"Jadilah kuat untuk segala hal yang membuat mu patah."
_Zia
"Aku mencintai segala kekurangan mu, kecuali kepergian mu."
_Darren
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon @nyamm_113, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SIAPA DIA???
...RINTIK HUJAN
...
Zia tak mengambil pusing ucapan Anhar, saat ini dia tengah menghubungi Nando. Bermaksud untuk menanyakan keberadaan suaminya, hanya sekeder memastikan saja.
Sebelum menghubungi sekertaris suaminya itu. Nando sudah lebih dulu ada didepan tokohnya, menenteng paper bag.
“Assalamu’alaikum mba Zia.” Salam Nando dengan ramah.
Zia menyambut Nando. “Wa’alaikum salam kak Nando.”
“Maaf mba, saya datang tiba-tiba kesini. Harusnya saya mengabari mba dulu, tapi saya pikir mba Zia sibuk soalnya hari pertama buka tokohnya.” Jelas Nando. Tak enak hati pada istri bosnya.
Zia mengangguk paham. “Ngak apa-apa kak Nando.” Jawab Zia.
Nando menyerahkan paper bag itu pada Zia. “Ini mba, makanan siang mba yang dipesan pak Darren untuk mba Zia.”
Zia menerimanya dengan senyum cerah. “Wahh benar kah? Terimakasih banyak kak, maaf sudah merepotkan.” Ujar Zia tak enak. Nandokan juga orang super sibuk.
“Ah tidak masalah mba Zia.” Kata Nando. Dia ingin segera pergi dari sini, jangan sampai Zia menanyakan Darren.
“Mmm kak Nando, mas Darren ada dikantor?” Tanyanya. Bukankan dia ingin mengetahui keberadaan suaminya?
Nando menatap sekitarnya, haruskah dia berbohong sesuai perintah bosnya? Astaga. Maaf mba Zia, saya terpaksa bohong. Tuhan maafkan saya, batinnya.
“Ada mba, beliau sibuk karena ada proyek baru yang dikerjakan. Jadi pak Darren yang meminta saya untuk mengantarkan makan siang untuk mba Zia.”
Berulang kali Nando mengucapkan maaf dalam hati karena telah berani berbohong, dia juga tak tau kemana bosnya itu. Darren hanya mengirimkan pesan kepada dia bahwa tak bisa masuk hari ini dan memintanya juga mengantarkan makan siang untuk Zia.
Zia hanya mengangguk. “Begitu yah, yaudah deh. Sekali lagi makasih yah kak udah dianterin.”
Nando mengangguk, sekaligus pamit. “Sama-sama mba, kalau begitu saya duluan mba Zia. Permisi.”
“Iya kak.”
Setelah itu Nando pergi, dan Zia tersenyum saat mengingat suaminya yang ternyata mengingatnya diselah-selah kesibukkannya.
Sibuk apanya, sibuk berdua dengan selingkuhannya?
***
Darren mengajak Melinda makan siang disuatu resto dekat dengan apartement. Darren menatap Melinda yang sangat lahap makan, besok Melinda sudah kembali lagi kebandung. Dia pasti berusaha untuk bisa mengunjungi kekasihnya ini, bagaimana pun caranya.
“Kenapa sayang?” Tanya Melinda. Rupanya dia sudah selesai dengan makanannya.
Darren menggeleng, mengambil tisu lalu membersihkan sisa makanan di bibir Melinda.
“Tidak apa-apa.” Jawab Darren.
Melinda hanya tersipu malu, menahan diri agar tak baper dengan perlakuan Darren. “Aku udah selesai, boleh kita pergi sekarang ajah?” Tanyanya.
Darren menatap arlojinnya, ini sudah hampir pukul 13 siang. “Baiklah, ayok.”
Mereka, bukan. Melinda yang sedikit memaksa Darren agar menemaninya berbelanja alias shoping, besok pagi dia harus sudah kembali kebandung. Jadi memoroti Darren sebelum pulang ide yang bagus bukan?
“Sayang, kamu seriuskan sama aku?” Tanya Melinda dengan tiba-tiba.
Darren yang fokusnya pada jalan didepannya mengalihkan sekilas untuk menatap Melinda, itu lagi yang ditanyakan.
“Saya pikir kamu tidak perlu jawaban lagi Melinda.”
“Aku cuman tannya, lagian aku cemburu sama istri sok alim itu. Kamu juga tinggal dimana sih sama dia?”
“Cemburu kenapa? Lagian aku udah seharian sama kamu.”
“Waktu kamu itu lebih banyak sama dia, lah aku?”
“Terus kamu mau saya bagaimana? Saya juga sibuk diperusahaan, sulit untuk membagi waktu Melinda.”
“Aku mau kamu tinggal bareng aku dibandung.”
“Jangan ngaco kamu, kalau Zia tau atau arang tua saya juga tau?”
“Kamu takut? Ya bagus lah kalau semisal istri sok alim itu tau, kamu bisa pisah dari dia.”
Darren tak suka saat Melinda mengatakan kata pisah, entahlah.
“Bukan seperti itu Melinda, kalau ayah saya tau. Kamu ngak bakalan bisa aman hidup.”
“Terus kamu diam ajah kalau ayah kamu kasarin aku? Jadi emang benar yah kalau kamu itu masih dikekang orang tua kamu.”
“Cukup Melinda!”
“Kenapa? Benar kan?”
Darren tak menjawab, dia berhenti di pinggir jalan. Menatap Melinda dengan tajam, entahlah moodnya tiba-tiba saja buruk.
“Turun kamu.” Ucapnya dingin.
Melinda tak percaya dengan ucapan Darren barusan. “Kita mau belanja sayang, ini belum sampai loh.”
“Turun.” Ujarnya lagi.
“Seriously? Kamu nyuruh aku turun disini?”
“Why?”
“Ok! Aku salah, jadi ayok lanjut lagi jalan sayang.” Melinda menggapai lengan Darren, namun ditepis kasar oleh Darren.
“Turun.”
Melinda pasrah, dengan wajah kecut turun dari kendaraan kekasihnya sendiri. Setelah turun Melinda lagi-lagi bernafas kasar melihat mobil Darren meninggalkannya dipinggir jalan.
Diseberang jalan. Dia sangat mengenali kendaraan itu dan seperti pernah melihat wanita yang baru saja ditinggal oleh mobil itu.
“Siapa dia?”
“Itu bukanya perempuan yang beberapa hari lalu jalan dengan bos?” Tanyanya entah pada siapa.
“Wah! Ngak mungkin benar bos Darren selingkuhin mba Zia, tapi itu mobil bos. Platnya mobilnya juga jelas, perempuan itu.”
Nando menggeleng kuat, jika benar bosnya bermain dibelakang Zia. Dia merasa sedikit kecewa, seorang yang dia banggakan dan menjadi teladannya dalam bekerja punya sifat brengsek.
***
Darren membawa mobilnya ketokoh istri kecilnya, setibanya disana. Darren turun dari mobil dan dapat melihat jelas Zia yang dengan ramah melayani pelanggannya, setelah melihat pelanggan itu pergi barulah Darren mendekat.
“Loh mas Darren!” Zia terliahat berjalan cepat menghampiri suaminya. Lalu mencium punggung tangan suaminya.
“Bagaimana? Apakah banyak pengunjung yang datang?” Tanya Darren. Menggiring Zia untuk duduk di kursi.
“Mmm, Alhamdulillah mas. Aku ngak mikir kalau hari pertama buka tokoh bakalan ramai, oh iya. Terimakasih karena udah disiapin semuanya mas.” Jelas Zia. Tak lupa mengucapkan terimakasih kepada suaminya.
Darren mengecup sekilas pelipis Zia. “Sama-sama.” Ucap Darren. “Makan siangnya tadi?” Lanjutnya.
“Udah mas, makasih juga udah beliin aku makan siang. Heheh.” Jawab Zia dengan riang.
Darren menatap Zia dalam, emosi yang tadi dalam perjalanan lenyap seketika tergantikan dengan rasa tenang melihat wajah bahagia istri kecilnya. Mengingat bahwa tadi dia meninggalkan Melinda, dia tak peduli.
Darren sadar dirinya telah melakukan kesalahan besar, entah kapan dia menyesali perbuatannya sendiri. Melepaskan salah satunya adalah pilihan yang sulit.
Dulu dia menolak dengan keras menerima Zia dikehidupannya, namun kini. Dia merasa takut dengan kehilangan sosoknya, takut jika suatu hari nanti Zia pergi dari dalam hidupnya.
Lalu. Melinda, dia yakin masih menyukainya. Dia ingin memberikan yang tidak pernah dia berikan pada Melinda saat diri menjadi karyawan biasa. Dia ingin menebus semua itu.
“Masih lama buka tokohnya?” Tanya Darren. Menatap sekitarnya.
“Ngak mas, aku udah mau tutup. Aku ngak buka sampai sore, soalnya takut ngak punya waktu buat masak dan segala macem.” Jelas Zia.
“Saya sudah bilang, kita cari saja.”
“Aku udah bilang mas, aku bisa urusin rumah sendirian. Jadi ngak perlu lagi art.” Sela Zia.
Darren hanya mengangguk. Zia memang kuat membereskan segala isi rumah dan mengurus dirinya ini, satu hal yang dia sangat suka dari sifatnya. Yaitu Zia adalah perempuan mandiri, bisa mengerjakan semuanya.
“Baiklah, sekarang saya bantu tutup tokohnya.” Ujar Darren. Saat ini bangkit dari tempat duduknya, tangannya di tahan oleh Zia.
“Emang mas Darren udah pulang kerja? Kok cepat, biasanya kan sorean baru pulang.” Ujar Zia. Memang benar yang dikatakannya.
Darren diam, lalu mengusap pelan ubun-ubun Zia dengan pelan.
"Pekerjaan saya sudah selesai Zia, lagi pula saya bebas kapan pun saya masuk dan pulang kerja.”
Zia mencibir. “Ngak boleh gitu mas, mas Darren harus bisa jadi pemimpin yang bisa dicontoh karyawannya.”
“Baik, sekarang mari tutup tokohnya.”
***
Melinda sangat kesal dengan Darren, saat ini dia berada dalam mobil Dirga. Melinda menghubungi Dirga untuk menjemputnya, dan tentu Dirga mau-mau saja.
“Lo sendiri yang cari perkara Melinda, lo harus biarin mereka bahagia dulu. Setelah mereka dipuncak kebahagian, baru lo hancurin Zia.” Tutur Dirga. Dia tak perlu lagi repot-repot untuk menjatuhkan Darren, yang perlu dia lakukan hanya menjatuhkan perusahaan milik Andreas saja.
“Tapi gue ngak suka, waktu Darren habis di sok alim itu.” Ujar Melinda. Raut wajahnya sangat jelas jika dia sedang kesal.
Dirge menatap Melinda. “Lo, jangan bilang lo udah suka.”
“Ngak! Gue ngak bakalan pernah suka ke Darren.” Bantahnya.
“Hahah! Terserah lo ajah.”
“Kita liat ajah nanti, gue bakalan buat Darren sejatuh-jatuhnya dengan gue.”
Dirga hanya menggeleng, perempuan licik ini memang naïf dan penjilat harta. Dia sedikit heran mengapa dulu dia bisa berteman hingga kini.
di lanjut Thor,,, penasaran 🤔
moga Darren cepat menyadari nya🤔🤭🤲
lanjut Thor. ku ingin si Darren hancur,, udah menyia yia kan berlian
yakinlah Lo bakalan nyesel Darren,,,
bikin tuan arogan bertekuk lutut 💪👍🏻😍
🤭🤔🙄😍