Duda Kepentok Janda

Hari kini dilalui dengan indah, ada sebuah rasa yang menemani dengan hati yang saling mengerti. Waktu terasa cepat berlalu, sampai tidak menyadari jika ternyata dia selalu di sisi.

Sandra tampak baru saja turun dari taksi bersama Chila. Wanita itu mengenakan blus berwarna biru muda yang dipadukan dengan rok span panjang bawah lutut, tampak sopan dan rapi, serta sangat pas dengan umurnya. Mereka berjalan ke gedung apartemen tempat Farzan tinggal, dirinya mendapatkan alamat Farzan dari pesan chat, kemudian malam itu datang demi memenuhi janji untuk datang.

Di sisi lain. Farzan sudah berpakaian rapi meski tidak formal, membantu Bi Sum menyiapkan hidangan untuk makan malam.

“Memangnya yang datang berapa orang, Tuan?” tanya wanita paruh baya itu.

“Hanya dua,” jawab Farzan dengan senyum lebar.

Wanita paruh baya yang sudah ikut Farzan bertahun-tahun lamanya itu tampak heran melihat majikannya tersenyum lepas seperti itu, sudah lama wanita itu tidak melihat Farzan dalam kondisi bahagia. Dia bersyukur karena majikan yang selalu baik kepadanya itu kini bahagia setelah keluar dari rumah, tampaknya perceraian Farzan dan Grisel memang membawa pengaruh baik untuk pria itu.

Suara bel terdengar, Farzan dan Bi Sum langsung memandang ke arah pintu.

“Biar aku yang buka,” kata Farzan meletakkan piring ke meja.

Pembantunya itu hanya mengangguk, kemudian menyiapkan kekurangan yang ada di meja makan.

Farzan berjalan dengan senyum yang tidak pernah hilang dari wajah, kemudian membuka pintu dan melihat dua orang yang sangat ingin dilihatnya sudah berdiri di hadapannya sekarang.

“Ayo masuk!” ajak Farzan membuka lebar pintu mempersilakan.

Sandra melongok ke dalam sebelum masuk, lantas menatap Farzan yang memberi jalan.

“Masih sepi, apa belum pada datang?” tanya Sandra karena melihat apartemen pria itu masih sangat sepi dan tidak ada tanda-tanda orang lain di sana.

Farzan tersenyum kecil mendengar pertanyaan Sandra, kemudian berkata sambil menggandeng tangan Chila. “Sudah semua, aku hanya mengundang kalian.”

Setelah mengucapkan itu, Farzan langsung mengajak Chila masuk dan meninggalkan Sandra dengan kebingungan di ambang pintu.

“Hah? Apa?” Sandra tampak terkejut karena hanya dia dan Chila yang diundang. Apa benar itu acara syukuran pindah rumah, jika hanya mereka yang datang mendoakan.

Sandra merasa aneh dengan yang terjadi, tapi kemudian memilih mengabaikan dan berjalan menyusul Farzan.

Bi Sum cukup terkejut ketika melihat Sandra dan Chila, awalnya berpikir jika yang diundang adalah teman kantor atau saudara Farzan. Namun, ternyata tamu yang dimaksud Farzan adalah seorang wanita dan anaknya.

“Oh ya, ini asisten rumah tanggaku. Dia ikut tinggal di sini, karena ya kamu tahu sendiri bagaimana,” ujar Farzan ambigu menjelaskan. Terlihat senyum terbit di wajah pria itu, meski mungkin kondisi hati sedang tak baik-baik saja karena jalannya perceraian dengan sang istri.

Sandra mengerti, lantas mengangguk sopan dengan senyum tipis di wajah.

“Selamat datang Nyonya,” sapa Bi Sum karena melihat Sandra yang begitu sopan dan murah senyum.

“Jangan panggil Nyonya, panggil Bu atau nama saja tidak apa-apa. Saya Sandra,” kata Sandra yang tidak enak dipanggil dengan sebutan ‘Nyonya’.

“Oh, baik Bu.” Bi Sum tersenyum-senyum sendiri mengetahui jika majikannya mengundang wanita ke sana.

Selagi Sandra berkenalan dengan Bi Sum, Chila berdiri dengan tas punggung kecil di belakang tubuh, gadis itu hanya mengamati percakapan orang dewasa. Farzan yang melihat hal itu lantas berjongkok, kemudian memegang kedua lengan Chila.

“Chila bawa apa?” tanya Farzan.

Sandra menoleh Farzan saat mendengar pria itu bicara dengan putrinya.

“Buku gambar,” jawab Chila.

“Dia tidak bisa meninggalkan bukunya, karena itu ke mana pun pergi pasti dibawa,” ucap Sandra sambil menatap Farzan dan Chila.

Farzan mengerti, lantas mengusap kepala Chila dengan lembut.

“Nanti menggambar denganku setelah makan, gimana? Mau nggak?” tanya Farzan dan langsung mendapat jawaban sebuah anggukan dari Chila.

Terlihat senyum kebahagiaan di wajah Farzan, senyum yang sudah sangat lama terkubur dalam jurang nestapa karena kesabaran yang tak mendapat balas. Pria itu kini menemukan kebahagiaan yang diharapkan selama ini, serta sedang berusaha untuk mendapatkan kebahagiaan itu.