Satu malam naas mengubah hidup Kinara Zhao Ying, dokter muda sekaligus pewaris keluarga taipan Hongkong. Rahasia kehamilan memaksanya meninggalkan Jakarta dan membesarkan anaknya seorang diri.
Enam tahun kemudian, takdir mempertemukannya kembali dengan Arvino Prasetya, CEO muda terkaya yang ternyata adalah pria dari malam itu. Rahasia lama terkuak, cinta diuji, dan pengkhianatan sahabat mengancam segalanya.
Akankah, Arvino mengetahui jika Kinara adalah wanita yang dia cari selama ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aisyah Alfatih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19. Rencana savira
Malam menua dengan tenang di sebuah restoran atap tinggi yang menghadap langsung ke gemerlap lampu kota. Suara alat makan berpadu dengan lembutnya musik jazz yang mengalun pelan. Di salah satu sudut ruangan, seorang pria berjas hitam duduk dengan postur elegan namun dingin, pria itu adalah Andrian Pratama. Di hadapannya, seorang wanita berpenampilan glamor dengan gaun merah darah sedang menyesap wine sambil menatapnya dengan senyum penuh perhitungan.
“Jadi?” tanya Savira sambil memutar gelasnya pelan.
“Bagaimana hasilnya?”
Andrian menatap wanita itu tajam sebelum meletakkan sendok di atas piring. “Berjalan sesuai rencana. Dokter Zhao ... atau Kinara itu sudah percaya dengan semua yang aku katakan. Dia tampak terkejut, tapi tidak curiga. Aku pastikan dia akan terus memikirkanku.”
Savira mengangkat alis, senyum kecil menghiasi wajahnya. “Bagus, semakin dia percaya, semakin mudah kita kendalikan. Kau tahu kan, apa yang terjadi kalau dia sampai tahu kebenaran sebenarnya?”
Andrian menatap kosong ke arah pemandangan malam di balik kaca besar restoran.
“Dia tidak akan tahu. Aku sudah memainkan peranku dengan baik. Dan soal kalung itu ... dia menatapnya seolah itu kunci masa lalunya.”
Savira terkekeh pelan. “Tentu saja, kalung itu memang kunci ... tapi bukan untuk membuka masa lalunya, melainkan menutupnya. Pastikan dia terus percaya bahwa kau ayah anak itu, Andrian.”
Andrian menatap Savira tajam. “Dan setelah itu?”
Savira mencondongkan tubuh, suaranya menurun jadi berbisik.
“Setelah itu … kita akan masuk lebih dalam ke keluarga Prasetya. Dengan cara itu, tidak ada yang akan curiga padamu atau padaku.”
Andrian diam sejenak, lalu mengangguk pelan. Menatap seringai Savira yang begitu tajam.
Di sisi lain kota, di kamar sederhana penuh kehangatan, Kinara duduk di tepi ranjang sambil mengelus rambut Ethan yang tertidur lelap. Napas kecil anak itu teratur, damai. Di bawah cahaya lampu temaram, wajah Ethan terlihat begitu mirip dengan pria yang ia temui siang tadi.
Kalung kecil berinisial “A.P.” itu tergeletak di atas nakas di samping tempat tidur. Kinara menatapnya dengan pandangan kosong, hatinya masih berdebar.
“Mungkinkah dia ayahmu, Nak?” bisiknya nyaris tanpa suara. “Tapi … kenapa aku tak merasakan apa-apa saat melihatnya? Tak ada getaran, tak ada ikatan yang seharusnya kutahu...”
Dia menarik napas panjang, berusaha menenangkan pikirannya yang kalut. Semua terasa seperti teka-teki yang tidak punya ujung. Tiba-tiba ponselnya berdering keras, membuatnya sedikit terlonjak. Ia segera meraihnya dari meja, nama Tuan Arvino tertera di layar.
“Halo?” suaranya terdengar lemah.
[Kinara, Kakek tiba-tiba kejang!] suara Arvino terdengar panik di seberang. [Kau sudah siapkan obat suntiknya, kan?]
Kinara langsung tersadar dari lamunannya. “Ya, aku sudah siapkan dua suntikannya, Tuan Arvino. Tapi … Ethan baru saja tidur.”
[Aku akan jemput kalian sekarang,] jawab Arvino cepat. [Kau harus segera ke rumah besar, ini darurat.]
Kinara menatap wajah kecil Ethan sekali lagi sebelum berdiri. Dia mengambil tas medis di meja, memastikan dua tabung suntik itu tersimpan aman di dalam kotak pendingin kecil.
“Tidurlah, Sayang…” ucapnya pelan, membenarkan selimut di tubuh Ethan, sembari menunggu Arvino tiba. Beberapa menit kemudian, suara klakson mobil terdengar dari luar rumah. Arvino, masuk dan mengambil Ethan di kamarnya. Kinara segera keluar mengikuti pria itu, angin malam menyambutnya dengan dingin menusuk tulang. Dia masuk ke mobil Arvino, yang terlihat cemas namun tetap berusaha tenang.
Tanpa banyak bicara, mobil itu melaju menembus jalanan malam.
Beberapa saat. selalu, mobil berhenti di depan kediaman Prasetya. Arvino masuk dengan langkah cepat, menggendong Ethan yang masih terlelap di pelukannya. Wajah anak itu tenang, tertidur dengan kepala bersandar di bahu Arvino, dan pemandangan itu membuat dada Kinara tiba-tiba terasa hangat.
Dia berjalan beberapa langkah di belakang Arvino, matanya tak lepas dari punggung tegap pria itu. Entah kenapa, hatinya menegang tapi sekaligus bergetar lembut.
'Andai saja Tuan Arvino benar Daddy Ethan … pasti anakku akan sangat bahagia,' batinnya lirih. Pipinya bersemu pelan tanpa ia sadari, menyadari betapa aneh tapi nyata keinginan itu. Ketika mereka masuk ke ruang tamu, Mawar, sudah menunggu dengan wajah cemas.
“Dokter Zhao!” serunya lega. “Cepat, Ayah mertua kejang lagi. Dia ada di kamar, Arvino bawa anak itu ke lantai atas dulu, biar Dokter Zhao mengurus Kakek.”
Tanpa banyak bicara, Arvino mengangguk dan segera membawa Ethan menaiki tangga besar rumah itu, sementara Kinara membuka kotak medisnya dan bergegas menuju kamar Tuan Besar Prasetya.
Sesampainya di sana, Kinara langsung menyiapkan alat suntik. Tangannya cekatan, sementara matanya memeriksa denyut nadi dan napas sang pasien.
“Sudah berapa lama kejangnya, Kakek?” tanya Kinara serius.
Mawar menjawab sambil menahan gemetar, “Sekitar sepuluh menit sebelum kalian datang. Setelah makan roti yang dikirim pelayan.”
“Roti?” Kinara mengerutkan kening. “Apa jenisnya?”
“Selai kacang almond. Aku tidak tahu pelayan menggunakan selai itu,” jawab Mawar menyesal.
Kinara tersentak kecil, matanya membulat. “Kacang almond? Jadi … Tuan Besar punya alergi?”
Mawar menghela napas panjang. “Ya, dan bukan hanya dia. Seluruh keluarga kami punya riwayat alergi yang sama. Dulu ayah Arvino meninggal karena serangan alergi berat setelah tanpa sengaja mengonsumsi makanan serupa. Bahkan Arvino juga … dia juga alergi kacang almond. Makanya aku selalu melarang siapa pun menyentuh bahan itu di rumah.”
Wajah Kinara memucat seketika. Tangannya yang memegang suntik sedikit bergetar. Ia teringat sesuatu tentang anaknya, Ethan.
'Ethan juga alergi almond ... sama persis seperti...'
Dadanya mendadak terasa sesak. Tapi ia tak sempat melanjutkan pikirannya karena Tuan Besar mulai stabil, dan Mawar menepuk bahunya pelan.
“Terima kasih, Dokter Zhao. Kau benar-benar menolong kami,” ucap Mawar tulus. “Malam ini menginaplah di sini. Kasihan Ethan, pasti masih tertidur, besok saja pulangnya.”
Kinara sempat menolak sopan. “Tidak perlu, Nyonya, saya...”
Namun Mawar tersenyum lembut tapi tegas. “Sudah, anggap saja ini rumah sendiri. Arvino akan lebih tenang kalau tahu kalian berdua aman di sini.”
Pelayan pun datang menghampiri. “Nyonya, kamar atas sudah siap.”
Kinara akhirnya mengangguk pelan. Dia mengikuti langkah pelayan menaiki tangga besar. Suasana rumah sunyi, hanya lampu dinding berwarna keemasan yang memandunya di sepanjang lorong. Pelayan berhenti di depan sebuah pintu.
“Ini kamar di mana Tuan Arvino biasa tidur,” ucap pelayan sopan. “Anak Anda juga sedang istirahat di dalam.”
Kinara menatap pintu itu beberapa detik sebelum akhirnya memutarnya perlahan, pintu terbuka pelan dengan suara decit halus.
tp lbih bgus skr lgsg d pecat
udah salah belaga playing victim lagi
Zaki.... segera urus semua berkas pernikahan Arvino dan Kinara .
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
dan Arvino harus pantau terus Kinara dan Ethan di manapun mereka berada . karena Savira dan Andrian selalu mengikuti mereka dan mencari celah untuk menghasut Kinara .
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
up LG Thor 😍