Sehari sebelum Dipta meninggal, ia meminta Liam untuk menikahi Vana, tunangannya.
Liam Mahendra adalah seorang dokter yang memutuskan hubungan bersama kekasih hampir empat tahun mengisi hatinya, ia memilih menepati janji yang ia buat di rumah sakit untuk menikahi Vana, calon istri sahabat baiknya Dipta.
Liam memang tak mencintai Vana, namun setelah menikah akankah bisa merubah perasaannya? Dan benarkah pilihan yang ia ambil memang ditentukan takdir?
Cinta, kecewa dan amarah mengisi penuh cerita ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Achakajayes, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kencan Pasangan
Liam memakai kaos putih di padukan celana hitam dan sepatu hitam. Ia juga menata rambut sedikit acak terkesan santai. Sedangkan Vana memakai dress putih sampai menutupi bagian lutut dan sweater berwarna pink. Rambutnya pun di kepang satu.
Selalu cantik...
Liam sibuk dengan pujian di kepala sampai tidak merespon tiga panggilan Vana yang menanyakan sampai kapan mereka berdiri di samping mobil..
"MAS LIAM!"
Beberapa manusia yang juga ada di parkiran bawah tanah mulai menatap ke arah keduanya.
"Hehe, maaf Pak.. Buk... " Vana serta Liam menundukkan kepala.
"Maafin aku Vana...", kelemahan Vana adalah susah untuk marah. Jadilah dia memaafkan Liam, untuk kali ini.
Brak!
Diperjalanan Liam memutar musik yang tersedia di mobil, ada beberapa lagu barat romantis. Sebagai contoh can't take my eyes off you.
Ah itu lagu favorit keduanya, bahkan tanpa sadar Liam dan Vana menyanyikan bersama.
Dan di bagian Reff, pandangan keduanya saling memaku.
Can't take my eyes off of you
I love you, baby
And if it's quite alright
I need you, baby
To warm the lonely night
I love you, baby
Trust in me when I say
Oh, pretty baby
Don't bring me down, I pray
Oh, pretty baby
Now that I've found you, stay
And let me love you, baby
Let me love you
. . .
Tin! Tin!
Suara klakson dari arah belakang menghentikan aksi tatap menatap intens pasutri yang kini saling merona.
Hampir saja..
...----------------...
"Meoww... Meoww... "
Taman tempat event berlangsung berisikan banyak pasangan bersama kucing pilihan mereka. Kedua orang yang sebenarnya tak menyukai tempat ramai tampak menghela nafas kasar.
"Silahkan tukar tiketnya disini!"teeriakan itu mengalihkan pandangan Liam. Dia bergegas ke loket penukaran tiket, sedang Vana masih mengedarkan pandang ke sekeliling.
Seorang ibu hamil yang tengah duduk bersama suami dan kucing peliharaan menyita perhatian. Pasangan yang sangat serasi.
Vana menarik kedua sudut bibir ke atas, terharu akan tindakan romantis suami wanita tersebut.
"Aaaa... Perhatian sekalii", sekembali Liam bersamaan bunga gratis dari loket, ia ikut menatap kemana arah pandangan istrinya.
Perempuan memang suka menatap keromantisan orang lain ya? Aku kan bisa melakukan hal itu..
Liam mengambil Regal dari dekapan Vana kemudian memasukkan ke dalam tas ransel terawang khusus untuk hewan peliharaan.
"Kenapa malah di masukin ke situ?", mukanya berubah cemberut.
Grep.
Liam menyentuh pinggang Vana agar lebih berdempet lantas tanpa buang-buang waktu dia menyatukan tangan di sela-sela jemari Vana. Kini mereka bergandengan.
" Ini bunga buat kamu", Vana tersipu menerima bunga pemberian Liam.
Padahal itu kan bukan buket bunga beli, hanya hadiah. Setiap wanita yang ada di event juga punya buket seperti Vana.
Apapun itu jika tangan yang memberikan dari suamimu, pasti akan menjadi spesial.
...----------------...
PAK!
Dengan langkah gontai pria dengan setelan jas yang melekat terlihat geram karena mendapat pukulan dari papanya.
"Alex! Tegap papa bilang!", Abraham tak main-main akan ucapannya itu. Ia selalu membawa tongkat ketika berjalan, ternyata ada gunanya.
"Pa! Ngapain kita di perusahaan si Amira, katanya ada rapat?"
Satu gerakan terhenti, seluruh anak buah yang lain juga akan berhenti di tempatnya. Abraham dengan wajah tegas menatap sinis anak nya yang selalu mengesalkan dan selalu menghamburkan duit.
"Justru itu kita ada rapat disini. Dan kamu harus jaga sikap untuk kali ini, jika tidak..."
"Siap-siap masuk ke ruangan merah"
*Fyi; ruangan merah adalah tempat hukuman khusus dari ayah Alex agar membuat anaknya jengah.
Tapi rupanya dia hanya akan menurut selama beberapa bulan, kemudian berbuat onar kembali.
"Pa... Aku ada kesibukan bisa gak lama rapatnya?"
"Apa kesibukan kamu selain masuk sana—sini?"
Sh!t punya bokap mulut gak di filter.
. . .
Ruangan rapat yang seperti biasa besar pada umumnya, di atas meja terdapat nama sesuai perusahaan masing-masing juga tentu nama mereka. Alex berada di urutan paling pinggir, disusul papanya.
Ia bisa melihat siapa nama yang duduk di tengah-tengah (kursi kebesaran) tentu pemilik perusahaan ini sendiri.
Sepupu again...
Amira Louisiana.
Tap... Tap... Tap...
"Selamat datang kembali paman", sapa gadis yang selalu berhasil menyita perhatian orang-orang terdekat Alex.
Dia tak menyukai Amira tapi juga kadang kasian akan nasib Amira. Dimana harusnya perempuan bisa berfoya-foya menikmati hidup, dia justru harus menjadi sempurna untuk membanggakan papa super sempurnanya.
Ck... Takdir kita sama cuman gua yang lebih pinter dibanding lo...
Amira duduk kemudian menahan gelak tawa ketika menatap raut permusuhan Alex.
"Hey? Pemandangan langka nih, lo mau dateng kesini?", telinga Alex memanas. Tapi dia berusaha untuk biasa saja. Sudah mengenal lama, hal seperti sindiran sudah biasa.
Ingat kejahilan Amira yang pernah membuat Alex di tampar? Itu yang lebih parah dari seluruh nya, terhitung tujuh kali Alex di perlakuan demikian.
"Gua gak kayak lo Mir... Boneka berjalan."
Skakmat.
...----------------...
Ekhm. . .
"Mbak? Mas? Ini bukan foto ktp, ayo dempetan"
Ide Liam mengajak Vana foto bersama di salah satu bingkai besar berbentuk hati sejujurnya membuat gadis itu malu. Gimana enggak? Ada pasangan lain yang sedang bersorak dan menatap ke arah mereka untuk menunggu sesi foto berikutnya.
"Wahh! Itu pasangannya serasi banget liat deh pa"
"Jadi pengen nikah lagi ma... Eh maksudnya muda lagi!"
"Cium! Cium! Cium!"
Teriakan pasangan jauh lebih muda di ujung spontan membuat lainnya ikut berteriak demikian.
"Eh? Boleh tuh mas sama mbak, kalian sudah sah belum?"
Liam tersenyum paksa lalu mengangguk sedangkan istrinya malah menggeleng.
"I-iya... "
"Enggak! Eh... "
Decakan dari bibir Liam jelas terlihat, istrinya gak mengakui mereka sudah menikah karena malu, apa-apaan dia?
"Mbaknya peluk pinggang suaminya pakek tangan kanan, itu kucingnya biarkan saja di tengah. Masnya pegang pundak dan satunya nyentuh kucing juga. Nah kepala mas noleh ke istri, nanti pas hitungan ketiga cium pipi nya"
Melakukan sesuai instruksi, keduanya dapat mencium aroma tubuh masing-masing. Hingga sengatan aliran listrik terasa mengalir di aliran darah keduanya. Bahkan detak jantung ikut berpacu tidak normal.
Vana sedikit melirik tangan gemetar Liam di pundaknya, sedangkan wajah pria itu tampak mencoba biasa-biasa saja.
"Mas kamu gugup?", bisik Vana.
Sebenarnya aku juga gugup tau!
" Haha, sedikit.. Ada banyak yang liat kita gini", sahut pria itu menelan ludah.
"Tapi kan ini ide kamu mas.. Tadi aku udah nolak"
Mana aku tahu kalau jadi pada ikutan semua karena liat kita tadi Vana...
Siapapun tolong dengar rengekan frustasi dokter Liam. Tak cukup di rumah sakit sekarang malah ada gerombolan ibu-ibu yang berteriak histeris ke arahnya, gak nyadar Liam lagi sama istrinya?
"Baik! Siap?"
"Satu... "
"Dua... "
Liam menarik nafas sebelum menoleh dengan memejamkan mata. Ah masa bodoh hasilnya yang penting udah nyium kan...
"Tiga!"
CEKREK//....
Cup.
Kurang lebih lima detik Liam bisa merasakan sesuatu menyentuh bibirnya. Ia bahkan tak sempat memejamkan mata akibat terkejut.
Fotografer yang memfoto tampak girang melihat hasil nya jauh lebih bagus bagaikan foto prewedding.
"Eh... Bu-bukannya aku yang cium mas?"
Bersambung.