Kiyai Aldan menatap tajam Agra dkk dan Adira dkk. Ruangan ini begitu sagat panas dan terasa sesak dengan aura yang dikeluarkan oleh kiyai Aldan.
“Sedang apa kalian di sana?” Tanyanya pelan namun dingin.
“Afwan kiyai, sepertinya kiyai salah paham atas…,” Agra menutup matanya saat kiyai Aldan kembali memotong ucapannya.
“Apa? Saya salah paham apa? Memangnya mata saya ini rabun? Jelas-jelas kalian itu sedang… astagfirullah.” Kiyai Aldan mengusap wajahnya dengan kasar. “Bisa-bisanya kalian ini… kalian bukan muhrim. Bagaimana jika orang lain yang melihat kalian seperti itu tadi ha? “
“Afwan kiyai.” Lirih mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon @nyamm_113, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
HUKUMAN LAGI
Apakah ada hukuman yang selama ini bisa membuat mereka jerah untuk tidak bertingkah lagi? Ku pikir itu tidak ada, mereka bahkan semakin liar. Janji yang mereka katakan kepada para suami mereka hanyalah angin lalu.
Lihat saja, setelah kemarin mendapat hukuman dari ustadz Dani yang tidak sengaja terkena bola kasti. Kini, keempat santri putri itu terpantau sedang asik bermain air dipendopo pondok.
Beberapa menit yang lalu kiyai Aldan meminta tolong kepada keempatnya untuk menyiram tanaman di sana, awalnya semua berjalan dengan baik namun semakin kesini kenapa mereka malah nyaman bermain air.
“Hahah, nih ambil ini! Rasakan ini!”
“Berhenti Ayyara, aku sudah basah semua loh ini!”
“Hahah…,”
“Aaaa jangan dekat-dekat Mai!”
Pekikan itu, dan suara tawa itu terdengan sangat bahagia, mereka seolah tidak memiliki beban hidup. Menikmati waktu dengan bermain air dari selang yang masing-masing mereka pegang, bukannya menyiram tanaman malah saling menyiram diri sendiri.
“HAHAH, TANGKAP KALAU BISA.” Adira terus menghindar dari Almaira yang terus saja mengejarnya dengan salang yang diarahkan kepadanya.
“AWAS YA KAMU, RASAKAN INI HIYAAA!” Almaira ingin membalas dendam setelah dengan sengaja Adira menyemprotnya hingga ia basah kuyup.
“Hahah, dingin woi!” Ayyara duduk lesehan dibawa rerumputan yang hijau itu. Memainkan selang yang berada ditangannya.
Aruna membaringkan tubuhnya disebelah Ayyara, menatap langit yang begitu indah. Jangan lupakan selang air yang berada ditangannya tidak ia lepaskan.
Melihat Aruna yang berbaring disebelahnya membuat Ayyara juga ikut berbaring, kepalanya persis disebelah Aruna. “Wahhh langitnya cantik.” Lirihnya.
“Mau juga!” Pekik Almaira berlari mendekat kearah Aruna dan Ayyara.
“Ikuttt!” Di susul Adira yang juga menghampiri ketiga temannya.
Posisi mereka saat ini begitu cantik, dengan raut wajah yang pebuh kebahagiaan terlihat tak memiliki beban hidup ataupun masalah. Menatap langit yang berwarna biru cerah itu, sesekali juga mereka mengarahkan selang itu keudara hingga airnya mengenai wajah mereka membuat mereka tertawa tanpa beban.
“Tidak terasa sebentar lagi kita pertengahan semester, kemudian ujian sekolah.” Celetuk Almaira. Menatap binar kelangit.
“Hm, kita bakalan masih bisa bersama-samakan?” Tanya Aruna. Membayangkan pisah dari ketiga temannya sedikit membuatnya takut.
“Masihlah! Kita ini saudara, dimana ada kamu disitu ada kita.” Jawab Adira dengan semangat hingga memainkan selang air itu keudara.
“Benar, walau saat ini status kita sudah memiliki suami. Bukan berarti para suami itu nantinya jadi penghalang untuk kita bisa kumpul, kita pasti tetap bisa berkumpul seperti ini. Walau pada akhirnya masa dimana perpisahan itu pasti akan datang.” Lanjut Ayyara.
“Ya, perpisahan itu pasti tetap akan datang. Jadi, sebelum itu tiba mari kita mengukir banyak kenangan di sini. Bermain sepuasnya, mungkin juga setelah kita lulus salah satu diantara kita akan ikut bersama suami masing-masing.” Lanjut Adira.
“Aku kaya takut ajah pisah dengan kalian, aku masih belum siap.” Lirih Almaira. Bagaimana pun mereka sudah berteman sejak kecil, dan moment yang paling ia takuti adalah masa dimana mereka akan memilih jalan hidup masing-masing.
“Siapa yang mau pisah Almaira? Tidak ada! Kita tidak akan pernah berpisah, sekalipun kita berpisah, mau sejauh apapun jaraknya nanti. Kita tetap sahabat, tidak ada yang bisa memisahkan kita berempat kecuali maut.” Timpal Aruna. Walau dia juga merasa takut.
xxx
“Agra.”
Agra menoleh saat mendengar namanya dipanggil seseorang setelah dirinya turun dari mobil, lihat saja penampilan dari suami Adira itu. Mengenakan setelan formalnya yang sangat pas ditubuh tegapnya itu, dipadukan dengan wajah dingin dan tegasnya serta mata tajamnya menambah ketampanannya dua kali lipat.
“Ada apa?” Tanyanya setelah mengetahui siapa orangnya.
“Apa kau masih belum memutuskannya?” Tanyanya. Mengikuti langkah Agra yang berjalan dengan satu tangan dimasukkan disakunya.
“Belum.” Jawabnya singkat.
“Kenapa belum? Bukankah kau sangat menginginkan proyek itu? Ini kesempatan mu Agra, dan mereka tentunya menanti kerja sam…,” Ustadz Jani mengehentikan langkahnya setelah mendapat serangan tiba-tiba.
Agra menatap tajam siapa pelakunya, menghela napas berat dan menatap Janu salah satu seangkatannya yang juga mengabdikan dirinya dipondok ini.
“Adira.” Suara dalam dan dingin itu membuat siapa saja merasa merinding.
Adira? Benar, anak itu tidak sengaja menyiram seorang ustadz saat dirinya tengah memainkan selang air itu keudara, memutar-mutarnya hingga tak menyadari seseorang akan lewat didepannya.
“Eh, astagfirullah ustadz.” Lirih Adira. Lalu meletakkan selang itu ketanah lalu mendekat kearah kedua laki-laki itu. “A-afwan ustadz Janu, ana tidak sengaja dan tidak melihat ustadz tadi. Sekali maaf ustadz.”
Janu hanya menggeleng pelan, bajunya sedikit basah karena semprotan santri putri yang tidak disengaja itu. “Tidak apa-apa, lagi pula kamu tidak sengajakan? Baju saya juga tidak basah sepenuhnya.”
“M-maaf ustadz, ana benar-benar tidak sengaja.” Lirih Adira. Dalam dirinya takut setengah mati karena tatapan tajam dan menusuk milik suaminya.
“Sudah tidak apa-apa.” Jawabnya tersenyum kecil. “Agra, kau harus segera mempertimbangkannya lagi dan segera memutuskannya. Kalau begitu saya permisi dulu.” Lanjutnya. Lalu meninggalkan keduanya.
Adira merutuki dirinya sendiri. Aduh… siapa pun tolong aku batinya meminta tolong.
“Kenapa basah kuyup?” Suara berat itu berhasil membuat Adira tersentak kaget.
“M-mm itu… t-tadi kiyai menyuruh kami menyiram tanamnya.” Jawabnya dengan pelan dengan kepala menunduk dalam. Memainkan ujung hijabnya.
Agra masih tetap pada posisinya dan juga tidak mengalihkan pandangannya sedetik pun dari pandanganya. “Lalu kenapa bisa basah seperti itu?”
“Ma-in air ustadz.” Jawabnya. Lihatlah tinggi Adira hanya sebatas dada Agra, membuat Agra harus menunduk jika berbicara dengan istrinya.
Tindakan selanjutnya membuat Adira menahan napasnya, bagaimana mungkin Agra melakukannya disiang bolong seperti ini? Bagaimana jika seseorang berhasil melihat mereka.
Agra mengusap ubun-ubun Adira, lalu kemudian kembali bersuara. “Kamu harus diberi hukuman.” Katanya. “Ayok.” Lanjutnya.
Adira yang telah sadar dari keterkejutannya mengikuti langkah lebar milik Agra, sepertinya dia akan dibawah kerumah. “Ihhh, mereka bisa-bisanya ninggalin aku sendirian tadi.”
Saat melewati depan Ndalem. Adira menahan senyumnya saat melihat ketiga temannya berbaris memanjang dengan pandangan menunduk, didepan mereka ada kiyai Aldan yang berdecak pelan menatap ketiganya.
“Mampus! Siapa suruh ninggalin aku, hihih.” Cicit Adira. Hingga tidak memperhatikan jalannya, dan berakhir menabrak dada bidang milik suaminya.
“Aaawwsss, ih ustadz kalau berhenti itu bilang-bilang. Sakit tahu!” Kesalnya. Mengusap jidatnya yang tidak sakit itu, cihhh pencitraan sekali istri ustadz ini hahah.
“Jalan disebelah saya.” Titah Agra. Adira mendongak melihat Agra yang sudah berbalik badan.
“Kenapa? Nanti ada yang lihat ustadz, jangan ane…,”
“Saya tidak peduli Adira.” Sela Agra cepat. “Pindah.” Lanjutnya lagi tanpa mau dibantah.
Adira menggerutu tak jelas, namun tetap melakukan perintah suaminya itu. “Iyaaaa.”
Agra hanya menggeleng melihat kelakuan istrinya itu, lalu kembali melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda bersama istri kecilnya yang terlihat sangat kecil saat berjalan bersamanya.
Dia harus mengurung Adira karena terlewat aktif.
xxx
“Lihat, kau lihat tadi mereka seperti memiliki hubungan bukan? Ada yang mereka sembunyikan.” Lirih salah satu dari mereka yang sedari tadi mengikut keduanya.
“Benar, kedekatan keempatnya patut dicurigai Gia.” Lanjut yang lainnya pula.
Gia mengangguk pelan. “Kita cari tahu mereka punya hubungan apa, baru setelahnya kita buat mereka malu dan pasti akan dikeluarkan dari madrasah.”
Masih saja benci, sepertinya Gia ini tidak memiliki waktu untuk merenungkan sendiri masalah hidupnya. Sangat sibuk mencampuri urusan orang lain, lihat saja apa yang akan ia lakukan lagi kepada Adira dkk.
“Tunggu ajah waktunya, gue buat lo malu dihadapan semua santri di sini. Dan setelahnya lo akan dibenci Ayyara, gue akan sangat bahagia menantikan moment itu.”
tinggalkan jejak 👣 kalian, terimakasih banyak☺
semangat 💪👍