Dijodohkan? Kedengarannya kayak cerita jaman kerajaan dulu. Di tahun yang sudah berbeda ini, masih ada aja orang tua yang mikir jodoh-jodohan itu ide bagus? Bener-bener di luar nalar, apalagi buat dua orang yang bahkan gak saling kenal kayak El dan Alvyna.
Elvario Kael Reynard — cowok paling terkenal di SMA Bintara. Badboy, stylish, dan punya pesona yang bikin cewek-cewek sampai bikin fanbase gak resmi. Tapi hidupnya yang bebas dan santai itu langsung kejungkal waktu orang tuanya nge-drop bomb: dia harus menikah sama cewek pilihan mereka.
Dan cewek itu adalah Alvyna Rae Damaris — siswi cuek yang lebih suka diem di pojokan kelas sambil dengerin musik dari pada ngurusin drama sekolah. Meskipun dingin dan kelihatan jutek, bukan berarti Alvyna gak punya penggemar. Banyak juga cowok yang berani nembak dia, tapi jawabannya? Dingin banget.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfiyah Mubarokah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10 Putus?
"AKU GAK MAU TAU! KALO KAMU GAK DATANG SEKARANG, AKU BAKAL NGAMBEK SERIUS!!" suara Lyra kembali terdengar dari ponsel, cukup keras hingga terdengar samar oleh Alvyna. Ia otomatis menaikkan satu alisnya sambil menyeringai sinis.
“Heh ternyata dia yang teriak dari tadi? Cih, udah kayak speaker masjid aja volumenya!” batinnya sarkastik. Nada cempreng Lyra yang menyayat telinga itu nyaris menghilangkan rasa canggung barusan, walau sedikit geli juga sih.
El tetap memejamkan mata, tangannya lemas menggenggam ponsel. "Maaf banget Lyra. Tapi gue beneran capek pengen banget istirahat," sahutnya dengan nada lesu. Kalimat itu keluar begitu saja, reflek dari rasa lelah luar biasa yang menghimpit pikirannya.
Bukan alasan semata seharian ini mereka bolak-balik mengurus segala hal tentang pernikahan diam-diam ini, termasuk drama keluarga dan kepura-puraan di depan semua orang. Melelahkan bukan hanya fisik tapi juga mental. Baru sore tadi mereka bisa benar-benar menyentuh tempat tidur. Ah ralat, kasur kw tepatnya tubuh Alvyna. Lembut dan nyaman ternyata, bonus yang tidak dia duga dari istri dadakan ini.
Alvyna kembali menaikkan alisnya, kali ini lebih tinggi dari sebelumnya. "Gue?" gumamnya dalam hati. Wajahnya sedikit memanas.
"Aku gak terima alasan kayak gitu El! Kalo kamu gak datang sekarang, aku bakal benar-benar marah! Sekali ini aja ngerti aku bisa gak sih?!"
"Lyra plis gue capek banget. Lo..."
"Oh jadi nyalahin aku sekarang? Kurang ngerti gimana coba aku sama kamu?! Kamu lebih milih mama kamu terus, dan aku masih bertahan! Tapi kalo kayak gini, mending kita udah…."
"Putus? Fine! Tapi jangan nyesel nanti ya!" potong El cepat, nada suaranya tajam dan dingin. Sudah cukup kalimat itu terlalu sering ia dengar. Ancaman basi yang sekarang malah membuatnya muak.
Tut
Tanpa pikir panjang El langsung menutup panggilan. Bahkan ponselnya langsung dimatikan dan dilempar begitu saja ke sisi tempat tidur. Ia tak mau ambil pusing untuk malam ini. Besok urusan lain. Sekarang, ia hanya ingin tidur. Tapi kenapa Lyra selalu gagal memahami itu? Kenapa selalu cowok yang harus ngerti ceweknya tapi gak berlaku sebaliknya?
“Putus? Gak terlalu buru-buru tuh?” pikir Alvyna, masih melirik ke arah El yang kini hanya diam sambil menutup mata.
"Gue aja belum mulai perang kok dia udah nyerah duluan."
"Yang barusan itu pacar lo ya?" tanya Alvyna akhirnya, memecah keheningan. Nadanya datar tapi jelas mengandung nada ingin tahu yang disamarkan dengan ketus.
El menjawab tanpa membuka mata. "Hmm lo cemburu?"
Alvyna langsung melotot. "Dih! Emang gue siapa sampe harus cemburu?!"
"Istri gue," jawab El tenang. Masih dengan mata terpejam seolah tak ada yang lebih penting dari tidurnya.
Alvyna terdiam benar juga. Mereka sudah sah menjadi suami istri, meski dengan cara diam-diam dan terpaksa. "Lebih tepatnya suami dadakan dan penuh paksaan," ralatnya cepat.
"Apapun itu, lo tetep kudu nurut sama gue. Suami lo ini!" sahut El, kali ini membuka satu matanya dan menatapnya sok bijak.
Alvyna mendecak, "Ck gaya lo kayak ustadz dadakan!"
"Minggir deh lo berat. Gak nyadar ya badan lo segede gaban!" El bersungut pura-pura kesakitan sambil mendorong pelan tubuh Alvyna yang masih menindih sebagian tubuhnya.
Alih-alih menyingkir, El justru menarik Alvyna ke pelukannya seperti guling. Tubuh Alvyna sontak kaku, wajahnya langsung berubah merah.
Grep
Wajah El mendekat ke lehernya dan itu sukses membuat Alvyna menahan napas. Badannya menggigil, bukan karena takut, tapi karena perasaan aneh yang menyerbu dari segala arah. Semacam campuran antara canggung, panas dingin, dan deg-degan akut.
"El minggir deh gue...."
"Diem Ra. Gue ngantuk banget mau tidur!" gumam El nyaris tak terdengar.
Alvyna mematung. ‘Ra’? Tadi dia manggil gue ‘Ra’? Apa dia ngigau?
Penasaran Alvyna nekat bertanya. "Nama gue Alvyna deh. Kenapa lo manggil Ra? Lo ngira gue orang lain?"
"Gak. Rae itu lebih bagus lebih cewek. Alvyna kayak cowok," jawab El setengah tidur.
Alvyna sempat bengong. Tapi begitu tersadar, dia langsung menyolot, "Apanya yang kek cowok! Enak aja!"
"Alvy," gumam El.
"Ada Na nya bego! Mau gue timpuk pake bantal?!"
"Sama aja. Beda tipis kayak cinta sama benci," sahut El dengan senyum mengantuk.
"Makanya jangan terlalu benci, entar malah klepek-klepek. Gue tuh ngangenin."
Alvyna langsung manyun. "Amit-amit. Gue gak bakal suka sama cowok narsis kek lo."
"Lo bahkan belum nyoba. Siapa tau gue setia?"
"Yakin? Cowok setia mana yang mau nikahi cewek lain pas dia udah punya pacar?" Suara Alvyna menajam. Tatapannya menusuk dan menguji.
El terdiam. Hening sesaat menyelimuti kamar itu sebelum akhirnya dia membuka mata dan bangkit dari posisinya.
"Kalau gitu lo juga gak setia. Kan lo juga punya pacar," balas El kalem tapi telak.
Alvyna melengos. "Gue gak percaya sama cinta."
El tertawa kecil. "Gak percaya cinta tapi punya pacar? Aneh lo."
Alvyna merengut. "Kenapa sih gue bisa berakhir di situasi absurd begini? Suami seenaknya, kamar satu-satunya, kasur juga satu. Dunia lagi main sinetron apa gimana?"
El tiba-tiba menoleh. "Udahlah, mending tidur daripada dengerin omong kosong lo."
"Gue tidur di mana?" tanya Alvyna sambil menatap kasur sempit itu.
El malah berdecak, "Ck yaudah lo aja yang di atas."
Sett
"AAAAA!!!" Alvyna berteriak kaget saat tubuh mereka tiba-tiba dibalik oleh El, hingga kini posisi Alvyna di atas. Nafasnya tercekat, tangannya reflek menahan tubuhnya agar tidak sepenuhnya menimpa El.
"Gimana? Udah gak berat kan? Udah diem gue mau tidur," gumam El cuek.
"Lo gila ya? Gimana bisa tidur dalam posisi kayak gini?!"
"Kenapa? Takut dosa? Bukannya pahala? Gue suami lo inget!"
Alvyna mendengus, apalagi saat El nyentil keningnya. ‘Sok alim banget ini anak!’
"Masih inget kata Mama Sarena tadi? Nurut, patuh, hormat sama suami! Lo mau mama lo mikir keras gara-gara lo bandel sama suami sendiri?"
Alvyna mendelik, tapi tetap diam. Dia tau menyangkut mama, dia pasti lemah. Sehebat apapun dia ngeyel, kalau sudah dibilang ‘Mama lo bisa sedih’, dia langsung kendor.
Melihat Alvyna yang tak bersuara, El menyeringai kecil. ‘Dugaan gue bener. Jinak juga dia ternyata.’
"Udahlah jangan kebanyakan mikir. Peluk aja gue entar juga ketagihan!" katanya sambil menarik Alvyna ke dadanya dengan senyum nakal.
Alvyna hanya terdiam. Mulutnya mungkin bungkam, tapi dalam hati sudah hujan makian level 12.
‘El sialan! Suami macam apa coba yang narsis dan ngeselin banget kayak gini! Tapi kok deg-degan sih?!’
Dan di balik keheningan itu, satu kenyataan kecil mulai tumbuh tanpa mereka sadari. Bahwa mungkin, perlahan, rasa yang dulunya cuma basa-basi pernikahan mulai berubah jadi sesuatu yang nyata.