Zahra, gadis biasa yang begitu bahagia dengan kehidupan remaja pada umumnya, tiba-tiba harus meminta seorang ustad yang usianya jauh di atas dirinya untuk menikah.
***
"Ustadz Zaki!" panggilnya dengan sedikit ngos-ngosan, terlihat sekali jika gadis itu baru saja berlari.
Dua pria berbeda generasi yang tengah berbicara itu terpaksa menoleh kepadanya.
"Zahra, bisa sedikit sopan kan, kamu tidak tahu sedang berhadapan dengan siapa!?" pria dengan baju putih dengan rambut yang juga sebagian memutih itu terlihat kesal, tapi si gadis tidak mengindahkannya. Tatapannya hanya tertuju pada sang ustadz.
"Ustad, menikahlah denganku!"
Pernyataan gadis itu tentu membuat sang ustadz tercengang, ia menatap pria di depannya bergantian dengan gadis yang baru datang dan tiba-tiba mengajaknya menikah itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon triani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ketakutan yang membawa berkah
Ustad Zaki bergegas pulang ke rumah, karena merasa jarak rumah dengan masjid tidak begitu jauh ia memilih jalan kaki, langkahnya semakin cepat saat melihat dari ujung gang, rumahnya masih terlihat gelap di banding dengan rumah di samping-sampingnya.
"Kenapa gelap?" gumamnya sambil semakin mempercepat langkahnya. Hatinya sudah di penuhi rasa cemas, tidak seharusnya ia meninggalkan istrinya sendiri hingga selarut ini.
Ustad Zaki segera merogoh kunci cadangan yang ia bawa di sakunya,
Ceklek
Suara pintu depan yang di buka membuat Zahra semakin ketakutan, bukannya bangun dari tempat tidur, ia semakin mengeratkan selimutnya.
"Assalamualaikum, dek Zahra!?"
Suara yang familiar itu seketika berhasil membuat Zahra bangun. Ia segera beranjak dari tempat tidurnya, melempar selimutnya secara asal.
Ia berlari keluar kamar dan ....
Srekkkk
Tubuhnya dengan cepat berpindah ke gendongan ustad Zaki dengan menyilangkan kakinya tepat di atas pinggang ustad Zaki dengan tangan yang mengalung sempurna di leher ustad Zaki membuat pria itu benar-benar terpaku dibuatnya.
Cklek
Tangan ustad Zaki yang tengah meraba dinding berhasil menemukan saklar lampu hingga membuat ruangan itu terang benderang.
Tapi kini bahkan wajah Zahra menyusup di dadanya,
"Dek!?" panggil ustad Zaki pelan.
"Hiks hiks hiks, aku takut!?" ucap Zahra tanpa berniat untuk mendongakkan kepalanya.
Ustad Zaki pun akhirnya mendekap tubuh Zahra, membawanya berjalan. Tubuh Zahra lumayan mungil untuk ukuran ustad Zaki sehingga sangat ringan baginya menggendong Zahra dalam posisi seperti itu.
Ustad Zaki memilih duduk di sofa ruang keluarga, hingga membuat posisi Zahra kini sudah berada di pangkuannya,
"Maafin mas ya, mas nggak tau kalau dek Zahra takut di rumah sendiri, lain kali_!"
"Nggak lain kali!?" potong Zahra dengan cepat,
"Baiklah, jika mas ke masjid. Mas akan ajak dek Zahra, bagaimana?"
Zahra hanya menggelengkan kepalanya,
"Dek ini sudah terang loh, mau tetap seperti ini? Kalau mas sih nggak keberatan."
Zahra baru menyadari sesuatu, ia mendongakkan kepalanya dan tepat di hadapannya kini wajah tampan ustad Zaki,
Zahra pun segera melepaskan tangannya yang berada di leher ustad Zaki tapi dengan cepat ustad Zaki menarik pinggang Zahra hingga membuat tubuh mereka semakin dekat lagi.
"Ma_mau ngapain?" tanya Zahra dengan suara yang bahkan tercekat di tenggorokan.
"Kayaknya kamu suka dengan posisi yang seperti ini!?" goda ustad Zaki.
Srekkkk dengan cepat Zahra mendorong tubuh ustad Zaki, "Jangan macam-macam deh!?"
"Duduklah lagi!?" ucap ustad Zaki sambil menepuk tempat kosong di sampingnya.
"Nggak mau!?"
"Baiklah. kalau begitu aku akan pergi lagi."
"Jangan dong, aku takut!?" akhirnya Zahra menyerah dan duduk di samping ustad Zaki.
"Takut apa?"
"Ada suara di belakang!"
"Suara?"
"Hmmm!?"
"Tidak pa pa, biar mas periksa, tunggu di sini!?" ustad Zaki pun kembali berdiri tapi dengan cepat Zahra ikut berdiri dan menggandeng tangan ustad Zaki, membuat ustad Zaki tersenyum senang.
Mereka mulai menyalakan lampu dapur dan memeriksa apa yang sudah mengeluarkan suara, ternyata jendela dapur belum tertutup sempurna hingga mengeluarkan bunyi saat tertiup angin,
"Ini belum di tutup, dek!?"
"Kenapa nggak di tutup tadi?"
"Kayaknya mas yang lupa!"
"Memang iya!?"
Zahra pun melepaskan lengan ustad Zaki dan bergegas kembali ke ruang keluarga.
"Dek, kamu nggak laper?" tanya ustad Zaki lagi saat ingat jika mereka belum makan.
"Dodo amet!?" teriak Zahra kesal, ia memilih menyalakan tv dengan volume yang tinggi.
Ustad Zaki pun memutuskan untuk memasak apa yang ada di dapur, hanya ada nasi dan telur, akhirnya ia memutuskan untuk memasak nasi goreng.
Bersambung
Jangan lupa untuk memberikan Like dan komentar nya ya kasih vote juga yang banyak hadiahnya juga yang banyak biar tambah semangat nulisnya
Follow akun Ig aku ya
IG @tri.ani5249
Happy Reading 🥰🥰🥰🥰
mksh kk baik🥰