Sassy Savannah menempelkan kepalanya di kaca jendela kereta, yang akan membawanya kembali ke tanah kelahirannya. Lima tahun bukan waktu singkat, untuk mengubur kenangan yang telah terjadi. Apalagi harus kembali berhadapan dengan orang dari masalalunya, yang hingga saat ini masih bersemayam di lubuk hatinya paling dalam. Rasanya malas harus kembali bertemu dengan mantan suaminya, yang mencampakkannya dengan semena-mena.
Aidan Darma Saputra, lelaki yang dicintainya sekaligus di bencinya. Dia telah menorehkan sebuah kesakitan, juga sekaligus kebencian dalam jiwanya. Hanya karena sebuah aduan tidak berdasar yang di tuduhkan padanya, dia dengan teganya mencampakkan dirinya.
Dengan kekuatan yang tersisa, Sassy bisa keluar dari istana yang mengurungnya selama ini. Berbekal tekad kuat dan dorongan semangat dari ke dua orangtuanya, Sassy melanjutkan hidup jauh dari lelaki yang di cintainya sekaligus orang yang mematahkan harapannya bisa bersanding hidup bersama sampai ajal memisahkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yaya_tiiara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31 : Ambyar
"Rian!" pekiknya keras.
Bian memegang pipinya yang sakit, akibat tonjolan sahabatnya itu. Mereka menjadi pusat perhatian, ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Sementara Diana langsung berlari, begitu mengenali teriakan yang ia kenali.
"Bian!" jeritnya kaget, ia buru-buru berjongkok menolongnya. Sambil mengusap bercak darah, yang keluar dari sudut bibirnya. Tetapi Bian mengelak, dengan memalingkan wajahnya. Cukup sudah ia berada di tempat yang salah, dengan tidak menambah persoalan lagi.
"Pergilah Diana!" hardiknya kasar.
Rian yang menyaksikan adegan mesra di depannya mendengus kesal, ia berlalu begitu saja tanpa mau mendengar alasan Bian.
"Rian tunggu!" kejar Bian, mencoba menggapai tangan calon kakak iparnya. Tetapi Rian tak menghiraukannya, ia lebih baik pergi. Takutnya ia tak bisa mengontrol emosinya, dan menyebabkan Bian lebih terluka.
Sepasang mata sehitam jelaga, tampak puas menyaksikan Bian di hajar oleh Rian. Pria misterius itu duduk di stool chair, dengan segelas Bourbon di tangannya. Ia tersenyum senang, menyambut wanita berambut pirang itu berhasil memperdaya Bian.
"Bagaimana akting ku? Hebat bukan!?" tanyanya dengan nada rendah.
"Good job, Monik! Nanti aku transfer, uangnya ke rekening mu."
"Thanks Aidan! Senang berbisnis dengan mu" ucap Monik mesra, bibir merahnya mengerucut seakan mengundang untuk di kecup. "Apa kamu masih memerlukan bantuan ku?" tanyanya berharap.
"Sorry, aku gak berminat bermain-main dengan mu!" ujarnya tajam.
"Sayang sekali, padahal aku free malam ini" kata Monik, tangan lentiknya mengusap dada bidang Aidan mesra. Memainkan kancing bajunya, lalu menelusupkan jarinya di sana.
"Jangan main-main dengan ku, Monik. Aku gak pernah tertarik, dengan perempuan murahan seperti mu." Aidan menangkap tangan yang bergerilya di dadanya, kemudian menghempaskannya keras. Tak perduli, yang mendengarnya akan tersinggung.
Lumayan menohok, kata-kata yang keluar dari bibir Aidan. Pria setampan dewa Yunani itu, begitu angkuh dan percaya diri.
Monik beringsut turun dari stool chair, lebih baik mencari mangsa baru yang mudah ia pecundangi.
Kepergian Monik membuat seorang wanita lainnya, seolah mendapat kesempatan emas. Siapa lagi kalo bukan Diana? Ia merasa tersentil harga dirinya dimata semua pengunjung, kala mendapat penolakan dari Bian. Padahal ia hanya berusaha menolong mantan kekasihnya, yang mendapat serangan mendadak dari laki-laki asing.
"Sendirian aja" sapanya berbasa-basi.
"Keliatannya!?" balas si tampan ketus.
Hampir saja Diana meledak marah, tetapi demi misi menggaet cowok tajir pengganti Bian, maka ia harus bermuka tebal dan bermental baja.
"Boleh aku bergabung?" tanyanya pantang menyerah. "Aku Diana, kebetulan ku lihat kamu sendirian."
"Tempat ini milik umum, siapa saja boleh duduk di sini" jawabnya, dengan tampang bosan. Ia memutar-mutar isi gelasnya, sebelum meminumnya dengan elegan.
'Ish! Dasar sombong, mentang-mentang cakep' batin Diana keki.
"Sebelumnya kita pernah bertemu, tapi sepertinya kamu lupa" ucap Diana mencoba mengingatkan.
"Oo ya, dimana?" tanyanya, dengan alis mata menukik. Tubuh besarnya yang semula duduk menyamping, kini berbalik menatapnya lekat.
"Malam minggu lalu, kita duduk di sini sama-sama mabuk. Waktu itu kita belum sempat kenalan, kamu sudah pergi di bawa seorang wanita"
"Aku lupa" jawabnya singkat.
"Di sini kamu, rupanya!" sentak suara, yang Diana kenali. Daniel duduk di sebelahnya, dengan pandangan mencemooh. "Cari mangsa baru, ternyata!" lanjutnya.
"Aku butuh hiburan, bosan terkurung di apartemen sendirian" elak Diana acuh.
"Ada aku!"
"Hidup bukan melulu tentang kamu, aku harus bersosialisasi dengan lingkungan sekitar..."
"Bukan di club tempat kamu bersosialisasi, tetapi di sini tempat mencari kesenangan dunia" potong Daniel cepat. "Ayok kita pulang, besok aku akan kenalkan dengan seorang pemilik brand ternama. Siapa tau, butuh model untuk memasarkan produknya?!"
"Nanti saja, aku masih ingin di sini" ucap Diana ketus.
"Kamu harus pulang" ujar Daniel memaksa. Ia menarik pergelangan tangan Diana, dengan kasar.
"Enggak mau!" pekik Diana keras, ia mencoba melepaskan tangan yang mencengkeramnya. Tetapi sia-sia, genggaman tangan Daniel begitu kuatnya.
"Lepaskan tangan perempuan itu!" hardik suara dari sampingnya. Rupanya si pria dingin itu merasa terganggu, dengan keributan kecil yang di timbulkan Daniel.
"Jangan ikut campur, dia kekasih ku" Daniel menggeram marah, ia menatap tajam lelaki yang duduk sambil memainkan gelasnya.
"Seorang lelaki gentleman, tidak akan memperlakukan wanitanya dengan kasar" ucapnya, dengan seringai mencemooh di bibirnya.
"Cepat Diana, kamu ingin mempermalukan diri ku!?" gertak Daniel dengan mulut terkatup, mengabaikan ucapan pria asing itu.
Pada akhirnya Diana yang harus mengalah, kalau tidak Daniel akan murka dan menyiksanya sesampainya di apartemen.
"Tunggu, aku harus berpamitan pada Kinan" ucap Diana, mencari celah untuk kabur.
"Enggak perlu, teman mu sedang asik bercumbu" tolak Daniel, sembari menunjuk kearah Kinan yang berada dalam pelukan seorang berondong.
'Kampret!' batin Diana, ia merasa iri temannya itu memiliki kebebasan. Sedangkan dirinya terbelenggu dalam pelukan seorang Daniel yang protektif, dan sadis bila tidak keinginannya di turuti. Mungkin ini karma, karena sudah menyia-nyiakan kasih sayang yang Bian berikan. Namun hidup harus terus berjalan, pasti ada hari dimana Daniel lengah. Ketika kesempatan itu datang, maka ia akan segera pergi menjauhinya.
Dengan pasrah, Diana terdiam dalam rengkuhan tangan Daniel. Jika diperhatikan, tampaknya mereka seperti pasangan yang saling mencintai. Tetapi kadang di permukaan terlihat mesra, belum tentu di belakangnya. Begitulah yang terjadi dengan pasangan Diana dan Daniel, mereka menyimpan bara panas dalam hati masing-masing.
Di tempat lain, Bian yang kalah cepat mengejar Rian hanya bisa terpaku di samping mobilnya. Ia tak tau harus bagaimana menghadapi kesalah pahaman ini. Ia bersandar pada badan mobil dengan wajah tertunduk, merasakan bibirnya perih.
Waktu sudah mendekati tengah malam, untuk menemui Sassy. Bian terduduk lesu di belakang stir mobil, sambil memikirkan cara untuk mengurai kesalahpahaman ini. Ketika ia hendak menghidupkan mesin mobilnya, Bian melihat dari kaca spion pasangan yang di kenalnya.
Diana dan pria yang di kenalnya sebagai manager perempuan itu, berjalan berdampingan. Tampaknya mereka tengah cekcok, terlihat dari gestur Diana yang ingin menghindar dari pelukan tangan kekasihnya. Begitu sampai di sisi mobil mereka, pria itu mendorong tubuh Diana hingga menempel di badan mobil. Lalu tanpa di sangka, tangan pria itu mencekik leher Diana.
"Oh shit!" Bian berseru, sambil keluar dari mobilnya. Ia berlari menghampiri pasangan yang tengah berseteru itu, bermaksud melerai. "Lepaskan bajingan!" di tariknya lengan yang mencengkeram leher perempuan malang itu. Kemudian mendorong menjauh, hingga terjatuh di paving block parkiran club.
"Uhuk...uhuk!" Diana terbatuk-batuk, sambil menghirup nafas sepenuh dada.
"Kamu gak pa-pa" Bian mengamati wajah Diana yang memucat.
"Aku gak pa-pa" jawab Diana lemah. "Kenapa lu diem aja, gak lapor polisi."
"Karena gue cinta sama Daniel."
"Cinta itu gak menyakiti, tapi penuh kasih sayang" ucap Bian menasehati.
"Please Daniel, jangan membuat kacau keadaan."
"Oke yang penting lu bahagia, menjalani hubungan toxic ini."
"Dan buat lu" tunjuk Bian geram . "Lu benar-benar banci, beraninya sama cewek" hardiknya pada Daniel, yang kesusahan untuk berdiri.
"Jangan ikut campur, ini urusan gue. Lu cuma orang luar, yang gak ada sangkut-pautnya." ucap Daniel marah. "Ayolah Diana, kamu pilih siapa? Gue atau laki-laki mantan tunangan lu!"
"Sorry Bian, aku harus ikut Daniel. Thanks untuk pertolongannya."
'Benar-benar pasangan aneh' gerutu Bian, menatap kepergian mereka.
****