Kisah Seorang Buruh kasar yang ternyata lupa ingatan, aslinya dia adalah orang terkuat di sebuah organisasi rahasia penjaga umat manusia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Babah Elfathar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4
Bab 4. Di pintu lokasi konstruksi, Rangga kembali ke ruang penjaga dan mengambil barang-barangnya dari pos keamanan. Noah berdiri di sampingnya dengan wajah sedih.
“Rangga, jangan terlalu impulsif! Kalau kamu menyinggung perasaan Hector, kamu akan sulit mendapatkan pekerjaan.” Noah terlihat depresi. “Putraku masih menunggu uang untuk kemoterapi, dan kamu harus menafkahi istri dan mertuamu. Kalau tidak meminta maaf pada Hector segera, gaji kita pasti akan hangus.”
“Aku dan Liana sudah bercerai,” Rangga berkata.
"Hah?" Noah terkejut. "Bercerai?"
“Yah, lebih tepatnya, aku diusir dari rumah. Perjanjian cerai kutandatangani tadi pagi, barang-barangku dikemas dan dibuang oleh mereka di pos keamanan.” Rangga tersenyum pahit sambil mengangkat kantong hitam berisi benda-benda miliknya.
Noah menatap Rangga dengan wajah kaget. "Ini ...." Dia menghela napas. "Sudah kubilang ‘kan, tulis namamu di akta rumah!” tegurnya. “Ingat kamu bilang apa? Kamu nggak peduli!”
Rangga hanya tersenyum tipis mendengar ocehan Noah. Dia memanggul kantong berisi barang-barangnya di pundak dan berjalan keluar pos keamanan.
Melihat Rangga yang acuh tak acuh, Noah mendengus. "Sudahlah, daripada mencemaskan dirimu, lebih baik aku pikirkan mengenai putraku.” Mengatakan hal tersebut membuat Noah kembali cemberut. “Putraku harus menjalani kemoterapi besok, tapi Hector sama sekali tidak mau memberikan gajiku." Dia melihat ke arah Rangga dan berkata, "Heh, kamu diusir, ‘kan?”
“Ya,” Rangga mengiyakan, sedikit terkejut dengan pertanyaan Noah yang tiba-tiba.
“Kalau begitu, menginap di rumahku saja dulu sampai kamu ada cukup uang untuk menyewa rumah.”
Ketika dirinya berada dalam kondisi terendah, Noah masih begitu memperhatikan Rangga. Hal tersebut membuat Rangga sangat tersentuh. Bisa-bisanya ada pria yang begitu baik hati seperti Noah.
“Jangan khawatir, Hector akan kembali dalam lima menit.” Rangga tersenyum dengan percaya diri. “Tak hanya minta maaf, dia malah akan memohon untuk memberikan gaji kita.”
Noah tak bisa menahan diri untuk menyeringai, mengira Rangga bercanda. “Tak waras. Apa kamu jadi gila karena diusir dari rumah?” makinya. “Sudah! Kita kehilangan pekerjaan dan sama-sama menyedihkan. Lebih baik sekarang kita pulang ke rumahku dulu.”
Rangga menghentikan Noah yang sudah mulai berjalan pergi. “Sudah, tenang saja.”
Di sisi lain, Hector berjalan menuju bagian dalam lokasi konstruksi dan berkata dengan senyum menghina, "Dua sampah! Masih berani memakiku?” Dia mendengus. “Lihat saja, aku buat hidup kalian menderita di Kota Veluna!”
Pada saat ini, ponsel Hector berdering tiba-tiba. Dia mengeluarkan ponselnya dari saku dan menatap nomor yang tertera di layar. Ekspresi Hector berubah sedikit terkejut dan dia dengan cepat mengangkat panggilan tersebut.
Meskipun pihak penelepon tidak dapat melihatnya, masih ada sanjungan di wajahnya. "Halo, Pak? Kenapa Anda telepon saya? Jangan khawatir, saya pasti akan mengawasi proyek ini dengan baik dan menyelesaikan dalam waktu yang ditentukan!"
“Tak perlu lagi,” sebuah suara dingin terdengar berkata dari ujung telepon yang lain.
“Hah?” Ekspresi Hector berubah sedikit pucat. “Apa?”
"Saya bilang, kamu nggak perlu lanjutkan proyek ini lagi. Saya sudah cari orang lain yang lebih pantas,” ujar si penelepon. “Kami temukan banyak kecurangan dalam pekerjaanmu yang sebelumnya, jadi kami memutuskan untuk menggunakan orang lain.” Suara itu melanjutkan, “Kami juga sudah menyelidiki bersama dengan perusahaan real estat lain dan mengajukan tuntutan ke kamu. Besok, kamu akan terima surat dari pengacara! Bersiaplah untuk membayar semua kerugian!”
Wajah Hector berubah kaget. “P-Pak! Apakah ada kesalahpahaman di antara kita? Kenapa jadi seperti ini?!”
"Kesalahpahaman? Pak Rangga, kamu pasti tahu nama itu, ‘kan?” suara di telepon menjadi semakin dingin.
"Pak Rangga?” Hector mengulangi ucapan si penelepon. “Rangga hanyalah seorang pekerja bangunan sementara! Dia hanya sampah! Dia—!”
Semakin lama, Hector merasa suasana menjadi semakin tegang. Dia terdiam dan mulai teringat aksi Rangga yang menelepon seseorang beberapa saat yang lalu. Pelipis Hector berkedut.
Kesunyian mendadak membuat si penelepon yakin kalau Hector sudah sadar mengenai kesalahannya. Pria itu mendengus, “Kalau kamu mau salahkan orang, kamu hanya bisa menyalahkan dirimu sendiri karena memprovokasi orang yang tidak seharusnya disinggung!” Lalu, panggilan itu pun diputuskan secara sepihak.
Hector membeku di tempatnya. Terlihat keringat dingin mulai menghiasi dahinya!
Mata Hector menerawang memorinya. Terbayang jelas di benak Hector mengenai penampilan kotor Rangga yang mengenakan rompi robek sepanjang tahun.
‘A-apa-apaan?!’
Di gerbang lokasi konstruksi, Noah memandang Rangga dan berkata, "Jangan berdiri di sini seperti orang bodoh, ayo pergi!"
Baru saja Noah mengatakan hal tersebut, ponselnya tiba-tiba berbunyi. Itu jelas denting notifikasi pesan.
Noah melirik layar ponselnya dan mengerjapkan mata. “Hah?”
Pada layar ponselnya, terdapat pesan yang menyatakan bahwa dirinya menerima transfer dari Hector. Uang yang ditransfer berjumlah empat puluh juta, jelas lebih dari gaji yang seharusnya didapatkan olehnya.
Bersamaan dengan diterimanya notifikasi pesan tersebut, Noah menangkap satu sosok yang semakin mendekat dengan kecepatan tinggi ke arahnya dan Rangga. Dia menengadah dan mendapati Hector berlari menghampiri mereka.
Noah tertegun. Dia menatap Hector dan kemudian ke Rangga yang berdiri di sebelahnya. Dia menelan ludahnya, merasa kalau akan ada hal yang tak terduga yang akan terjadi.
Saat ini, Hector sudah berada di hadapan Rangga. Dengan wajah gemuknya yang dipenuhi keringat, pria itu mengeluarkan satu kotak rokok dan menyodorkannya ke arah Rangga.
“P-Pak Rangga, silakan!”
Rangga tidak menyentuh rokok yang ditawarkan oleh Hector. Pandangan yang diberikan olehnya kepada pria itu terlihat dingin.
Setelah mengecek layar ponselnya dan memastikan dirinya juga telah menerima gajinya, Rangga berkata, “Aku hanya mengambil apa yang seharusnya menjadi milikku."
“Pak Rangga, saya salah, saya dengan tulus meminta maaf kepada Anda. Anda adalah orang baik, pasti Anda bisa memberikan saya kesempatan lagi, bukan?!”
Mendengar hal tersebut, Rangga meliriknya. “Jadi, kalau aku tidak memaafkanmu, itu berarti aku bukan orang baik?”
Rangga menyeringai, menertawakan Hector yang membeku di tempat selagi tergagap.
“Apa yang kamu lakukan bukanlah urusanku. Aku hanya ingin mendapatkan kembali uang yang pantas aku dapatkan. Mengenai hal lain, itu bukan urusanku!" Setelah berbicara, Rangga menatap ke arah Noah yang terbengong. "Ayo pergi!"
Hector hanya bisa terdiam selagi menatap kepergian Rangga. “Habis ….” Dia terjatuh ke tanah kotor. “Habis sudah!”
Sementara Hector sedang meratapi nasibnya, Noah yang sedang berada di samping Rangga terbelalak. Dia dengan cepat menengok ke arah temannya.
“Apa-apaan?! Kenapa bisa begini?!”
Rangga tersenyum dan tidak menjelaskan apa pun. Lagi pula, dia tidak bisa menjelaskan hal ini kepada Noah karena dia sendiri tak sepenuhnya mengerti!
Wanita misterius tadi pagi berkata bahwa dirinya adalah anggota pasukan rahasia, dan karena itu, Rangga yakin ada banyak hal yang tidak bisa dia katakan. Dengan demikian, sebelum mengonfirmasi apa pun, Rangga tak berani sembarangan bicara. Selain itu, bahkan jika Rangga menceritakan apa yang terjadi pada Noah, temannya itu tidak akan memercayainya.
“Kamu tidak melakukan ini, kan?!” Setelah berjalan beberapa saat, Noah masih bertanya dengan tidak percaya.
“Bagaimana menurutmu?” Rangga bertanya sambil tersenyum.
"Jelas tidak.” Noah menggelengkan kepalanya sembari mengangkat kedua bahunya. “Kalau kamu bisa melakukan hal ini, kamu tak mungkin bekerja susah payah di tempat seperti ini. Istrimu juga tidak akan—!” Noah menghentikan ucapannya dan mengubah topik pembicaraan. "Katakan yang jujur, kamu mendapatkan kelemahan Hector, ‘kan?"
“Kurang-lebih,” Rangga tersenyum.
Mendengar hal ini, Noah memasang wajah khawatir. “Sudah kuduga. Kamu tetap harus hati-hati, Hector memiliki banyak koneksi.” Detik berikutnya, Noah menatap layar ponselnya. “Namun, bagaimanapun, terima kasih, Rangga! Yang penting, uang sudah di tangan!”
Tepat pada saat itu, sebuah teriakan bisa terdengar dari trotoar pejalan kaki. Rangga menoleh dan mendapati seorang wanita dengan sepeda menghampirinya dengan cukup kencang. Kelihatannya, rem wanita tersebut tidak berfungsi.
Dengan cepat, Rangga segera menghindar ke samping. Ketika dia melakukan hal tersebut, sepeda tersebut juga melakukan hal yang sama. Beruntung, Rangga bergerak lebih cepat, sehingga sepeda wanita itu menabrak pohon dan bukan dirinya.
Pengendara sepeda itu begitu hebat dalam mengendalikan diri, sehingga dia tidak terjatuh dari sepeda. Wanita muda cantik itu menghela napas, bersyukur dia tak melukai apa pun dan hanya menabrak satu pohon malang.
“Maaf, ya—!” Ketika wanita itu menoleh untuk meminta maaf, dia terkejut melihat Rangga. “Rangga?”
Rangga juga mengenalinya dan sedikit mengernyit. Wanita itu adalah Novida, sepupu Liana! Tentu saja, Rangga tidak memiliki kesan yang baik tentangnya!
Keluarga Novida adalah keluarga berada. Kedua orang tuanya adalah guru, dan pekerjaan Novida pun lumayan. Ketika Liana menikah dengan Rangga, keluarga mereka juga sangat menentangnya. Pada akhirnya, karena ayah Liana begitu keras kepala, tak ada yang bisa menghentikan pernikahan tersebut.
Melihat kalau orang yang hampir dia tabrak adalah Rangga, keseluruhan aura Novida sekejap berubah. “Heh, Rangga! Jalan nggak punya mata, ya?! Nggak lihat ada sepeda mau lewat?!”
Rangga tercengang.
Memang benar hubungan Rangga dan keluarga Liana tak begitu baik, tapi tak berarti dalam situasi ini dirinya tak memiliki hak untuk melawan, ‘kan? Lagi pula, selain dirinya tak salah, dia juga sudah menceraikan Liana! Tak perlu lagi menahan segala rasa kesal yang selama ini dia rasakan!
Rangga mencibir, "Kamu mengendarai sepeda di jalanan pejalan kaki. Selain itu, kamu hampir menabrakku. Sekarang, kamu mau menyalahkanku? Novida, kamu masih waras?”
“B-banyak alasan!” Novida enggan mengalah. “Melihat tampang kotormu itu membuatku muak. Aku benar-benar nggak mengerti kenapa Om rela menikahkan Liana sama kamu! Untung sekarang sudah cerai, Liana sudah temukan pasangan yang lebih baik! Rasakan kamu tuh!”
Mendengar hal itu, emosi Rangga kembali menggebu. Dari awal sampai akhir, keluarga Liana sama sekali bukan keluarganya!
“Kenapa? Mau pukul orang?!” Novida melihat ekspresi marah Rangga, tapi dia tidak takut sedikit pun. Alih-alih takut, dia malah melangkah maju dan mengutuk, “Sampah!”
Bersambung.