NovelToon NovelToon
Genius Twins Boy

Genius Twins Boy

Status: tamat
Genre:Tamat / Lari Saat Hamil / Anak Genius
Popularitas:4.9M
Nilai: 4.8
Nama Author: emmarisma

"Apa kamu sudah menemukan informasi tentangnya, Jackson?"

"Sudah, Kak. Aku yakin dia adalah dady kita."

Dua bocah laki-laki berusia 7 tahun itu kini menatap ke arah layar komputer mereka bersama-sama. Mereka melihat foto seorang Pria dengan tatapan datar dan dingin. Namun, dia memiliki wajah yang sangat tampan rupawan.

"Jarret, Jackson apa yang kalian lakukan?" Tiba-tiba suara seseorang membuat kedua bocah itu tersentak kaget.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon emmarisma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 31. Pemakaman

Giani memutuskan untuk mengambil jenasah ayahnya dan berniat menyemayamkannya hari ini juga. Ben langsung memerintahkan anak buahnya untuk mengurus segala keperluan urusan pemakamam Profesor Gilbert.

Jarret dan Jackson tampak kecewa karena ibunya tidak memberi ijin pada mereka untuk melihat kakeknya yang terakhir kali.

Meski begitu, Kedua bocah itu memilih diam. Mereka bisa merasakan kesedihan yang teramat dalam yang kini sedang dirasakan oleh ibunya.

Sepanjang perjalanan Giani hanya diam dan tampak melamun. Ben membawa Giani dan kedua putranya ke mansionnya. Tidak ada penolakan sama sekali dari Giani. Bahkan ketika Ben membukakan pintu untuk Giani, wanita itu turun dalam diam.

Ben membawa Giani ke ruang tamu, meski sebenarnya dia ingin membawa wanita itu ke dalam kamarnya, tapi dia khawatir hal itu justru akan memancing trauma Giani.

"Beristirahatlah dulu. Jarret dan Jack juga perlu istirahat. Nanti siang kita akan ke pemakaman bersama," ujar Ben. Giani menoleh sekilas dan mengangguk.

Ben menutup pintu kamar Giani. Dia menemui kedua putranya yang sedang duduk sembari mengamati setiap sudut ruangan di rumahnya.

"Boys, kalian mau membantuku?" tanya Ben.

"Bantuan apa yang daddy inginkan? Tapi kamu hanya anak kecil, Dad. Kami tidak berjanji bisa membantumu." Ben tersenyum dan mengusap puncak kepala Jack. Sementara Jarret hanya diam tanpa menjawab permintaan Ben.

"Begini, mommy kalian sekarang sedang berduka. Apa kalian mau membujuk mommy untuk tinggal di sini? lagi pula rumah kakek kalian sudah terbakar dan tidak bisa ditempati.

"Soal itu, kami tidak bisa berjanji, Dad," kata Jack. Dia melirik kakaknya seolah meminta persetujuan.

"Aku tidak bisa membantu. Bagiku selama mommy nyaman di mana pun dia akan tinggal, aku akan ikut dengan mommy. Meski itu artinya jika mommy memilih kembali ke Sidney, aku tetap akan mendukung keputusan mommy.

"Boys, aku rasa kita perlu bicara serius. Kalian berdua ikutlah denganku." Jarret dan Jack langsung berdiri dan mengikuti ayah biologisnya masuk ke sebuah ruangan rahasia.

"Tuan," Sapa Ramos menunduk hormat.

"Bagaimana?" tanya Ben tanpa basa basi.

"Sabotase." Jawaban singkat Ramos membuat mata kedua anak Giani membelalak kaget. Sedang Ben tetap tenang. Dia sudah menduga hal itu, tapi apa motifnya?

"Katakan apa maksud uncle?" tanya Jarret, sorot matanya tajam dan menusuk. Dia maju di depan Ben dan mendongak menatap asisten ayahnya.

"Kebakaran yang terjadi di rumah Profesor Gilbert murni sabotase," jawab Ramos. Dari suara pria itu pun terdengar bergetar. Ben bisa merasakan asistennya terlihat sangat segan pada Putra pertamanya.

"Kenapa?"

"Daddy juga sedang mengusahakan untuk menangkap pelakunya, Jarret. Daddy belum tahu apa motifnya. Maka dari itu, Daddy harap kalian mau membujuk mommy kalian agar tinggal di sini. Bagaimana pun ini demi keselamatan mommy dan kalian."

Ben menatap penuh harap pada kedua putranya. Dia bisa melihat sorot kemarahan yang sangat besar di mata Jarret. Sementara Jack hanya diam, bahkan diamnya saja bisa membawa aura yang cukup kuat. Ben tak tahu akan seperti apa mereka nanti saat tumbuh besar. Karena sejak kecil saja mereka sungguh sangat mengerikan untuk anak seusia mereka.

"Dari mana uncle tahu itu sabotase?"

"Karena dinding yang hangus sebagian besar dari sisi luar. Sementara di beberapa bagian dalam rumah tidak terlalu. Dan yang paling parah adalah sisi bagian kamar Profesor. Ada kemungkinan itu unsur kesengajaan."

"Boleh aku meminjam komputer?"

"Gunakan sesukamu, Jarret."

Ben membawa Jarret dan Jackson duduk di kursi kebesarannya. Jarret menyalakan komputer milik ayahnya. Bahkan tanpa diberitahu kode aksesnya, dengan mudah Jarret bisa membukanya. Ramos mengusap tengkuknya. Ia merasa ngeri dengan kehebatan putra atasannya itu.

Seharusnya di sekitar jalan ini ada CCTV, 'kan?" Jarret menggerakkan mouse dan meminta pendapat Jack.

"CCTVnya juga dirusak?"

"Kemungkinan besar iya," kata Jarret. Dia terus menggerakkan jemarinya memasukkan beberapa kode. Raut wajahnya terlihat sangat serius. Ben hanya menatap apa yang putranya lakukan sembari melipat tangannya di dada.

Senyum Ben tercetak jelas kali ini, saat muncul gambar di komputernya.

"Kak, apa kau meretas satelit lagi?"

"Hanya ini yang bisa ku lakukan. Mata harus dibalas dengan mata. Jika ini benar-benar sabotase. Aku akan pastikan mencari keadilan untuk kakek."

"Ben menumpukan tangannya di sisi meja. Dia menatap tampilan gambar yang tertangkap. Tak tanggung-tanggung, bukan hanya satu satelit yang diretas oleh putranya. Namun, ada beberapa. Entah di beri makan apa putra-putranya hingga memiliki kecerdasan di atas rata-rata.

Saat semuanya sedang menatap komputer Elena mengetuk pintu ruangan Ben. "Tuan, Nona Giani sudah bersiap. Dia juga mencari Jarret dan Jack."

"Kenapa aku bisa lupa." Ben langsung mengajak kedua putranya. "Ayo guys kita bersiap. Sebentar lagi acara pemakaman kakek."

Jarret dengan cepat mengembalikan semuanya seperti semula. Dia menghapus semua data hasil retasannya. Ben dan Ramos lagi-lagi dibuat terpukau dengan kehebatan bocah itu.

Kini mereka semua ada di pemakaman umum di Charlton North, Victoria. Lokasinya di pinggiran Melbourne dan cukup jauh dari tempat tinggal Giani. Selama prosesi penurunan peti. Giani menatap kosong ke arah peti mati ayahnya. Jack dan Jarret menggenggam erat tangan ibunya di sisi kiri dan kanan. Tak banyak yang hadir. Ben sengaja membatasi para pelayat.

Saat peti ayahnya mulai ditutupi dengan tanah. Air mata Giani kembali menetes. Sungguh rasa hatinya sangat hancur melihat kepergian ayahnya yang tragis seperti itu.

"Mom."

"Mommy sekarang hanya punya kalian, jangan tinggalkan mommy sendiri."

Jarret dan Jack berdiri dari duduknya dan memeluk tubuh ibunya. "Kami janji akan menjagamu, Mom."

Mereka meninggalkan area pemakaman itu. Giani dituntun oleh Elena karena tubuhnya yang lemas. Saat akan memasuki mobil, lagi-lagi Giani pingsan. Beruntung Ben dengan sigap menangkap kepala Giani sehingga tidak terbentur lantai.

"Mom." Jarret dan Jackson menatap cemas ibunya. Ramos segera menggandeng kedua bocah itu dan membawanya masuk ke dalam mobil terlebih dulu.

...****************...

1
Puput Regina Putri
😂😂😂emng bisa yak semudah itu
ahyuun.e
lah bukannya si pak alexander dr obgyn yah? pas lahiran si kembar kan dia yg bantu lahiran, kok mood swing ibu hamil ngak paham /Frown/
ahyuun.e
ben ini emang gak berguna, lalai dari segala hal mnyebalkan
H
😂😂😂
Nicko Putra Jelita
Luar biasa
H
😍😍😍
Kace
Biasa
Kace
Buruk
Datu Zahra
udah nanya dikasih jawab malah disalahin, Ben gila
Datu Zahra
Sesuatu yang sudah terikat pasti akan selalu terhubung tanpa sengaja.
Asnita Sari Erni Aciak
Luar biasa
Asnita Sari Erni Aciak
Lumayan
al
Luar biasa
ℳ𝒾𝒸𝒽ℯ𝓁𝓁 𝒮 𝒴ℴ𝓃𝒶𝓉𝒽𝒶𝓃🦢
Astaga jahat bgt ni orang, jelas2 istri nya lagi hamil bisa di sejahat itu bikin anak blm lahir mau jd yatim 🥲
ℳ𝒾𝒸𝒽ℯ𝓁𝓁 𝒮 𝒴ℴ𝓃𝒶𝓉𝒽𝒶𝓃🦢
Martha & Thomas
choco_mochi
semangat berkarya thorr
chim²
tks ceritanya..
Racan Ok
lanjut thort
ibeth wati
ululuh ganteng banget si jirayut eh jaret bikin hati bude berdebar ini mah
ibeth wati
g bisa bayangin binatang buas yg SDH jinak dulu saat Zoro ngajak bermain Gianni aja sampai gegar otak gimana klo kesenggol giginya ya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!