Hasna berusaha menerima pernikahan dengan seorang laki-laki yang tidak pernah ia kenal. Bahkan pertemuan pertama, saat keduanya melangsungkan akad nikah. Tak ada perlakuan manis dan kata romantis.
"Ingat, kita menikah hanyalah karena permintaan konyol demi membalas budi. jadi jangan pernah campuri urusan saya."
_Rama Suryanata_
"Terlepas bagaimanapun perlakuanmu kepadaku. Pernikahan ini bukanlah pernikahan untuk dipermainkan. Kamu telah mengambil tanggung jawab atas hidupku dihadapan Allah."
_Hasna Ayudia_
Mampukah Hasna mempertahankan keutuhan rumah tangganya? Atau justru menyerah dengan keadaan?.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ujungpena90, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
Suasana makan malam di kediaman keluarga suryanata malam ini sedikit berbeda dari malam-malam sebelumnya. Makan malam yang biasanya dihiasi obrolan ringan, kali ini sunyi sepi.
Nayla, gadis itu selalu punya cara tersendiri untuk memecah keheningan. Tapi kali ini, ia diam dan hanya menikmati makanan yang ada di atas piringnya.
Semenjak pulang dari kampus sore tadi, gadis itu lebih banyak diam dari pada biasanya. Bahkan yang biasanya nempel dengan Hasna, dia malah terkesan menghindari.
"Nay, kamu kenapa? Kok tumben diem?" Tanya Bu Diana.
"Eh... Nggak apa-apa ma." Jawab Nayla sedikit gelagapan, karena sedari tadi dia melamun.
"Skripsi kamu aman kan?" Kini ganti sang Papa yang bertanya.
"Aman kok, Pa." Jawabnya sambil tersenyum kikuk.
Hasna memperhatikan adik ipar yang duduk berseberangan dengannya. Seperti ada yang di sembunyikan oleh gadis itu. Hingga selesai makan malam gadis itu terlihat diam.
Jam sudah menunjukkan pukul delapan malam, Hasna pun kembali ke kamar Rama, karena Nayla tak ada tanda-tanda akan keluar dari kamarnya.
Udara malam ini cukup gerah, membuat Hasna membuka jendela kamar yang menghadap langsung ke arah balkon. Hasna mengambil laptop dan duduk di sofa panjang dekat jendela, memeriksa email dari para pegawainya. Hingga tak terasa malam semakin larut.
Hasna memutuskan untuk kembali menutup jendela, kemudian bersih-bersih dan bersiap untuk istirahat.
***
Pintu kamar dibuka secara perlahan, hanya lampu tidur yang menyala. Menandakan jika penghuni kamar sudah terbuai mimpi.
Terlihat Rama memasuki kamar, sepertinya laki-laki itu pulang lebih cepat dari perkiraan. Rama meletakkan barang bawaannya didekat nakas, dan melepas sepatunya.
Segera ia masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri. Berganti kaos tipis dan celana selutut, karena udara cukup gerah.
Rama memposisikan diri disisi ranjang berseberangan dengan istrinya. Pulas sekali tidurnya, hingga tak terusik saat ada suara dan pergerakan disekitarnya.
Kedua netra Rama membeliak sempurna saat mendapati kondisi istrinya. Perempuan itu hanya tidur mengenakan gaun berbahan satin tanpa lengan. Apalagi Hasna tidak mengenakan selimut. Ya, udara sungguh panas malam ini, tapi lebih gerah lagi kondisi Rama saat ini.
Netranya tetap terfokuskan pada pemandangan indah dihadapan matanya. Nafaspun terasa tercekat di paru-parunya, hingga rasanya susah payah ia menelan saliva. Sungguh perempuan disampingnya kini telah membuat degup jantungnya berirama tak beraturan.
Hasna, lagi-lagi perempuan itu membuat hati Rama jungkir balik. Rama lelaki normal, disuguhi pemandangan seperti itu membuat dadanya dipenuhi oleh gejolak aneh.
Tanpa sadar lelaki itu merangkak mendekati perempuan yang berstatus sebagai istrinya itu. Ditatapnya wajah itu lamat-lamat. Sungguh cantik sekali. Wajah polos itu, bibir yang merah alami dan bulu mata yang begitu lentik. Sungguh sempurna.
"Tak dipungkiri, kamu memang cantik. Kamu memang memiliki pesona yang alami, Hasna. Ivan benar, kamu bagaikan magnet yang mampu menarik perhatian kaum adam, termasuk aku. Tapi aku sungguh takut jika aku benar-benar sudah jatuh dalam pesonamu, kamu akan berpaling meninggalkan aku. Tapi aku pun tak sanggup jika seandainya kamu benar-benar pergi meninggalkan aku. Aku tak ingin masa laluku terulang kembali. Itu sungguh menyakitkan."
Selama dua hari meninggalkan Hasna, sepertinya lelaki itu mulai memikirkan pernikahannya. Apalagi setelah mendengar perkataan asistennya, yang membuat hati dan pikirannya mulai tak tenang memikirkan Hasna.
Mungkin tak ada salahnya jika ia mencoba menerima hubungan ini, seperti halnya Hasna. Bagaimana kedepannya, itu masalah belakangan, ia akan mencobanya dulu.
Rama pun membaringkan tubuhnya di sisi istrinya, mencoba memejamkan matanya. Tak lama, dengkuran haluspun terdengar. Lelaki itu mulai terlelap.
***
Hasna menggeliat dalam tidurnya. Perlahan perempuan itu membuka matanya. Pemandangan pertama yang ia lihat adalah wajah tampan lelaki yang terlelap disampingnya. Wajah yang hanya berjarak beberapa senti dari wajahnya.
Apakah ia bermimpi? Atau hanya halusinasi? Hasna meraba wajah yang tepat menghadap ke arahnya. Ini seperti nyata. Wajah itu dapat disentuhnya. Bahkan hembusan nafasnya terasa hangat dikulit tangannya.
Seketika Hasna tersadar, jika dihadapannya kini ada suami yang tengah tertidur lelap. Sejak kapan Rama berada dikamar ini?
Hasna memperhatikan penampilannya, ia benar-benar merasa malu dengan penampilan yang jauh lebih buruk dari sebelumnya. Segera ia mencari jubah gaun tidurnya dan memakainya.
Rupanya pergerakan Hasna berhasil membuat Rama terjaga. Lelaki itu terpaksa membuka matanya yang masih terasa berat.
Rama mendapati istrinya tengah merapatkan jubah gaun tidurnya. Sepertinya perempuan itu syok karena ia tidur disampingnya semalam.
"Tidak usah berlebihan, aku bahkan sudah melihatnya." Ucap Rama dengan suara serak khas bangun tidur.
"Hah?" Sungguh Hasna tak bisa berkata-kata lagi. Melihat yang bagaimana maksudnya?
Buru-buru Hasna masuk ke kamar mandi, dan mengunci pintunya dari dalam. Ia benar-benar malu jika berhadapan dengan suaminya saat ini, terlebih dengan pakaian kurang bahan seperti yang dipakainya sekarang.
Rama menarik kedua sudut bibirnya keatas secara samar. Sungguh menggemaskan tingkah Hasna dimatanya. Rama merasa hanya Hasna yang malu jika ia melihat tubuhnya. Padahal Mama juga adiknya berpakaian yang tak terlalu tertutup. Bahkan dikantor rata-rata karyawan perempuannya berpakaian sedikit terbuka.
Apakah memang seperti itu, jika sudah terbisa berpakaian tertutup dan tiba-tiba ada yang melihat bagian yang seharusnya ditutupi namun terbuka, akan membuat malu? Apakah artinya hanya dia yang melihat Hasna dalam keadaan yang demikian?
Tok tok tok
"Apa kamu masih lama?" Tanya Rama dari balik pintu kamar mandi. Tak ada sahutan.
Tok tok tok
Sekali lagi lelaki itu mengetuk pintu.
"Jangan sampai aku kehilangan waktu shubuh." Ucapan Rama kali ini membuat gadis itu tersadar seketika.
"I..iya, sebentar." Sahutnya dengan suara sedikit keras.
"Apa aku harus keluar dengan pakaian ini? Aku sungguh malu. Tapi, Mas Rama juga butuh menggunakan kamar mandi." Hasna bergumam sendiri.
Menghirup nafas sepenuh dada kemudian menghembuskannya perlahan, ia lakukan berulang untuk menguasai kegugupan yang menderanya.
Cklek
Pintu terbuka dari dalam, netra Rama kembali terfokus pada istrinya. Lihat saja, perempuan itu menunduk tajam dengan kedua tangan yang meremas kuat jubah tidur di bagian dada. Walaupun seperti itu, tapi kaki jenjangnya terekspos sempurna. Gaun tidur yang ia kenakan hanya sebatas lutut, hanya saja jubahnya menjuntai hingga mata kaki.
Hasna segera menuju lemari penyimpanan alat sholat dan segera membungkus tubuhnya dengan mukena panjang. Setidaknya itu bisa mengurangi rasa malunya.
Rama menggelengkan kepalanya melihat tingkah Hasna. Sungguh lucu, perempuan itu malu saat dilihat oleh suaminya sendiri? Lelaki itu pun kemudian masuk ke dalam kamar mandi.
Tok tok tok
Baru saja Hasna menyelesaikan sholat shubuhnya, terdengar ketukan pintu dari luar. Sudah bisa dipastikan jika itu ulah adik iparnya.
Hasna membukakan pintu, dan benar saja Nayla sudah menyembulkan kepalanya.
"Mbak, ada yang pengen aku bicarain."
Belum juga dipersilahkan, gadis itu main nyelonong masuk. Pasti dia tidak tau kalau kakaknya sudah pulang.
Nayla mengambil posisi duduk di atas permadani tempat Hasna sholat, menunggu kakak iparnya ikut duduk bersamanya.
"Ada apa, Nay?"
"Mbak, maafin Nay, ya. Kemarin sempet menghindari Mbak Hasna. Habisnya Nay bingung." Ucap gadis itu.
"Bingung kenapa? Mbak ada salah sama kamu?"
"Bukan, Mbak nggak ada salah kok. Cuma..." Nayla menggantungkan kalimatnya.
"Cuma apa Nay?" Tanya Hasna.
Tak menjawab, justru gadis itu memberikan dua batang coklat dan setangkai bunga mawar pada Hasna. Hasna melihat ketiga benda yang berada di atas pangkuannya dan Nayla secara bergantian.
"Ini maksudnya apa, Nay?" Hasna sungguh bingung.
"Emmmm... Mbak Hasna janji ya nggak bakalan marah." Pinta gadis itu.
Hasna menatap lurus manik adik iparnya itu. Sebenarnya ada apa? Apa hubungannya memberikan hadiah dengan rasa marah?
"Sebenarnya... Coklat sama mawar itu pemberian dari Bian Mbak." Cicitnya.
"Bian bilang kalau dia....suka sama Mbak Hasna." Lirih gadis itu.
Hasna memejamkan matanya mendengar penuturan Nayla.
"Lalu? Kamu nggak bilang kalau Mbak ini sudah bersuami?"
Terlihat Nayla meremas kedua tangannya. Kenapa tiba-tiba aura kakak iparnya berbeda dari yang biasanya selembut kapas, sekarang terlihat sedikit tegas.
"Mbak jangan suudzon dulu sama Nay. Nay udah jelasin semuanya sama Bian. Mbak Hasna tau sendiri kan waktu pertemuan pertama Mbak sama dia? Nay sudah tegasin kalau Mbak Hasna udah punya suami."
"Tapi Bian keukeuh bilang kalau aku udah bohongin dia. Dia nyangkanya aku nggak ngebolehin dia deketin Mbak Hasna karena dia playboy."
Hasna terus menyimak perkataan adik iparnya itu baik-baik, tak ada niatan untuk menyela.
"Terus habis itu, dia minta bukti kalau Mbak bener-bener udah nikah. Mbak Hasna masih ingatkan, saat Bian tanya tentang cincin pernikahan?" Hasna hanya mengangguk.
"Alasan itu udah nggak mempan buat dia, dia minta bukti digital pernikahan Mbak Hasna dengan Kak Rama, foto atau video gitu. Nay nggak punya, apalagi kalian nikah juga di rumah sakit."
"Jadinya dia maksa Nay buat berikan hadiah dari dia pada Mbak Hasna. Dia bilang urusan ditolak itu belakangan. Yang terpenting Mbak Hasna tau kalau dia sedang berjuang buat ngedapetin cinta Mbak Hasna."
Tak ada yang salah memang, apa yang dikatakan Nayla memang benar adanya. Gadis itu sudah berusaha menunjukkan status dirinya yang sesungguhnya. Tapi jika harus menunjukkan bukti, itu pasti tidaklah mungkin. Mengingat sikap Rama yang acuh terhadap dirinya. Apalagi mengenalkan dia pada Ivan sebagai kerabat jauh Papa mertuanya.
"Mbak Hasna nggak marah, kan?" Nayla meraih telapak tangan Hasna, meremasnya lembut. Berharap perempuan itu tidak akan marah kepadanya. Hasna menggeleng pelan.
"Mbak nggak marah sama kamu. Kamu sudah benar. Kamu menyampaikan amanah dari Bian untuk Mbak. Juga menunjukkan status Mbak pada Bian."
Hasna membalas genggaman tangan Nayla.
"Bian tidak salah, jika menganggap Mbak perempuan yang masih sendiri. Karena kita sendiri tidak bisa menunjukkan bukti jika Mbak perempuan bersuami." Hasna menunduk melihat hadiah dari Bian yang berada dipangkuannya.
"Yang namanya hati, kita tidak bisa mengendalikannya. Bian berhak mencintai, siapapun orangnya. Tapi, perasaan yang Bian tunjukkan pada Mbak, itu sebuah kesalahan, karena Mbak perempuan bersuami." Hasna mengusap pelan lengan adik iparnya.
Tidak ada kemarahan dalam setiap kalimat yang Hasna ucapkan. Perempuan itu begitu tenang menyikapi permasalahan yang tengah ia hadapi.
"Jadi, Mbak beneran nggak marah?" Gadis itu masih berusaha memastikan.
Hasna menggeleng pelan dan tersenyum. Seketika Nayla menghambur ke dalam pelukan kakak iparnya.
"Padahal semalaman Nay nggak bisa tidur loh gara-gara masalah ini." Ucapannya kali ini sudah terdengar manja.
"Ehemmm...boleh saya sholat?"
Suara bariton itu mengagetkan kedua perempuan yang saling berpelukan itu. Seketika pelukan keduanya terlepas. Kedua mata mereka membulat sempurna saat mendapati Rama berdiri tegak tepat dibelakang mereka.
"Kak Rama."
"Mas Rama."
Lirih mereka bersamaan. Sejak kapan laki-laki itu berada dibelakang mereka. Apa dia mendengar semua pembicaraan Hasna dengan Nayla?
***
Bab ini agak panjang ya teman-teman.
Semoga kalian terhibur.
Semoga malam minggunya nggak kelabu, hehehe...
Jangan lupa berikan dukungannya ya, like, komen, gift juga vote kalian.
Makasih