NovelToon NovelToon
GITA & MAR

GITA & MAR

Status: sedang berlangsung
Genre:Duda / CEO / Beda Usia / Cinta Seiring Waktu / Fantasi Wanita / pengasuh
Popularitas:4.1M
Nilai: 5
Nama Author: juskelapa

Gita yang gagal menikah karena dikhianati sahabat dan kekasihnya, menganggap pemecahan masalahnya adalah bunuh diri dengan melompat ke sungai.

Bukannya langsung berpindah alam, jiwa Gita malah terjebak dalam tubuh seorang asisten rumah tangga bernama Mar. Yang mana bisa dibilang masalah Mar puluhan kali lipat beratnya dibanding masalah Gita.

Dalam kebingungannya menjalani kehidupan sebagai seorang Mar, Gita yang sedang berwujud tidak menarik membuat kekacauan dengan jatuh cinta pada majikan Mar bernama Harris Gunawan; duda ganteng yang memiliki seorang anak perempuan.

Perjalanan Gita mensyukuri hidup untuk kembali merebut raga sendiri dan menyadarkan Harris soal keberadaannya.


***

Cover by Canva Premium

Instagram : juskelapa_
Facebook : Anda Juskelapa
Contact : uwicuwi@gmail.com

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon juskelapa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

28. Sabotase Dari Mar

“Yang tadi namanya Mar. Awalnya asisten rumah tangga, sekarang jadi babysitter yang jagain Chika. Mar selalu sopan, kok. Enggak pernah ada masalah. Kamu sudah bisa pakai toiletnya.” Harris menunjuk pintu toilet yang terbuka.

Hanya sedetik saja Harris memperhatikan Karin yang masuk ke toilet dengan enggan. Selebihnya Harris berdiri dengan dua tangan berada di saku dan memandang ke tempat Mar menghilang. Ia sudah membuka jas dan vest yang ia kenakan. Tinggal kemeja abu-abu dan celana bahan hitam dengan alas kaki sandal sport karet yang menunjukkan jemarinya yang pucat. Kedatangan Karin siang itu sungguh mengganggunya.

“Kamu bikin apa? Minuman buat wanita itu?” Mar mendekati Surti yang tengah membuat dua jenis minuman. Dua cangkir teh dan dua gelas sirup vanila yang aromanya sudah tercium dari beberapa langkah. “Kenapa ada dua jenis gini? Emang biasanya begini?”

“Memang biasanya begini. Bu Karin selalu minta begini.” Surti selesai mengaduk sirup dan menunjuk nampan.

“Kayak pesugihan, ya. Mesti dua macem gini. Kenapa enggak dikasih bubur dua macem dan jajanan pasar?” Mar mencibir saat mengangkat nampan.

“Aku juga enggak ngerti soal minuman itu. Aku juga enggak ngerti kenapa kamu nanya soal itu lagi. Padahal sebelumnya kamu yang minta buat dua macam minuman itu, Mar. Sekarang kepalaku sakit tiap ngomong sama kamu.”

Mar melambaikan tangan di udara. “Jangan pusing. Ini udah selesai, kan? Biar aku yang bawa ke depan. Taruh di ruang tamu, kan?”

“Di ruang keluarga. Biasa Bu Karin selalu duduk di ruang keluarga. Kamu gimana, sih.” Surti mulai terlihat jengkel.

“Ah, belum jadi keluarga, kok. Di ruang tamu aja. Wanita itu masih seorang tamu.” Mar langsung membawa nampan ke ruang tamu.

Rupanya Harris dan Karin mengobrol sambil melangkah ke ruang keluarga. Berpapasan dengan Mar yang membawa nampan.

“Minumannya saya letakkan di ruang tamu ya, Pak.” Mar berjalan santai melewati Harris yang berhenti memandangnya.

“Minumannya diletakkan di ruang keluarga aja. Saya mau duduk di sana bareng Chika. Kenapa harus di ruang tamu? Kayak orang lain aja.” Karin tertawa kecil. Mengharapkan perkataannya langsung disambut Harris. Tapi pria itu malah berdiri setengah terpana melihat Mar dengan santainya menyusun minuman di meja ruang tamu.

“Asisten yang satu lagi mana, sih? Kenapa harus asisten ini yang antar minumannya?” Wajah kesal Karin tak dapat disembunyikan. “Aku mau main sama Chika di ruang keluarga, Mas. Atau aku ke kamarnya aja?”

“Maaf, Bu. Chika baru aja tidur siang. Saya mau beres-beres ruang keluarga. Debunya banyak dan tebal. Saya mau menyalakan vacum cleaner dan bakal berisik kalau Ibu duduk di sana. Stay here and keep calm, okay?” Mar mengatakan itu tanpa memandang Harris. Ia tidak peduli dengan wanita sok akrab yang mau dianggap keluarga.

“Bukannya tadi Mas bilang Mbak ini babysitter Chika? Kenapa sekarang beres-beres rumah juga? Ini udah siang tapi kamu masih nyalain vacum cleaner? Bukannya itu pekerjaan pagi?” Karin mulai merasa ada yang sedikit aneh dengan tingkah Mar.

“Maaf, Bu. Saya bisa semuanya. Barusan saya membetulkan keran air. Saya melakukan apa pun yang dibutuhkan di tempat kerja saya. Saya ke ruang permisi.” Mar mendekap nampan. Membungkuk bergantian pada Harris dan Karin sebelum meninggalkan dua orang itu.

Sebelum berbelok menuju dapur, Mar sempat menoleh ke belakang dan beradu pandang dengan Harris. Ia mempercepat langkah menuju gudang untuk mengeluarkan vacum cleaner.

Mar tidak tahu apa yang terjadi dengan dirinya. Entah kenapa kehadiran Karin terasa sangat merusak suasana. Harusnya siang itu menjadi siang yang tenang. Ia penasaran kenapa Harris memanggilnya.

Walau Mar melihat kekesalan di wajah Karin, ia tetap menyeret vacum cleaner dengan ukuran cukup besar untuk dibawanya ke ruang keluarga. Surti yang berada di belakang tak kuasa mencegahnya. Mar menyeret vacum cleaner dengan suara amat mengganggu. Sebelum berbelok ke ruang keluarga, Mar sempat menjengukkan kepala ke ruang tamu. Harris dan Karin menempati sebuah sofa panjang dan duduk dengan jarak yang cukup dekat.

Diseret ke sebelah ini aja kali ya …. Jaraknya nggak terlalu jauh dari ruang tamu. Kalau hening gini suara orang ngomong di ruang tamu masih jelas kedengaran.

Aku mau tau sepenting apa urusan perempuan ini dateng rutin kayak tukang catet meteran air.

“Padahal Papa nunggu kabar dari Mas Harris. Kalau Mas oke, Papa pasti ngomong ke investor baru. Mas bisa mulai nambah beberapa cabang lagi. Industri ini, kan, memang lagi berkembang banget.” Suara Karin terdengar bersemangat.

Terdengar sangat jelas ke telinga Mar meski ia sendiri tak mengerti apa maksudnya.

“Kamu dan Papa kamu santai aja kalau soal itu. Enggak perlu terlalu buru-buru. Semua bisnis, kan ada perhitungannya. Kita nggak bisa buka cabang semudah itu.” Harris menjawab dengan nada biasa saja.

Di ruang keluarga, Mar mencibir.

Dari omongannya keliatan bocil nih perempuan. Buka cabang perusahaan dia pikir kayak buka cabang mi*xue? Tinggal nyari ruko aja gitu? Bisa aja nyari bahan omongan. Hih!

Mar belum menyalakan vacum cleaner. Ia berdiri merapatkan tubuh ke dinding dengan satu tangan memegang penyedot debu. Bisa menyalakannya tiap saat.

“Jadi, beneran nggak ada yang mau aku sampein ke Papa? Mas jangan takut ngerepotin aku. Aku nggak apa-apa. Aku siap membantu Mas Harris kapan pun.” Karin menggeser duduknya lebih mendekat.

Harris tertawa ringan seraya mengangkat cangkir teh di depannya. “Diminum dulu tehnya. Mumpung masih hangat.”

Karin menyelipkan rambutnya ke belakang telinga. “Siang ini aku minum yang dingin aja,” kata Karin, mengangkat gelas sirup dan meneguknya sedikit. “Sabtu keluar, yuk. Aku pengen diajak dinner sekali-kali. Mas Harris sibuk terus.”

“Sabtu udah janji mau ngajak Chika ke toko buku. Mau beli cat air katanya.”

Karin diam sesaat. Sedikit bingung mau menyambung kalimat Harris. Ingin ikut serta acara ayah-anak itu, tapi sebenarnya ia ingin pergi berdua dengan Harris. Karin kembali menggeser duduknya sampai ia dan Harris tak berjarak.

“Gimana kalau ke toko bukunya siang, terus malemnya kita dinner. Boleh?” Karin menyentuh lengan Harris dan mengguncangnya. Matanya bersirobok dengan Harris.

Karin melabuhkan pandangannya di wajah Harris. Menelusuri sepasang alis hitam dan sorotnya yang tajam. Rahang tegas yang dibingkai cambang dan bibir Harris yang baru tertawa renyah. Pelan-pelan tapi pasti Karin mencondongkan tubuhnya ke depan. Ia bagai terbius. Lupa kalau satu tangannya masih memegang gelas berisi sirup.

Sudah begitu dekat dan Karin bisa mendengar napas Harris. Ia memejamkan mata. Berharap bibir Harris singgah menyesap bibirnya. Mungkin semenit lagi. Mungkin sedetik lagi. Karin terus mendekat. Kepalanya sudah penuh dengan angan romantisme.

Sementara itu dari balik dinding ruang keluarga Mar merasa kehilangan dialog dari ruang tamu. Suasana tiba-tiba sepi dan Mar mengendus ketidakberesan. Ia mengintip.

Anjay … ini si Karin pasti mau nyium Harris. Dasar gatel! Siang bolong dateng ke rumah duda mau main nyosor aja. Enyahkan khayalan surga dunia itu, Nak!

Mar memasang steker dengan senyum jahat. Sambil membekap mulutnya, Mar menekan tombol penyedot debu yang kemudian menyala dengan suara sekeras-kerasnya.

“Aduh!” pekik Karin. Hampir segelas penuh sirup tumpah ke pangkuannya. “Aduh…aduh…basah! Basah!” Karin meletakkan gelas kembali ke nampan. Spontan berdiri dan melihat air yang menetes dari roknya.

Harris ikut berdiri menyambar sekotak tisu dan menyodorkannya pada Karin. “Lap pakai ini. Aku minta maaf.”

“Mas, asisten rumah tangga Mas itu maunya apa, sih? Dia itu kayak sengaja ngeganggu. Kayak nggak suka sama aku. Mas merhatiin nggak? Dia kayak menyabotase. Biar aku pergi dari sini.” Karin hampir menangis saat merampas kotak tisu dari tangan Harris. Rok yang dikenakannya masih baru. Siang itu ia menyusul Harris ke rumahnya setelah mendatangi kantor dan mendapat kabar bahwa pria itu tidak masuk.

Harris memandang ke arah ruang keluarga di mana vacum cleaner masih menyala. “Maaf, ya. Sekarang kamu pulang dan besok kita ketemu lagi. Aku perlu bicara dengan babysitter Chika. Oke? Aku minta maaf. Kamu …. bisa pulang.” Harris menyambar tas Karin dan membawa wanita itu keluar rumah.

Tanpa banyak basa-basi Harris mengantarkan Karin ke mobilnya dan melambaikan tangan. Karin sedikit bingung tapi tak bisa melakukan apa pun karena air sirup mulai meresap ke pakaian dalamnya. Ia menyalakan mesin mobil sambil mengumpat tanpa terdengar oleh Harris.

Harris mengembuskan napas lega saat mobil Karin keluar melewati pagar. Cepat-cepat ia masuk menuju ruang keluarga. Vacum cleaner sudah padam. Berganti dengan Mar yang bersenandung lagu ‘Sway’.

“Mar,” panggil Harris.

Mar membulatkan mata dan membungkuk hormat. “Ada yang bisa saya bantu, Pak?”

“Ada yang mau saya tanyakan. Kamu harus menjawab dengan cepat,” pinta Harris.

Walau sedikit bingung, Mar mengangguk. “Baik,” jawabnya.

“Sebutkan tanggal lahir kamu! Jawab!” Harris berdiri dengan dua tangan di belakang tubuhnya.

“Du-dua puluh lima Maret, Pak!” Mar ikut menjawab dengan nada tinggi.

Harris menggeleng. “Itu tanggal lahir Gita, Mar,” kata Harris dengan suara rendah. “Ayo, ikut saya ke ruang kerja. Saya mau bicara dengan kamu.”

To be continued

1
Anonymous
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
Anonymous
🤣🤣🤣🤣🤣🤣
Anonymous
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
Anonymous
👍🤣🤣🤣🤣🤣
Anonymous
😊🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
Nuralya_salwa
akhirnya Bu Helene dapat lawan yg tangguh semoga Gita jg pemenang nya😁😁
GudangGulaJaya💃🏻💫
Aduuh, Njus,,penasaran banget ama pembicaraan yg akan terjadi antara Oma Helena dengan Gita.bakalan memanas kah?itu pasti kan yee(bu Heleena yg sepertinya bakalan semakin panas mendengar perkataan dan jawaban² dari Gita yg sebelumnya udah dlm mode bad mood🤭)
lisna
suka banget liat wajah pucat Rama 😆...bisa pingsan nich Gita kl dengar udah di klaim pacar plus calon istri🤭
lisna
😲wooww ternyata pak Harris pemilik rumah sakit ckck q suka q suka pantes z mo menawarkan balas dendam ma Gita...siap siap z Rama qm berurusan ma pak Harris....ni mah judulnya dibuang dokter dapatnya pemilik rumah sakit git🤭
lisna
wess ayo mar cerita cerita mar lebih detail lg tentang Haris😁
lisna
iniii yg ditunggu tunggu q dukung 1000%haris bantu Gita balas dendam sama Rama monic...
lisna
Surti didalam nalar mar diluar nalar😂😂😂😂kl ada surti mah bawaannya ketawa z🤣🤣🤣hebat ya mar ngomongnya udah pake life skill😁🤭
Regita Regita
ketika Gita harus berhadapan langsung sama nyonya Helena dg segala kuasa nya. duh, penasaran kak Njuss sama jurus Gita menghadapi sang nyonya besar
Emma Risma
Gita selalu saja bikin ngakak
𝗞𝘂ͥ𝗿ᷱ𝗻ͥ𝗶ᷱ𝗮͜ ⁿʲᵘˢ
makin g sabar pemirsah..... episode adu mulut Gita sama bu Hel,pasti seeruuuuuu
Hani Hanifah
buat othor njuss.. selamat hari raya idul adha juga yaa... sehat-sehat semuanya
Hani Hanifah
selamat hari raya idul adha teman" dumay.. Gita & Mar semuanya.. moon maap klo saya suka komeng-komeng ga jelas yaa
suminar
😅😅😅😅😅😅
suminar
😄😄😄😄😄😄
suminar
😂😂😂😂😂😂
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!