NovelToon NovelToon
Terjerat Cinta Sang Duda

Terjerat Cinta Sang Duda

Status: tamat
Genre:Romantis / Patahhati / Duda / Tamat
Popularitas:2.8M
Nilai: 4.9
Nama Author: Rasti yulia

Cerita cinta seorang duda dewasa dengan seorang gadis polos hingga ke akar-akarnya. Yang dibumbui dengan cerita komedi romantis yang siap memanjakan para pembaca semua 😘😘😘


Nismara Dewani Hayati, gadis berusia 20 tahun itu selalu mengalami hal-hal pelik dalam hidupnya. Setelah kepergian sang bunda, membuat kehidupannya semakin terasa seperti berada di dalam kerak neraka akibat sang ayah yang memutuskan untuk menikah lagi dengan seorang janda beranak satu. Tidak hanya di situ, lilitan hutang sang ayah yang sejak dulu memiliki hobi berjudi membuatnya semakin terpuruk dalam penderitaan itu.

Hingga pada akhirnya takdir mempertemukan Mara dengan seorang duda tampan berusia 37 tahun yang membuat hari-harinya terasa jauh berwarna. Mungkinkah duda itu merupakan kebahagiaan yang selama ini Mara cari? Ataukah hanya sepenggal kisah yang bisa membuat Mara merasakan kebahagiaan meski hanya sesaat?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rasti yulia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

TCSD 31 : Makam dan Pasar Malam

"Apakah masih jauh?"

Dengan setelan celana Chino dan kemeja berwarna hitam dan sebuah kacamata hitam yang bertengger di hidung mancungnya, Dewa berjalan menyusuri jalan setapak untuk menuju sebuah tempat yang merupakan persinggahan terakhir wanita yang semalam mendatanginya.

Tidak memungkinkan bagi Dewa untuk membawa mobilnya sampai depan pemakaman, sehingga membuat lelaki itu menepikan mobilnya di tepi jalan raya. Ia turun dan mulai menyusuri jalan setapak untuk bisa sampai ke makam yang tidak lain adalah makam ibunda gadis yang baru beberapa hari ia kenal itu.

"Tidak Tuan, sebentar lagi kita akan segera sampai."

Mara yang berjalan di sisi Dewa masih terlihat begitu bersemangat untuk bisa sampai di 'rumah' sang ibu. Gadis itu juga nampak begitu anggun dengan A-line dress bermotif bunga-bunga dan sebuah selendang berbahan sifon yang ia pakai untuk menutupi kepalanya. Tak ayal, keanggunan Mara itulah yang sedari tadi membuat Dewa mencuri-curi pandang ke arah sang gadis.

Dewa dan Mara sudah tiba di depan area pemakaman. Sebuah lahan pemakaman yang nampak biasa-biasa saja dan mungkin sangat jarang dirawat karena di tempat ini nampak banyak rumput liar yang tumbuh tiada terkendali.

Langkah kaki kedua manusia itu terhenti tepat di samping sebuah gundukan tanah. Keduanya sama-sama berjongkok untuk bisa lebih dekat dengan gundukan tanah itu.

"Ibu... Mara datang. Semoga ibu selalu berada di tempat yang tenang di alam sana."

Angin yang berhembus kencang membelai kelopak-kelopak bunga kamboja, membuatnya berjatuhan menghiasi sebuah gundukan tanah yang hanya berhias sebuah batu nisan. Sebuah gundukan tanah yang merupakan 'rumah' terakhir seorang sinden yang pernah mencapai masa keemasannya di eranya dan yang tak lain adalah ibu dari gadis belia bernama Mara.

Kelopak-kelopak bunga kamboja itu seakan menjadi hiasan alam. Tanpa ditaburi oleh bunga-bunga tabur pun, 'rumah' terakhir Paramitha Andadari itu selalu nampak cantik dengan guguran kelopak-kelopak dari pohon Kamboja yang memayunginya.

"Ibu... Apakah ibu merindukan Mara? Akhir-akhir ini Mara selalu merasakan kehadiran ibu di dekat Mara. Bukan hanya Mara, Tuan yang saat ini berada di sisi Mara ini juga mengatakan jika semalam, ibu mendatanginya."

Bulir-bulir bening dari pelupuk mata Mara mulai berjatuhan, mengalir menyusuri pipi lembutnya. Sesekali ia nampak menyeka pipinya untuk menghilangkan jejak-jejak tetes air mata itu.

"Ibu... Ibu yang tenang di sana ya. Mara berjanji bahwa Mara akan baik-baik saja. Dan Mara berjanji akan selalu berupaya mewujudkan mimpi-mimpi Ibu di mana ibu ingin melihat Mara bahagia. Mara begitu yakin jika suatu saat nanti Mara bisa menjadi seorang wanita yang berhasil sama seperti yang ibu impikan."

Mara mengarahkan kepalanya tepat di atas batu nisan milik sang ibu. Perlahan, ia mengecup batu nisan itu seakan saat ini ia sedang mengecup kening sang ibu.

"Mara sangat mencintai ibu. Dan Mara yakin jika ibu akan selalu hadir di dekat Mara untuk menemani perjalanan hidup Mara."

Sebuah kecupan lekat dan dalam durasi yang panjang di atas batu nisan milik Paramitha menjadi akhir komunikasi Mara dengan sang ibu. Ia menoleh ke sisi tubuhnya, terlihat Dewa hanya terdiam dan terpaku.

"Tuan, hari sudah beranjak sore dan sebentar lagi petang akan datang menjelang, mari kita kembali!"

"Tunggu sebentar!"

Dewa menatap lekat batu nisan yang ada di hadapannya ini.

Aku tidak mengerti mengapa semalam Anda mendatangi saya dan meminta saya untuk menjaga putri Anda. Namun saat ini saya semakin mengerti jika putri Anda memang memerlukan perlindungan. Saya akan berusaha untuk memenuhi permintaan Anda. Tentunya untuk memastikan bahwa keadaan putri Anda ini akan baik-baik saja.

Perlahan, Dewa ikut mengusap-usap nisan milik Paramitha dan kemudian menciumnya dengan lekat pula. Mara yang melihat hal itu hanya bisa terperangah. Karena baru kali ini ia melihat ada seorang laki-laki yang mencium batu nisan sang ibu. Namun rasa hangat tiba-tiba menjalar di dalam tubuh Mara. Ia begitu terpukau dengan apa yang nampak di depan matanya ini.

Mengapa Anda terlihat begitu dekat dengan ibu, Tuan? Seperti seseorang yang telah lama mengenal ibu. Apakah mungkin ada sebuah janji yang Tuan ikrarkan di atas makam ibu ini?

"Mari kita kembali ke resort! Aku rasa untuk beberapa hari ke depan kita akan tinggal di sana."

"Baik Tuan!" Mara kembali mengecup nisan milik sang ibu. "Ibu, Mara pamit terlebih dahulu. Mungkin ketika Mara berada di Bogor, akan sangat jarang untuk mendatangi rumah ibu. Namun Mara pastikan bahwa ibu akan selalu berada di sini, di dalam pusara hati Mara."

Dewa dan Mara beranjak dari posisi jongkok mereka. Keduanya mulai mengayunkan langkah kaki untuk meninggalkan tanah pemakaman ini.

Tak jauh dari tempat Mara dan Dewa berada, nampak dua pasang mata menatap lekat apa yang dilakukan oleh keduanya. Sorot mata itu nampak begitu tajam, dan tidak lama terbitlah sebuah senyum seringai dari bibir pemilik kedua pasang mata itu.

***

"Tuan, bolehkah kita berhenti di sini sebentar?"

Dewa yang tengah fokus mengemudikan mobilnya sedikit mengerutkan keningnya tatkala tiba-tiba gadis yang duduk di sampingnya ini memintanya untuk menghentikan laju kendaraannya.

Mau tak mau Dewa menepikan mobil yang ia kendarai. "Ada apa? Apakah ada sesuatu yang kamu inginkan?"

"Lihatlah di sana Tuan! Saya ingin ke sana!"

Pandangan mata Dewa mengikuti kemana arah telunjuk tangan Mara. Dari kejauhan nampak sorot lampu warna-warni yang menyala terang dan begitu kontras dengan suasana waktu yang merangkak gelap. Keeadaan di sekitarnya begitu ramai. Hiruk pikuk lalu lalang orang-orang terlihat jelas dari tempat Dewa menepikan mobilnya.

"Itu sedang ada acara apa? Mengapa terlihat ramai sekali?"

Mara mengulas sedikit senyumnya. "Itu pasar malam, Tuan. Hampir setiap bulan pasar malam ini diadakan. Sebagai salah satu hiburan rakyat."

"Memang ada apa saja di dalam acara itu?"

"Hmmmmm biasanya ada hiburan dangdut, pertunjukan wayang kulit, keroncong, dan kuda lumping."

Dewa terperangah. Ia berpikir jika gadis di sampingnya ini ingin melihat salah satu dari pertunjukan itu. "Kamu ingin melihat salah satu dari pertunjukan itu?"

Mara terkekeh sembari menggelengkan kepalanya. "Tidak Tuan. Saya hanya ingin menikmati beberapa wahana yang ada di sana."

Dewa semakin mengerutkan keningnya. "Wahana apa?"

"Emmmmm mari, kita langsung ke sana saja!"

***

"Kamu yakin ingin menaiki ini?", tanya Dewa sedikit ragu dengan sesuatu yang berada di hadapannya.

Mara mengangguk mantap. "Yakin Tuan, memang kenapa? Apakah Tuan takut?"

Dewa tersenyum kikuk, sebenarnya ia memiliki sebuah trauma dengan ketinggian, namun agar terlihat tidak memalukan di hadapan seorang gadis, sekuat tenaga ia menutupi rasa takutnya itu.

"Hei, siapa bilang aku takut? Aku sama sekali tidak takut. Hanya permainan seperti ini aku juga berani menaikinya!" sanggah Dewa sedikit berbohong.

Mara tersenyum sambil refleks menggandeng lengan Dewa. "Kalau begitu, mari kita naik Tuan!!"

Dewa sedikit terkesiap tatkala merasakan jemari tangan Mara sudah menggenggam erat jemari tangannya. Ia melihat pertautan jemari tangan itu dan senyum manis tiba-tiba terbit begitu saja di bibirnya. Entah mengapa, rasa bahagia tiba-tiba terasa begitu membuncah di dalam dadanya.

Dewa kembali melihat sesuatu yang berada di hadapannya ini. Salah satu wahana permainan di pasar malam yang bernama kora-kora. Sebuah wahana berbentuk perahu, yang nantinya akan di ayunkan ke atas yang pastinya bisa membuat senam jantung bagi siapapun yang menaikinya.

"Ayo Tuan kita segera membeli tiket. Sebelum antre banyak!" rengek Mara seperti anak kecil yang sudah tidak sabar ingin segera menaikinya.

Dewa pasrah terhadap kemauan gadis ini. Ia membeli dua tiket kemudian mulai naik ke wahana kora-kora itu. Dewa terperangah. Ia mengira jika Mara akan memilih barisan paling depan tapi ternyata gadis itu memilih di barisan paling ujung belakang, yang pastinya akan mempunyai sensasi yang jauh lebih mengerikan lagi. Dewa hanya bisa menelan saliva nya dan tak dapat dipungkiri jika keringat dinginnya sudah mulai keluar semua.

"Wajah Sampeyan mengapa terlihat pucat Mas? Mas takut?" tanya seorang pemuda yang duduk di samping kiri Dewa.

Bibir Dewa mencebik. "Hei apa katamu? Takut? Tidak ada kata takut dalam kamus hidupku. Hanya permainan seperti ini saja aku juga berani!"

Dewa berbohong. Agar terlihat sebagai lelaki sejati ia rela berbohong untuk menutupi ketakutannya. Sedangkan pemuda itu hanya tergelak lirih. Bibir Dewa bisa berbohong namun tidak dengan wajahnya.

Setelah semua barisan bangku terisi penuh, sang operator wahana mulai mengayunkan perlahan kora-kora ini. Sekali ayun, masih biasa saja. Dua kali biasa saja, ketiga kali sudah lebih kencang dari sebelumnya. Keempat, kelima dan seterusnya wahana itu berayun sangat kencang.

"Aaaaaaaaaaaaaaaa!!!!!", teriak para penikmat wahana ini bersahut-sahutan saat tubuh mereka seperti diombang-ambingkan oleh ombak besar yang berada di lautan.

Dewa ternyata tidak bisa lagi menahan untuk tidak berteriak. Ia berteriak sangat kencang di samping Mara sembari memejamkan mata. Sumpah demi apa, jantungnya seperti terlepas dari tempatnya bersemayam. Sedangkan Mara, ia terlihat begitu antusias menikmati wahana ini. Tanpa memperdulikan lelaki yang duduk di sampingnya ini jika ia sudah ketakutan setengah mati.

Wajah Dewa semakin pucat dan rasanya ada sesuatu dari dalam perutnya yang ingin keluar. Akhirnya ia memilih untuk menenggelamkan wajahnya di pundak Mara dan menggenggam erat tangannya. Sedangkan Mara hanya terkikik geli dibuatnya.

.

.

. bersambung...

1
Deistya Nur
semangat terus ka, ditunggu karya terbarunya
marti 123
Biasa
marti 123
Kecewa
Masamba Kota
rasain...🤣🤣🤣
Masamba Kota
alah.....Dewa itu bego' ternyata
mengecewakan😡
💗vanilla💗🎶
semangat oma
💗vanilla💗🎶
sedihhh.. 😥
💗vanilla💗🎶
mampir ni thor /Smile/
Esih Mulyasih
Luar biasa
ganteng gaming
bagus
Hasbi Hasidiqi
ternyata cinta damar tulus ke dita bukan hanya sekedar nafsu aza....semoga setelah bebas dita bisa berubah dan hidup bahagia.....karna dita berhak mendapat kesempatan kedua.....
bintang
👍👍👍👍👍
Elisanoor
ah loncat cerita Wisnu, penasaran aku 😂
Elisanoor
sumpah sumpah makin rame, sepanjang ku baca novel biasa nya diakhr cerita makin biasa aja, ini makin rame aja konflik nya juga nyambung bgt,keren Authorrrr 😘😘😘😘
Elisanoor
sy mau baca kisah Wisnu juga abis tamat ini
Elisanoor
jiah keburu peot luh Damar nungguin si Ditta 🤣
Elisanoor
Hahahhhh ,pinter si Mara 🤣🤣🤣
Elisanoor
Betul sekali Authot, Tulisanmu apik,bagus sekali sy suka 💗💗💗
Elisanoor
cie, seneng duh cerita si krisna, ini ada lanjutan nya cerita si Krisna Thorrr 😅😅😅😅
Elisanoor
Pernah di bully pas kls 1 SMA sama yg namanya Puspa, killer bgt ,ngebully gegara ngerasa senior lah gitu, eh ga selang lama dia Hamidun ampe di arak ke tiap kelas ngeri bgt .
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!