Terjerat Pernikahan Dengan Pria Kejam
"Maaf, Tuan Asil. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi nyawa Nona Lunara tidak tertolong, dia meninggal," ucap Dokter Hasad lirih.
Tangis kembali pecah, memecahkan keheningan yang beberapa waktu lalu tercipta. Di depan ruangan ICU itu semakin tegang, aksi jambak-menjambak kembali terjadi setelah pernyataan sang dokter yang menyayat hati.
Lunara dinyatakan meninggal setelah mengalami kecelakaan, ia yang sedang menyeberang ditabrak oleh pengendara motor, itulah menurut saksi.
"Dasar pembunuh, enyah kau dari dunia ini," ucap Ayla berteriak. Ia adalah salah satu teman dekat Lunara yang paling murka dengan kejadian yang menimpa sang sahabat.
Mirza Asil Glora ambruk seketika. Seluruh organ tubuhnya seakan ikut mati bersama dengan pernyataan itu. Wajahnya merah padam memendam amarah, Matanya berkaca dengan tangan yang mengepal sempurna. Darahnya mendidih mengingat cerita dari Ayla yang melihat kejadiannya.
Kesedihan dan kemarahan bercampur aduk membuat dada pria yang itu sesak, bahkan beberapa kali ia harus mensuplai oksigen untuk bisa bernapas.
Ulu hatinya teriris, kenyataan ini bahkan lebih pahit daripada menelan empedu. Tak menyangka, hubungan yang dirancang sedemikian indah berakhir tragis, mereka berpisah untuk selama-lamanya.
Bukan ini yang Mirza inginkan. Dipisahkan oleh maut, bukan berarti harus secepat kilat, bahkan ia belum bisa menikmati manisnya menjalani rumah tangga dengan wanita itu. Apakah ini adil?
Lunara adalah tunangan Mirza. Mereka akan melangsungkan pernikahannya besok, namun kini semua itu hanya tinggal rencana yang tak mungkin tercapai.
Lunara meninggalkannya nya begitu saja tanpa pamit.
Mirza menoleh, menatap gadis yang terisak, wajahnya tampak lebam dengan pipi yang basah kuyup. Sudut bibirnya dipenuhi darah segar akibat aksi beberapa teman Lunara.
Ya, itu adalah gadis yang menabrak Lunara. Dia bernama Haira. Gadis cantik berumur 19 tahun yang bekerja di sebuah pabrik garmen ternama. Ia tak sengaja menabrak Lunara karena sedikit pusing.
Jangan ditanya penampilannya, pasti sederhana. Ia hanya gadis polos yang datang dari kampung untuk mengais rejeki. Baru tiga bulan dirinya diterima, dan kini harus mengalami musibah tragis.
"Saya tidak bersalah, Tuan," Haira mengucap dengan bibir bergetar, rasa sakit itu menjalar di sekujur tubuhnya, bahkan kulitnya banyak luka yang terasa perih.
"Jangan bohong!" pekik Ayla kembali mencekik leher Haira hingga kesulitan bernapas.
Tangannya terus mencengkal tangan Ayla yang hampir saja membunuhnya. Namun apa daya, Haira sudah kehabisan tenaga hingga ia tak bisa melawan wanita itu.
Mirza masih bergeming, sedikit pun tak ada belas kasihan pada Haira yang nampak menderita, namun ia pun belum ingin turun tangan meskipun sekujur tubuhnya dibakar dendam.
Untuk saat ini ia tak bisa memikirkan apapun selain calon istrinya yang sudah menjadi mayat. Masih belum percaya dengan kejadian yang menimpanya.
Pintu terbuka lebar.
Mirza mendongak, menatap brankar yang didorong dari dalam, dengan posisi duduk ia menggenggam satu kaki ranjang itu hingga menghentikan langkah dokter.
Buliran bening lolos membasahi pipi hingga jatuh ke lantai yang berwarna putih mengkilap.
Tangannya gemetar, seakan tak sanggup untuk menatap wajah Lunara.
Sekuat tenaga Mirza berdiri. Menyentuh kain yang menutupi tubuh Lunara. Menariknya dengan pelan, hingga menampakkan wajah pucat gadis itu.
Mirza tergugu, air matanya mengalir semakin deras bak banjir bandang. Berjalan pelan, mendekatkan wajahnya di telinga Lunara yang kini sudah terbujur kaku.
"Kenapa kamu tega meninggalkan aku," ucap Mirza di sela-sela tangisnya. Tangannya mengelus, mengusap lembut pipi sang kekasih.
Kenangan indah yang pernah mereka lalui. Pahit manis perjalanan cinta yang menghiasi waktu demi waktu terus terlintas di benaknya. Betapa hancur nya hati Mirza saat ini ditinggalkan orang yang paling ia cintai.
Erkan, sang sekretaris itu maju satu langkah. Merangkul tubuh Mirza yang masih bergetar hebat.
"Sudah, Tuan, biarkan Nona Lunara tidur dengan tenang, jika Tuan seperti ini, dia pasti akan sedih," tutur Erkan menyemangati.
Perlahan Mirza melepaskan pegangannya. Membiarkan sang dokter membawa mayat Lunara ke ruang jenazah.
Mirza berjalan pelan menghampiri Haira yang masih duduk bersandar di dinding dengan kepala terbenam di antara lutut dan paha. Tubuhnya yang penuh dengan luka itu membuatnya lemah, jangankan untuk berdiri, untuk bergerak saja terasa nyeri.
Dentuman sepatu dan lantai yang semakin dekat membuat Haira terkejut. Ia menatap sepatu hitam mengkilap di depannya, lalu beralih menatap wajah pria tampan yang mematung di depannya.
"Tuan, saya minta maaf. Ini bukan kesalahan saya sepenuhnya," ucap Haira mengiba.
Mirza berjongkok, mengangkat dagu Haira dengan satu jarinya. Menatap tajam mata Haira yang nampak sendu. Tidak ada rasa kasihan sedikitpun melihat gadis di depannya itu.
"Lalu kesalahan siapa, Lunara?" bentak Mirza sekencang-kencangnya hingga membuat mata Haira terpejam. Ia tak sanggup menatap mata Mirza yang menyala.
Mirza mendorong kepala Haira dengan kasar hingga terbentur di dinding. Kembali berdiri dan berkacak pinggang.
Dua orang polisi datang setelah mendapatkan panggilan.
"Selamat malam, Tuan," sapa polisi pada Mirza.
"Bawa dia!" Menunjuk Haira. "Biarkan dia membusuk di penjara," lanjutnya tanpa ragu.
Haira menangis histeris. Meraih kaki Mirza dan merangkulnya dengan erat.
"Tuan, saya minta maaf, jangan masukkan saya ke penjara," pinta Haira memelas, ia tak bisa membayangkan, bagaimana jika itu sampai terjadi, pastu nenek dan adiknya akan sok, bahkan dia tak bisa lagi bekerja dan menghidupi mereka.
Mirza tak peduli dengan rengekan Haira, ia menendang gadis itu hingga tersentak ke belakang. Rok hitam selutut yang di pakai gadis itu tersingkap hingga menampakkan paha nya. Mirza memalingkan pandangannya seketika.
Tanpa menunggu waktu, dua polisi bertubuh kekar itu menarik Haira dan menyeretnya dengan paksa. Memborgol kedua tangannya seperti layaknya tahanan.
"Erkan," panggil Mirza dengan suara berat. Matanya tak teralihhkan dari Haira yang semakin menjauh.
"Saya, Tuan." Erkan menghampiri Mirza.
"Kamu cari tahu siapa keluarga gadis itu. Mereka semua harus bertanggung jawab atas kematian Lunara."
Erkan menatap wajah Mirza yang sangat mengerikan. Tuannya itu bagaikan singa buas yang siap menerkam mangsanya.
"Ba… baik, Tuan. Saya akan segera menyelidiki keluarganya."
Setelah Erkan pergi, Ayla yang masih terisak menghampiri Mirza. Mengelus bahu lebar pria itu.
"Kamu yang sabar, jangan biarkan gadis itu lolos begitu saja. Dia pantas mati."
Seharusnya memang dia yang mati, bukan Lunara.
"Saya tidak bersalah, Pak." Haira tak henti-hentinya memohon ampunan pada polisi. Ia menangkup kedua tangannya. Meminta belas kasihan pada mereka untuk membebaskannya.
"Diam!" teriak salah satu petugas yang risih dengan suara Haira. Satu kata itu membuat Haira diam seketika.
Nenek, tolong aku. Seandainya ada jalan lain, pasti akan aku pilih supaya aku tidak dipenjara, tapi sayang, mereka tidak mau mendengarkan penjelasanku sedikit pun, Nek.
Haira pasrah, ia hanya mengharap ada mukjizat datang padanya. Sebab, hidupnya saat ini hanya ada di tangan satu orang, yaitu Mirza.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Febby Fadila
bgtulah kalau kita yg lemah pasti sulit untuk bicara
2024-07-03
3
Anonymous
ok
2024-06-24
0
Dedi Saputra koto
bagus
2024-06-20
1