ada diruang belajar yang sama dengan pemuda itu.
"Hmm, lagi pula mama ku gak akan setuju. Terus nanti kamu bakal tau gimana goblok nya aku pas belajar. Hahaha." Alex benar-benar tertawa di ujung kalimatnya.
Erin merasa penolakan Alex kali ini dapat dia maklumi, meski sebenarnya dia amat sangat ingin belajar bersama pemuda itu.
Alex sendiri tak mungkin mau menerima tawaran Erin. Selain karena dia sudah memiliki guru les privat yang dipilihnya sendiri, dia juga sudah mati-matian memaksa Nadya untuk mengajarnya kembali, mana mungkin dia diajarkan oleh orang lain setelah Nadya mengiyakan tawarannya semalam.
"Ya udah kalau menurut kamu gitu. Tapi kalau ada kendala soal guru les, nanti kamu kabarin aja aku, siapa tau guru les aku juga mau ngajarin kamu di jam yang berbeda," usul Erin lagi.
"Gak perlu kok, Rin. Aku udah ketemu guru privat yang cocok dan kemungkinan kali ini gak bakal gonta-ganti lagi."
...Bersambung ......
💪💪💪💪💪
💖💖💖💖💖