Namaku Mentari Intania Putri. Seorang anak yang tumbuh di sebuah kampung kecil yang bernama Kampung Karet. Kehidupanku tidak seindah anak-anak lain. Hidup yang sederhana dengan didikan keras oleh kedua orang tuaku. Hidup dengan banyak orang di rumah.
Dengan backround pendidikanku yang hanya tamatan SMA aku mulai bekerja di usiaku yang baru menginjak 17 tahun. Mulai hidup mandiri di usia yang sangat muda.
Seperti wanita lain di luar sana aku juga memiliki kisah cinta yang menarik. Yang menyedihkan dan menegangkan. Aku juga merasakan yang namanya cinta pertama, aku juga merasakan yang namanya patah hati. Aku juga merasakan dicintai dan mencintai.
Hingga akhirnya takdir membawaku pada pernikahan di usia muda, aku menikah di usiaku yang belum genap 20 tahun. Aku yang hidup dengan bayang-bayang masa lalu. Aku yang berusaha menjadi wanita yang sempurna untuk suamiku. Aku juga menjadi seorang ibu, ibu muda yang harus berjuang dengan untuk membuat hidupnya sempurna dimata semua orang.
Takdir yang terus mempermainkanku dari masa kecil hingga dewasa. Aku tidak tahu dimana letak kesalahanku, aku bahkan tidak menyadari hal buruk apa yang telah aku lakukan sampai aku merasa takdirku adalah hukuman, akankah aku mendapatkan kebahagiaan yang aku dambakan. Inilah ceritaku ......
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Putri Pena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31. Puisi Bumi kepada Mentari
Ketika kamu memiliki sebuah pertanyaan, tanyakan langsung
Supaya kamu bisa segera menemukan jawabannya.
-Takdir Mentari-
...****************...
Mentari sampai di rumah, dia meletakkan tasnya di meja belajarnya. Dia menghempaskan tubuhnya di kasur.
Dia melihat ke arah langit-langit kamarnya, melihat sekeliling kamarnya. Menatap satu persatu tulisan tangannya menempel di dinding itu.
Lagi-lagi dia menghela nafas panjang, dia mengambil HPnya. Dia melihat ada beberapa pesan masuk, tapi tak ada satupun dari Bumi.
Dia lalu mencari kontak Bumi, mengirimkannya pesan. Memberanikan diri mengetik sesuatu ingin bertanya banyak hal ke Bumi.
Mentari : Hi kak? Lagi ngapain?
Sebuah pesan basa basi dikirimkan ke Bumi. Dia melemparkan HP nya. Dia kemudian bangkit dari kasur dan menuju meja belajar. Tertuju ke sebuah diary yang sudah lama tidak dia buka. Karena sibuk dengan belajar soal-soal ujian.
Masih dengan baju seragam pramuka. Dia mengambil sebuah pulpen dan membuka buku diarynya. Dia membuka lembar demi lembar, ada tulisan yang berbeda
Kujatuh
Jatuh di kesunyian
Tiada teman
Hanya kesedihan
Kujatuh tanpa beban
Dan menghilang
Semakin menakutkan
Oh Tuhan
Maafkanlah semua dosaku
Tunjukkanlah semua sinar Mu
Hidupku telah teracuni
Dalam kepalsuan dunia
Aku masih tak percaya
Aku ingin merubah
Lingkaran bodoh yang tak pernah mati
Aku ingin dunia berhenti menertawakan
Aku ingin semua ini berakhir
-Bumi, Juli 2006-
"Kapan kak Bumi menulis ini? Berarti kak bumi sudah tau perasaanku padanya" Mentari membuka lembaran berikutnya
Tak pernah lelap,
Mimpiku selalu gelap
Sirna sebuah sinar
Dosa mengucur deras
Bernafaskan api
Tiada yang kan abadi
Menatap langit
Tinggalkan semua sakit
Setan kau kan kusambut
Merah berkilau
Mengotori jantungku
Jadikanlah hari ini
Intan Permata
Saat tiada yang datang
-Bumi, Juli 2006-
"Itu berarti Kak Bumi sudah tau dia melakukan kesalahan waktu datang terakhir kali" Pikir Mentari sambil membuka lembaran berikutnya...
NEVER
Kau tak akan pernah mencintai orang lain
Karena hanya akulah hatimu
Sekarang ataupun nanti
Kau kan dapatkan cintamu
Kau tak akan pernah kehilangan diriku
Karena Untukmulah kuciptkan senyumku
Dengan tanganmu aku harus menjadi milikmu.
Kau tak akan pernah jadi milik orang lain
Karena hanya akulah yang hiasi hatimu
Cinta yang bersemi dari hati yang luka
Yang hanya menyisakan kesedihan di hati.
Satu hal yang harus kau tau
Kau tak akan pernah
Jadi milik orang lain
Karena sekarang ataupun nanti
Kau tak akan bisa melupakanku
Hatiku kan selalu di hatimu
Kenanganku Bersamamu
-Bumi, Juli 2006-
Air mata Mentari menetes, hatinya sakit tapi juga bahagia. Bumi sudah menjawab pertanyaan atas perasaan Mentari padanya. Mentari melanjutkan di lembaran berikutnya
Kau tak akan dihukum karena cinta
Kau tak akan dikhianati karena cinta
Kaulah harapanku
Kaulah hasrat ku
Janganlah kau berubah
Bersumpahlah untukku
Senyummu tak akan buatku menangis
Namamu kan kusemaikan di hatiku
Cintamu padaku
Kusimpan dalam debaran hatiku
Kaulah keinginanku
Kaulah impianku
Jangan biarkan aku pulang
Dengan menggenggam kehancuran
Jadikanlah aku kenanganmu
Namun jangan pernah melupakanku
-Bumi, Juli 2006-
Dan di lembaran terakhir
Maafkan karena aku belum bisa menjadikanmu sebagai hatiku.
Semoga kamu bahagia ❤️
Mentari menutup bukunya, dia menangis sesenggukan. Dia benar-benar tidak bisa menahan sakit hatinya. Tapi dalam sakitnya ada rasa bahagia karena dia sudah tau jawaban dari Bumi. Cintanya tidak bertepuk sebelah tangan. Hanya saja waktunya yang terlambat.
Dia memeluk diary itu erat di dadanya. "Kenapa kebahagiaan dan kesedihan harus datang bersamaan?"isak batinnya.
Mentari kembali mengambil buku diarynya, dia hanya ingin bercerita. Tapi kepada siapa? Apakah dia harus memberitahu bapak dan ibunya? Ataukah harus bercerita kepada kakek dan nenek. Mungkin mereka tau obat untuk hati ini.
"Mengapa kau memberikan rasa cinta ini Tuhan....." Mentari berteriak dalam tangisnya. Sambil menuangkan perasaannya pada sahabatnya yang tak bisa bicara itu.
...****************...
Ketika perasaanku tak bisa dikendalikan,
Sakit apa ini?
Yang tak bisa kuobati hanya dengan makan nasi, *
Sesak di dada yang tidak mampu kuobati dengan obat apotek.
Lalu bagaimana aku mengendalikan diriku?
Haruskah aku pergi ke rumah sakit jiwa? Sepertinya jiwaku bermasalah.
Dewi cinta dimana rumahmu?
Bolehkah aku bersujud padamu?
Tuk memohon ijinkan aku memilikinya Walau hanya sesaat.
Ijinkan aku menikmati cinta ini
Walau hanya sebentar.
Bolehkah????
...****************...
Mentari menutup bukunya. Dia menghapus air matanya dan kembali mengambil HP yang sudah dilemparnya itu.
Mentari : Kak, aku sudah baca puisimu yang ada di diaryku
Bumi : Maaf ya, waktu itu lagi nggak ada kerjaan
Mentari : Kenapa kakak nggak pernah mau jujur tentang perasaan kakak ke aku?
Bumi : Aku merasa belum pantas buat kamu.
Mentari : Tapi dengan kakak diam, Kakak sudah menghancurkan hatiku.!
Bumi : Aku tau aku salah, aku sudah membuatmu menderita.
Bumi : Mungkin ada saatnya nanti bila cintamu dalam dari lubuk hati, disana kan kau temui dimana HANYA YANG PERNAH BUAT DERITA YANG MAMPU BUATMU BAHAGIA
Bumi : Cinta juga merupakan arti dari orang yang dicintai, dimana hanya hati yang rasakan tak mungkin lidah mampu ucapkan, kenyataan bukanlah impian yang bisa diraih dengan mudahnya. Tuk perolehnya perlu ketegaran hati agar bisa kau dapati
Mentari : Namun kenyataannya dunia tak mengijinkan dua insan yang masih ada hubungan keluarga bersatu, jika Tuhan tidak merestui biarlah kisah ini berakhir disini.
Bumi : Tuhan tidak pernah merestui insan yang jatuh cinta, jika memang jodoh hati pasti dipertemukan. Besar dan kecil bukanlah ukuran tapi hati dan pikiran lah yang membedakan. Soal jodoh itu terserah yang diatas
Mentari : Mulai sekarang aku harus melupakan semuanya.
Bumi : jangan pernah melupakan kenangan tentang kita.
...****************...
Mentari menangis lagi, dia tidak mengerti maksud dari Bumi. Mengapa Bumi masih memberikan harapan akan cinta padanya. Kata-kata Bumi seolah tidak ingin meninggalkan Mentari.
Lupakan aku....
Cinta ini benar-benar menyakitkan
Jangan ubah rasaku
Jangan buat aku bimbang
Buat aku membencimu
Buat aku melepasmu
Aku takut perasaan ini tak mampu aku kendalikan
Aku takut perasaan ini malah semakin dalam
Aku takut kehilanganmu
Tapi aku lebih takut tidak bisa melupakanmu.
Mentari, 2006
-Mentari, Juli 2006-