Takdir Mentari
Setiap manusia diciptakan dengan takdir dan ceritanya masing-masing.
-Takdir Mentari-
...****************...
Mentari Banguuun.....!!!!
Teriakan ibu Murni memanggil dari arah dapur, terdengar sangat keras sampai semua ayam-ayamnya berkokok bersahutan, menambah riuh suasana pagi di rumah Mentari.
Mentari segera beranjak dari tempat tidur, melipat selimutnya dan segera mengambil daun kelapa yang sudah kering untuk dijadikan lampu menuju sungai. Pukul 5.30 pagi, dia dan adiknya Senja harus kesungai setiap pagi untuk mandi karena di perkebunan karet tempat mereka tinggal belum mengenal listrik seperti sekarang. Daun kelapa kering yang dibakar kemudian dipegang ujungnya untuk menerangi perjalanan mereka menuju sungai, semakin pendek makin pendek dilalap api dan akan habis ketika mereka sudah kembali ke rumah.
Dengan lampu yang masih menggunakan minyak kelapa mentari mulai berpakaian dan menjalin rambutnya. Ibu Murni sudah berangkat bekerja jam 6.00 pagi jadi Mentari sudah terbiasa untuk memakai baju sendiri dan membantu adiknya. Mentari duduk di bangku kelas 4SD, sementara adiknya di bangku kelas 1SD. Usia mereka hanya terpaut 3 tahun. Setelah selesai menjalin rambut adiknya di bawah remang remang lampu minyak mereka segera menuju dapur, sarapan seperti biasa setiap hari kacang tanah yang digoreng dengan taburan garam, dan telor rebus yang harus dibagi 2 untuk sarapan. "Kak aku kuning telornya ya" kata Senja sambil memberikan Mentari putih telor. Mentari mengangguk dan tersenyum. Mentari hanya bisa mengalah, apapun yang diinginkan adiknya pasti akan dia turuti. Setelah makan dengan lahap, sebelum berangkat sekolah Mentari harus mebanten Saiban ( Di Bali setelah selesai memasak diharuskan menghaturkan sesajen dengan daun pisang berbentuk persegi kecil dan diisi dengan nasi dan lauk ). Setelah selesai barulah mereka berangkat ke sekolah.
Mentari berangkat ke sekolah berjalan kaki bersama adiknya dan anak-anak kampung karet. Orang tua mereka turun temurun bekerja di perkebunan itu dengan fasilitas diberikan rumah tinggal seadanya. Walaupun seadanya masih cukup nyaman ditempati. Dinding bedeg (anyaman bambu) dengan atap dari daun kelapa. Perumahan di perkebunan karet dibuat sangat teratur dan sejajar sehingga rumah mereka berdekatan satu sama lain, di bagian selatan khusus untuk warga muslim di bagian utara yang beragama Hindu. Tetapi walaupun dipisahkan sesuai dengan agama tapi keharmonisan antar warga sangat terlihat. Setiap Lebaran warga Hindu akan mendapat makanan dari warga muslim begitu pula sebaliknya ketika Galungan warga Hindu yang memberikan kue dan buah-buahan. Masyarakat kampung karet sudah seperti keluarga karena rumah mereka berdekatan satu sama lain itulah sebabnya anak-anak kampung karet biasa berangkat ke sekolah bersama.
Sampai di Sekolah Mentari mengantar adiknya menuju kelas, kemudian barulah dia berbaur dengan teman-temannya. Mentari cukup pintar di sekolah, sehingga dia sangat sibuk setiap kali ada acara di sekolah. Apalagi kenaikan kelas 6 akan segera tiba, Mentari sudah terpilih untuk menjadi pembaca puisi dan kesan pesan adik kelas, di acara perpisahan nanti. Mentari sangat giat berlatih dan mendengarkan arahan dari gurunya. Anak-anak kur yang akan menyanyi di perpisahan sekolah nanti juga latihan bersama Mentari.
"Jangan lupa belajar lagi di rumah ya Tari, perpisahan sekolah Minggu depan, pembacaan puisinya sudah bagus tinggal dimantapkan saja untuk expresi dan intonasinya" kata ibu guru Tari.
Tari mengangguk sambil mencium tangan gurunya, kemudian anak 9 tahun inipun berpamitan pulang.
****
Sepulang sekolah Mentari menjemput adiknya di rumah Nenek. Senja pulang lebih awal karena dia anak kelas 1, Senja biasa pulang bersama teman-temannya sesama kelas 1, jarak sekolah ke kampung karet juga tidak jauh. Cukup berjalan kaki 10 menit saja sudah sampai. Senja pulang hanya sampai di rumah Nenek, Rumah nenek ada di komplek atas perumahan kampung karet, jaraknya lebih dekat dengan sekolah, dan di rumah juga tidak ada siapa-siapa jadi Nenek bisa menjaga Senja sebelum Mentari pulang sekolah. Sementara Kakek bekerja sebagai Satpam di kampung karet.
"Kakak datang...." Senja berteriak sambil memeluk kakaknya.
Tari tersenyum sambil memeluk adiknya.
"Sudah maem?" Tanya Tari, Senja menggeleng.
"Nek, Tari pulang ya!" Tari mengulurkan tangannya untuk mencium tangan neneknya berpamitan.
Nenek Tari mengusap tangannya bekas tempe dan tersenyum kepada Tari. "Nggak makan dulu?" Tanya nenek sambil sibuk mengolah bahan untuk kerupuk tempe. Nenek Tari menjual kerupuk tempe ke tetangga-tetangga penghuni kampung karet. Kadang di hari libur Tari juga membantu neneknya menjajakan kerupuk ke rumah-rumah tetangga.
"Nanti aja Nek di rumah" Tari melambai sambil menunggu Senja mencium tangan neneknya dan berpamitan.
Mereka berdua berjalan menuju rumah, Mentari menggendong Senja di punggungnya karena adiknya mengeluh capek berjalan kaki. Jarak dari rumah Nenek ke rumah mereka tidak jauh hanya saja jalannya sedikit menurun. Jalan setapak kadang licin saat hujan, dan licin juga ketika panas. Mereka melewati jalan sebrangan supaya lebih dekat. Sedikit melewati semak tapi jadi lebih dekat.
...****************...
Mentari sudah terbiasa diajarkan hidup mandiri. Kehidupan yang begitu keras kadang membuatnya tidak bisa menikmati masa kecil seperti anak-anak yang lain. Tetapi semua harus tetap dijalani. Mentari tidak mau mengeluh apalagi di depan orang tuanya. Yang ada di pikirannya adalah yang penting bisa sekolah.
"Sebentar ya dik, kakak beli makanan dulu, lauk pauk di dapur sudah habis" kata Mentari kepada Senja selesai mengganti bajunya.
Mentari memutuskan membeli lauk pauk di warung, dia masih punya sisa uang saku hari ini.
"Kamu ganti baju dulu ya, bisa kan sendiri?"
Senja mengangguk, dan Tari langsung menuju warung.
Beberapa saat kemudian dia datang dengan 2 kerupuk barokah besar di tangannya. Dia menyiapkan makanan untuk adiknya. Setelah nasi dicampur dengan minyak kelapa dan garam, di tambah dengan kerupuk sudah cukup enak untuk disantap. Mereka makan dengan lahap di depan dapur yang beralaskan tanah. Sambil bersenda gurau nasi dibentuk bulat dan dilemparkan ke mulut, mereka tertawa bersama.
Mentari memandangi adiknya, melahap nasi garam dengan kerupuk barokah itu. Mentari sangat menikmati kebersamaan ya bersama adiknya. Walaupun ibu dan bapaknya datang petang nanti, dia sudah terbiasa untuk menjaga adiknya.
Tapi kadang jika malam minggu Mentari diijinkan menginap di rumah nenek. Tetapi Senja jarang mau menginap, dia agak susah tidur selain dirumah. Susah kalau diajak menginap. Mentari sangat senang karena bisa mendengarkan dongeng dari Nenek sebelum tidur, mendengarkan cerita nenek jaman dahulu.
Nenek selalu bilang kalau kita terlahir sebagai wanita harus serba bisa, harus mandiri, dan harus kuat dengan segala cobaan. Seperti Mentari yang harus bisa bertanggung jawab akan adiknya, dan belajar mandiri sejak dini.
Mentari 1997
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Anita Jenius
Salam kenal kak.
2024-04-13
0
chazisenzia
Kakak semangat jangan lupa mampir!!
2024-04-12
2