NovelToon NovelToon
Cinta Sang RV

Cinta Sang RV

Status: tamat
Genre:Tamat / Teen Angst
Popularitas:5.4k
Nilai: 5
Nama Author: Marlita Marlita

Sejak Menolong pria bernama Reyvan, nasib Annira berubah

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Marlita Marlita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Menuruti Permintaan Reyvan

Sebenarnya Anira sangat tertekan, ia tidak mau mengecewakan Rich dan juga tidak mau Rich mengetahui masalah ini. Mau tidak mau ia mengikuti saja ke mana Reyvan akan membawanya, berharap Reyvan tidak merugikannya.

Anira dibawa lagi ke apartemen Reyvan, memorinya terputar kembali pada aksi bodohnya dulu ketika ia mendaratkan bokongnya di atas sofa menunggu Reyvan duduk di hadapannya. Reyvan tampak sibuk membuka beberapa laci dan membawa sebuah map.

_ “Apalagi ini? Apakah sekarang aku menjalani kisah seperti yang ada dalam sebuah novel?” _ batin Anira dengan mata masih setia mengamati gerak-gerik Reyvan lalu berakhir kaget oleh suara hempasan map di atas meja.

“Hah! Bagaimana bisa?” mata Anira melotot melihat map terbuka jelas menunjukkan data pribadi miliknya, parah! Dari mana Reyvan mendapatkannya? Tidak sempat mengumpulkan rasa heran dan bermacam pertanyaan, Anira segera mengambil map tersebut lalu memeluknya seolah tak ingin Reyvan melihatnya padahal Reyvan lah yang lebih dahulu mengetahui semuanya.

“Keberanianmu membuatku penasaran siapa jati dirimu dan sekarang aku tahu. Kau tidak bisa macam-macam lagi kepadaku.” Ujarnya dengan menunjukkan senyum smirknya, Anira bisa merasakan aura yang berbeda, aura kekuasaan bisa ia rasakan dari seorang Reyvan. Tatapan tegas, gaya bicara, dan tatapan lelaki itu padanya sekarang terkesan formal berbeda dengan tatapannya yang dulu, Reyvan yang dulu ia kenal selalu mengusiknya, memancingnya untuk berbicara dan protes sekarang berubah jauh. Seharusnya Anira tak usah mengherankannya lagi, wajar Reyvan berubah itu semua karena dirinya sendiri telah berani melukainya. Namun salahkah Anira bertindak melukai Reyvan sebelumnya? Anira hanya ingin melindungi dirinya agar tidak di tindas lagi, siapa sangka masalahnya malah seperti tali panjang yang berbelit kusut.

“Aku tau kau akan menggunakan ini semua untuk mengancamku, ini sebagai alatmu menjadikanku tawanan.” Anira tersenyum miris dirinya masih setia membolak-balik beberapa lembar kertas yang merupakan data dirinya, data keluarganya, dan data tempat tinggalnya. Semuanya lengkap, Anira sebenarnya ingin menangis memikirkan apa yang terjadi selanjutnya mungkin karena masalah ini yang seharusnya tidak terlibat akan terlibat.

“Hm.” Jawab Reyvan hanya dengan gumaman serta anggukan kecil.

“Hm. Aku tahu kehidupanmu elite sampai bisa-bisanya mengulas kehidupan orang lain. Jangan bermimpi untuk melibatkan keluargaku hanya demi balas dendam padaku. Itu tidak mempan.” Anira tidak ingin terlihat lemah di hadapan lawannya.

“Siapa yang ingin melibatkan keluargamu. Aku hanya melibatkanmu saja, dan berkas ini akan berguna kalau kau tidak menuruti apa yang kukatakan. Selain menjebloskanmu ke dalam penjara, aku akan membongkar keburukanmu kepada keluargamu dan kampung halamanmu.” Ancam Reyvan sambil menunjuk-nunjuk ke arah Anira yang masih memeluk map. Anira terdiam sesaat, bayangkan saja betapa hancur hatinya. Semakin ia berpikir bahwa semua orang tidak baik, mereka sebenarnya orang jahat yang berpura-pura baik. Kebaikan Reyvan sebelumnya hanya kebaikan semu.

“Terserah mu. Hancurkan saja aku kalau perlu bunuh saja.” Ucap Anira dengan nada putus. Andai tak ada awal pertemuan dengan Reyvan, mengapa nasib mempermainkannya. Apakah dunia bahagia melihatnya menderita?

“Bagus, serahkan diri kepadaku kalau masih mau menyelesaikan sekolahmu. Ini menguntungkan bukan? Kau tidak perlu mencemar nama baik sendiri dengan masuk penjara dan tertunda di kelas tiga SMA.”

Ucapan itu sungguh mempertajam rasa benci Anira kepada Reyvan, lelaki yang sudah menunjukkan jati dirinya.

_ “Aku tahu itu, aku sadar dalam beberapa bulan lagi akan lulus SMA. Demi menyelesaikan beberapa bulan ini saja aku rela bertahan dibawah tanganmu. Tapi lihat saja nanti setelah lulus aku tidak akan takut.” _

Batin Anira memandang benci wajah tampan yang pernah ia kagumi, andai boleh dan juga bisa ia ingin sekali menghancurkan wajah tersebut agar lenyap dari dunia dan dari ingatannya tentang kebaikan dan kebersamaan mereka sebelumnya.

‘DRRTTT’

Terdengar deringan smartphone Reyvan, pria itu segera bangkit menerima telepon menjauh dari Anira tidak memberi kesempatan sedikitpun kepada Anira untuk mengetahui apa isi obrolannya. Reyvan telah menjaga jarak. Tak lama setelah menerima telepon, Reyvan pergi begitu saja meninggalkan apartemen dan juga Anira. Karena merasa kesal, Anira juga tidak ingin bertanya, hanya membiarkan pria itu pergi. Lebih baik dia pergi agar Anira dapat memanfaatkan waktunya sendiri untuk refleksi.

“Seharusnya tidak ada data keluargaku disini. Mereka akan membenciku kalau sampai mereka tahu masalahku.” Anira marah, air matanya merembes tanpa persiapan. Sekali lagi ia membuka berkas-berkas dengan kasar.

“Reyvan. Dia benar-benar ingin menghancurkanku.” Nafas gadis itu sudah menderu, dadanya sesak, rasa perih naik melalui batang hidungnya menjalar pada tulang rawan di wajahnya. Sebelum bulir bening bercucuran deras, Anira teringat kalau apartemen ini dilengkapi cctv. Mata tajam Anira segera menemukan letak cctv tersebut.

“Aku tahu kau mengejekku dari sana. Lihat saja.” Anira bangkit mencari sesuatu menelusuri dapur dengan mudah ia mendapatkan sebotol sirop utuh dari dalam kulkas, diraihnya dengan perasaan kesal tanpa pikir panjang membawanya berlari ke bawah cctv yang tingginya lebih dari satu meter lalu melempar botol berat berbahan kaca itu menghantam cctv sampai hancur.

“Cctv jahanam!” umpatnya menyertai benda berat melayang ke udara tepat sasaran.

Suara dentingan dari akibat pecahan kaca tak sedikitpun membuat matanya berkedip, benar-benar kebal kaget, ia juga tidak takut pecahan botol kaca melukai kakinya sebab kakinya masih utuh dibalut sepatu sekolah.

Setelah memecah cctv, Anira menghempas tubuhnya di sofa lalu menangis sekeras-kerasnya.

“Tak bisakah hidupku tenang? Apakah aku hidup untuk di tindas saja. Tuhan, kau sangat tidak adil.” Dalam tangis pilunya Anira mengingat semua kejadian sedih yang pernah ia alami, mulai dari hubungan dengan keluarga, di jebak dan di khianati, dan sekarang ia masuk lagi ke dalam masalah serius yang semakin membuatnya terpuruk.

“Anira, kau manusia tak berguna.”

“Tidak ada yang menyayangimu.”

“Kau benar-benar sendiri tapi kau takut mati.”

Anira bermonolog namun tidak berhenti menangis, malah tangisnya semakin menjadi-jadi, tubuhnya gemetar, wajahnya banjir oleh air mata, keringatnya bercucuran saking lelah dalam frustrasi. Gadis itu sampai lupa waktu karena menangis, sudah pukul dua belas malam, ia masih terpuruk dan larut dalam kesedihannya.

“Andai mati itu tidak menyakitkan pasti banyak orang yang bunuh diri.” Gumam Anira dengan penampilan berantakan masih sempat ia mencoba mengencangkan dasi di lehernya mencekik dirinya sendiri, namun tidak berselang lama ia melakukannya karena itu terlalu sakit.

Anira tertidur kira-kira pukul tiga subuh akibat lelah menangis, pemilik apartemen yang menguncinya di dalam entah ke mana saja semalaman penuh. Tapi itu tak penting, Anira juga tidak peduli.

‘TAP TAP TAP’

Derap langkah mengusik Anira yang baru saja terlelap beberapa menit. Gadis yang selalu was-was mana mungkin bisa terlelap dengan benar, rasa tidak aman pasti menerornya. Anira membuka matanya yang terasa bengkak. Samar-samar dalam pandangan kabur ia melihat seseorang mendekatinya, berjongkok di hadapannya. Tidak salah lagi dia. Lelaki itu telah datang.

Tidak mau berada dalam jarak dekat dengan lelaki pengancam itu, Anira segera bangkit dengan kondisi kepala yang sangat pusing, ia bisa merasakan saat berdiri tegak pandangannya tidak beres, benda diruangan seperti berputar sendiri dan rasanya seperti ada gempa. Ia pun ambruk namun tetap ngotot hendak berdiri tegak dan menjauh dari lelaki yang justru mendekat mengulurkan tangannya.

“Kau ini tidak bisa tenang, bisakah kau diam!” Kata lelaki itu justru membuat Anira malah semakin mundur menjauhinya.

_ “Kenapa aku sangat pusing, apa karena terlalu mengantuk?” _ batin Anira merasa pandangannya semakin kabur, ia merasakan berdebar begitu hebat dan juga sekujur tubuhnya dingin seketika, hingga akhirnya pandangan gelap gulita membuatnya menyerah ambruk dilantai nan dingin. Ups, belum sempat merasakan tubuhnya terhenyak dilantai nan dingin dan keras, ia merasakan tubuhnya ditangkap dalam dekapan hangat, kemudian ... ia tidak sadar lagi.

1
Tiwi
Kecewa
Tiwi
Buruk
CatLiee: nasibnya Annira atau authornya nih, hehe
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!