“Arga, ini aku bawain sandwich buat kamu. Dimakan ya, semoga kamu suka,”
Argantara datang menjemput Shelina tunangannya hasil perjodohan karena suruhan orangtua. Ketika Shelina sudah masuk ke dalam mobil, Ia langsung mengemudikan mobil dengan kecepatan yang tinggi dan mengabaikan ucapan Shelina.
Tunangannya itu langsung panik ketika Argantara melajukan mobil dengan kecepatan yang tinggi tanpa memedulikan dirinya yang merasa trauma pernah mengalami kecelakaan lalu lintas di usia kecil.
“Arga tolong jangan ngebut, aku takut,”
“Lo pantes dapat hukuman ini ya. Nyokap gue nyuruh gue untuk jemput lo! Emang gue supir lo?! Hah?!”
“Tapi ‘kan—-tapi bukan aku yang minta, Ga,”
“Lo harus tau satu hal, gue benci sama lo! Walaupun gue udah putus dari cewek gue, dan dia ninggalin gue nggak jelas sebabnya apa, tapi gue masih cinta sama dia, dan gue nggak akan buka hati buat siapapun itu selain dia! Gue yakin dia bakal balik lagi,”
“Tapi ‘kan kita udah tunangan, Ga,”
“BARU TUNANGAN! GUE BENCI SAMA LO, PAHAM?!”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arzeerawrites, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31
“Hai, kok kamu datang lagi? Tadi kata Mama kamu datang ngajakin aku pergi ya?”
Shefia langsung menegur anaknya dengan tatapan mata. Tidak baik bicara seperti itu pada tamu, sekalipun orang yang sudah kenal dekat. Yang namanya tamu harus dihargai. Dipersilahkan duduk dulu misalnya.
“Arga, masuk yuk,”
“Nggak usah, Tante. Aku ke sini cuma mau bawa titipan Mama aja,” ujar Argantara seraya menyerahkan apa yang ada di tangannya kepada Shelina.
Shelna mengerjapkan kedua matanya. Jujur Shelina bingung sekali karena tiba-tiba Argantara datang membawa parsel buah, dan juga satu paper bag kepadanya. Argantara rela balik lagi ke rumahnya untuk memberikan titipan dari mamanya itu.
“Makasih ya,”
“Ayo masuk dulu,“
“Aku langsung pulang aja, Tante. Maaf udah ganggu waktunya,”
“Eh kamu serius mau langsung pulang?” Tanya Shelina yang langsung dijawab dengan anggukkan kepala.
Argantara menatap Shelina tepat di matanya yang sedikit memerah dan sayu. Shelina masih kelihatan belum baik-baik saja.
“Ternyata dia beneran sakit. Keliatan beda dari biasanya. Ya iyalah, bodoh! Mana mungkin nyokapnya bohong,” batin Argantara yang baru bisa memastikan kalau Shelina memang sedang sakit, dan harusnya Ia tidak perlu ragu dengan perkataan Shefia, mamanya Shelina.
“Gimana keadaan lo?”
Shefia tersenyum dan pamit masuk ke dalam. Ia mempersilahkan Argantara dan Shelina untuk bicara.
“Aku masih demam sih, emang kenapa, Ga? Oh iya, makasih udah capek-capek ke sini. Maaf ya buat kamu repot. Jangan lupa sampein makasih juga ke Mama kamu,”
“Sama-sama, terus lo nggak ke rumah sakit gitu?” Tanya Argantara pada Shelina sambil tangannya bergerak menyentuh kening Shelina yang ternyata masih terasa sangat panas. Reaksi Shelina tentu saja berlebihan. Ia gugup, detak jantungnya tidak beraturan, bahkan untuk menjawab pertanyaan Argantara saja rasanya berat sekali.
“Aku udah diajakin ke rumah sakit sih, tapi aku bilang nanti-nanti aja. Pasti bakal baikan kok, ‘kan udah minum obat,”
“Ya udah, berarti besok lo nggak kuliah?”
Shelina menggelengkan kepalanya, dan juga mengangkat kedua bahunya karena Ia merasa ragu untuk menjawab. Kalau Ia jawab tidak, bisa jadi besok Ia sudah sembuh. Harapannya begitu. Kalau Ia menjawab besok Ia akan kuliah, takutnya keadaan besok belum membaik.
“Aku belum tau,”
“Nggak usah aja, daripada makin parah. Kuliah kalau benar-benar udah sembuh, okay?”
Shelina menganggukkan kepalanya. Ia melihat sosok Argantara yang begitu berbeda sekarang. Argantara yang ada di depan matanya saat ini seperti bukan Argantara yang biasanya.
“Ini beneran dari Mama kamu?” Tanya Shelina sambil menatap parsel buah dan paper bag yang Ia pegang.
“Iyalah, masa gue bohong. Ya udah sana masuk. Itu berat ya parselnya? Sini gue bantu bawain,”
“Eh nggak usah, aku bisa sendiri kok. Sekali lagi makasih ya udah mau repot-repot datang ke sini, sampein juga makasih aku ke mama kamu,”
Argantara menganggukkan kepalanya lalu melangkah pergi. Setelah Argantara masuk mobilnya dan melaju meninggalkan halaman rumah, barulah Shelina masuk ke dalam rumah dan tak lupa menutup pintunya.
“Nggak nyangka banget Arga mau datang ke sini. Kenapa dia jadi perhatian begitu ya? Dia baik banget,” ujar Shelina sambil bergegas ke ruang keluarga menemui kedua orangtuanya yang pasti sudah siap untuk mewawancarainya.
“Duh yang dijenguk tunangan,” godaan dari papanya langsung membuat Shelina tertawa. Walaupun demam, kepalanya lumayan sakit, tapi setelah Argantara datang semuanya malah tidak terasa.
“Kata Arga, ini titipan Mamanya, Pa,”
“Tadi Papa nebak kalau yang datang itu Arga dan ternyata bener. Wah Papa jago nebak ya. Udah klop kali ya jadi mantu dan mertua,”
.