NovelToon NovelToon
Loka Pralaya: The Begining

Loka Pralaya: The Begining

Status: sedang berlangsung
Genre:Matabatin / Dunia Lain / Perperangan / Pusaka Ajaib
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: Margiyono

Prita dihantui mimpi-mimpi samar tentang sosok misterius dan sosok asing bernama Tana' Bulan. Di tengah kesehariannya yang tenang di Loka Pralaya bersama sahabat-sahabatnya, Wulan dan Reida, serta bimbingan bijak dari Nyi Lirah, mimpi-mimpi itu terasa lebih dari sekadar bunga tidur.

Sebuah buku kuno berkulit, Bajareng Naso, menjadi kunci misteri ini. Ditulis oleh Antaboga, legenda di dalamnya menyimpan jejak masa lalu Prita yang hilang—ingatan yang terkubur akibat pengembaraannya melintasi berbagai dunia. Nyi Lirah yakin, memahami legenda Bajareng Naso adalah satu-satunya cara untuk memulihkan kepingan-kepingan memori Prita yang berserakan.

Namun, pencarian kebenaran ini tidaklah mudah.

Akankah Prita berhasil memecahkan misteri mimpinya dan memulihkan ingatannya yang hilang? Siapakah tamu tak diundang itu, dan apa hubungannya dengan rahasia yang dijaga oleh Luh Gandaru?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Margiyono, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Hilangnya Barang Bukti

Gubuk Manah.

Pagi itu, matahari baru saja terbit di ufuk timur. Pemandangan pagi negeri Londata terlihat sangat indah, hembusan angin yang bertiup menyebarkan aroma harum khas yang berasal dari bunga-bunga yang mekar di taman yang berada di belakang Gubuk Manah.

Dari luar kamar gadis tanpa nama itu, terdengar suara lagkah kaki mendekat. Tak lama kemudian suara ketukan pintu memecahkan keheningan suasana pagi itu.

“Tok, tok, tok”... suara ketukan pintu terdengar di pintu kamar gadis tanpa nama itu.

“Siapa?” tanya gadis tanpa nama itu.

“Aku, Wulan.” Jawab Wulan di balik pintu

“Oh, iya.. sebentar,” gadis itu melangkah ke arah suara ketukan itu  dan kemudian membukakan pintu

Setelah pintu dibuka, nampak Wulan dengan senyumannya yang ramah. Di tangannya nampak sebuah handuk putih yang terlipat rapi.

“Kamu sudah bangun?” tanya Wulan.

“Iya, “ jawab gadis itu, lalu ia melanjutkan.

“Aku sudah terbangun sekitar satu jam yang lalu” ucapnya sambil membalas senyum Wulan.

“Nyi Lirah menyuruhku untuk membawakan ini untukmu,.. “ kata Wulan seraya menyodorkan handuk putih yang dibawanya.

Gadis itu menerimanya dengan senang hati, “terimakasih,”ucap gadis itu.

“Ayo, aku tunjukkan kamar mandinya.”

Kata Wulan sambil berjalan di depan gadis itu, menunjukkan arah kamar mandi yang dimaksud.

“Nanti setelah kamu selesai membersihkan tubuhmu, aku akan mengajakmu jalan-jalan ke luar Gubuk Manah. Kata Wulan

Ada taman yang indah di belakang Gubuk Manah ini, kamu pasti suka.”

Senyum Wulan mekar mengalirkan hembusan  energi yang hangat, gadis itu semakin merasa nyaman berada di dekat orang yang baru dikenalnya ini, Wulan.

Selang beberapa lama kemudian , nampak gadis itu sudah selesai membersihkan dirinya.

Kemudian Wulan mengajaknya keluar menuju taman yang berada di belakang Gubuk Manah, persis seperti apa yang tadi dikatakannya. Mereka berjalan beriringan menuju taman itu.

Di tangannya, nampak Wulan berjalan sambil menjinjing sebuah keranjang kecil yang berisi aneka macam buah-buahan. Mereka segera menuju ke sebuah bangku kayu yang ada di sana.

“Wulan, “ kata gadis itu membuka pembicaraan.

Wulan nampak mengernyitkan dahinya, ia mengerti bahwa ada sesuatu yang ingin ditanyakan oleh gadis itu kepadanya.

“Iya.” Jawab Wulan singkat.

“Ada sesuatu yang ingin aku tanyakan kepadamu, apa kamu keberatan?” tanya gadis itu

“Oh, apa?” jawab Wulan sambil mengambil buah yang ada di keranjang kecil itu dan memberikannya kepada gadis itu.

“Terimakasih, “ ucap gadis itu saat menerima pemberian buah itu dari Wulan.

Kemudian ia melanjutkan ucapannya. “Aku ingin bertanya sesuatu, “ katanya lagi.

“Iya, katakan saja, aku siap mendengar kok!” kata Wulan dengan nada yang serius namun tetap hangat.

“Tapi jika pertanyaanku ini membuat kamu tidak nyaman, kamu boleh kok tidak menjawabnya.” Gadis itu nampak tak yakin dengan apa yang ingin ditanyakannya.

 Ada segudang misteri yang menjejali pikirannya, sepertinya ingin ia tumpahkan semuanya saat itu, namun ia tahu bahwa itu tidaklah mungkin ia lakukan. Dengan mengatur nafasnya agar terlihat lebih tenang, ia melanjutkan:

“Eh,.. apakah kamu sudah lama tinggal di tempat ini, di Gubuk Manah,  Wulan?” tanya gadis itu akhirnya. Nampaknya ia yakin pertanyaan ini tidak begitu berat, dan bisa digunakan sebagai pembuka bagi serangkaian pertanyaan yang sudah berjejal mengantri di dalam pikirannya.

“Oh,.. “ jawab Wulan,  yang akhirnya menceritakan panjang lebar mengenai dirinya.

Ia bercerita dengan nada yang riang dan nampak apa adanya, semua diceritakannya tanpa ada beban, seolah ia adalah lembaran buku sejarah yang boleh dibaca oleh siapapun yang ingin mengetahuinya. Diceritakannya bahwa sedari kecil ia sudah menjadi salah satu pegawai yang bekerja di dalam Gubuk Manah, ia yatim piatu dan Nyi Lirah lah yang merawatnya semenjak ia kecil, serta memberikannya sebuah rumah yang terletak tidak jauh dari situ.

Ia melanjutkan bahwa Nyi Lirah begitu baik terhadapnya, dan baginya Nyi Lirah adalah guru dan orang tuanya, disamping sebagai tetua klan Lontara yang dihormati.

Wulan juga menceritakan tentang Gubuk Manah.

“Kamu pasti heran, kenapa istana tetua klan ini kami sebut Gubuk Manah.” Kata Wulan.

“Iya,.. iya,... “ Jawab gadis itu dengah mata berbinar.

“Gubuk Manah itu, nama yang diberikan Tana’ Bulan untuk rumah bagi tetua klan Lontara,” jawab Wulan.

Gadis itu nampak mengerutkan dahinya.

“Tana’ Bulan?”... tanya gadis itu penasaran, “siapa Tana’ Bulan itu, apa dia tinggal di sini juga?”

Wulan tersenyum mendengar pertanyaan gadis itu.

“Oh ... Tana’ Bulan tidak tinggal di sini,” jawab Wulan.

“Karena Tana’ Bulan itu adalah roh suci pelindung klan Lontara.”

Lalu ia melanjutkan, “nama Gubuk Manah itu adalah simbol bagi kami, para penduduk negeri Londata.”

“Simbol?” tanya gadis itu. “lalu apa maksudnya?”

“Gubuk Manah memiliki arti kesahajaan dan kesimbangan, jadi walaupun kita tinggal di istana yang megah, hati dan pikiran kita haruslah tetap sederhana,” jawab Wulan.

Gadis itu memperhatikn setiap kata yang diucapkan wulan dengan serius, kadang mereka tersenyum bersama.

Pembicaraan mereka nampak begitu mengalir dan tanpa tekanan, setiap kali gadis itu bertanya tentang sesuatu mengenai dirinya atau tentang suatu hal yang tidak diketahuinya tentang negeri Londata, dengan senang hati Wulan pasti menjawabnya. Mereka nampak asyik tenggelam dalam obrolan ringan yang menyenangkan pagi itu.

Sementara itu, di dalam ruang pertemuan utama Gubuk Manah.

Nampak ada aura ketegangan yang sedang terjadi. Nyi Lirah duduk di kursi tetau klan, ada Arka, Carla dan Vyn di sana. Nampak pula dua orang berperawakan tinggi besar dengan kumis dan cambang yang menghiasi wajahnya hadir di tempat itu.

Di samping kedua orang yang berperawakan tinggi besar itu ada pula sesosok wanita dengan jubah hitamnya yang anggun, kedua matanya sembab seperti habis menangis. Sepertinya dia adalah fokus dari pembicaraan mereka pagi itu.

“Nyi Lirah,” kata wanita berjubah hitam itu akhirnya.

“Aku merasa yakin bahwa semua ini disebabkan oleh gadis asing itu!” nada suara wanita itu meninggi, seperti tertekan.

“Tenangkan dulu dirimu, Luh Gandaru,” jawab Nyi Lirah kepada wanita berjubah itu yang ternyata bernama Luh Gandaru.

“Coba ceritakan duduk perkaranya, dari awal,” suara Nyi lirah serak.

Dirinya  berusaha menutupi kegelisahan di dalam hatinya.

“Supaya kita bisa mengetahui apa sebenarnya yang terjadi terhadap Bei Tama, suamimu.” Lanjut Nyi Lirah kemudian.

“Bei Rangga, “ panggil Nyi Lirah kepada salah seorang yang berperawakan tinggi besar itu.

“Apa yang kau ketahui tentang masalah ini?” tanya Nyi Lirah.

Pria tinggi besar yang dipanggil Bei Rangga oleh Nyi Lirah itu menoleh ke arah Luh Gandaru, seperti meminta persetujuannya untuk menjawab pertanyaan Nyi Lirah.

Luh Gandaru memberikan isyarat dengan matanya, yang menunjukkan bahwa ia setuju Bei Rangga menjawab pertanyaan Nyi Lirah.

“Sebenarnya aku tidak begitu mengetahui peristiwanya dengan pasti, Nyi Lirah, ” Jawab Bei Rangga.

“Sebab tadi malam aku sedang berjaga di pondok timur, jadi kejadian yang ada di pondok utara sama sekali tidak aku tahu, kecuali kabar yang aku dengar dari Luh Gandaru.” Kata Bei Rangga mengemukakan alasannya.

 “Ini pasti ulah gadis asing itu!” Luh Gandaru menyela pembicaraan.

Dari nada bicaranya, jelas tersirat bahwa ia sangat membenci gadis tanpa nama itu, walaupun ia sendiri belum bertemu dengannya.

“Bagaimana engkau bisa yakin gadis itu penyebanya, Luh Gandaru?” tanya Nyi Lirah.

Nyi Lirah meragukan apa yang disampaikan oleh Luh Gandaru.

“Sedangkan engkau sendiri belum pernah sekalipun bertemu dengannya.” Lanjut Nyi Lirah menguatkan alasannya.

 “Nyi Lirah,” Luh Gandaru nampak ingin mendebat Nyi Lirah.

“Seharusnya engkau bisa merasakannya juga,” lanjutnya,

“Bunga dari pohon sambutara yang mekar hari itu, adalah bukti yang jelas bahwa gadis itu bukanlah penduduk Loka Pralaya,” Luh Gandaru berhenti sebentar, mengatur irama nafasnya yang mulai tak tenang.

“Dia makhluk asing Nyi Lirah!” kata Luh Gandaru dengan nada keras.

Tak hanya sampai di situ, Luh Gandaru kembali berkata: “Dan dia berbahaya.”

“Jangan terburu-buru menuduh seseorang tanpa bukti yang jelas, Luh Gandaru,” jawab Nyi Lirah.

“Kita harus jernih memandang permasalahan ini, supaya tidak salah dalam mengambil keputusan, apalagi jika itu menyangkut keselamatan nyawa seseorang.” Lanjutnya.

 “Bukti apalagi, Nyi Lirah?” sanggah Luh Gandaru semakin mengeraskan suaranya.

“Aku sudah mengetahui semuanya, Arka sudah menceritakan semua yang terjadi di pondok utara kepadaku.” Jawab Luh Gandaru sambil menoleh ke arah Arka yang ada di situ.

Arka hanya diam menunduk saat namanya disebut oleh Luh Gandaru, ia tak berani berkomentar.

 Kemudian Luh Gandaru kembali melanjutkan ucapannya, kali ini dengan nada yang semakin berat:

“Kalian semua sudah tahu, suamiku adalah seorang ksatria yang hebat di kampung Londata,” ia berhenti sejenak.

“Dia sudah berpengalaman dalam hal bertempur, dan kekuatannya tak perlu kalian pertanyakan lagi,” Luh Gandaru mengatur nafasnya,

kemudian ia melanjutkan, “dan seperti yang kalian ketahui, sampai saat ini keberadaan Bei Tama seperti hilang ditelan angin, tak seorangpun di antara kita yang tahu pasti, apakah ia masih hidup atau sudah, ....“

Luh Gandaru tak sanggup melanjutkan ucapannya, ia tenggelam dalam tangisnya yang tertahan.

 “Sabar, Luh Gandaru,” Nyi Lirah berusaha menenangkan Luh Gandaru yang terisak menangis.

“Kita berharap yang terbaik terhadap Bei Tama, dan aku akan melakukan tugasku semaksimal mungkin sebagai tetua Klan ini dan memastikan keberadaan Bei Tama.” Jawab Nyi Lirah dengan suara pelan namun tegas.

 Kemudian Nyi Lirah menoleh kepada pria besar di samping Bei Rangga, “Bei Tantra” panggil Nyi Lirah kepada pria besar itu.

 “Baik, Nyi Lirah,” jawab pria besar itu yang ternyata bernama Bei Tantra.

 “Kalian berdua, tentunya sudah mengenal baik kepada sahabat kalian itu, Bei Tama.” Lanjut Nyi Lirah,.

Ucapannya itu ditujukan kepada Bei Rangga dan Bei Tantra.

Kemudian Nyi Lirah melanjutkan ucapannya:

“Apakah kalian sudah berusaha untuk mencari keberadaan Bei Tama semaksimal mungkin?, atau barangkali melalui Mayaru yang kalian miliki, atau apa saja petunjuk yang bisa kalian dapat?” tanya Nyi Lirah kepada Bei Tantra dan Bei Rangga.

 Bei Tantra yang sedari tadi hanya diam mendengarkan pembicaraan itu, mencoba memberi jawaban yang cukup meyakinkan kepada Nyi Lirah.

 “Nyi Lirah,” Bei Tantra membuka pembicaraannya.

“Kami berdua, aku dan Bei Rangga, sudah berulang kali melakukan kontak melalui Mayaru, namun sama sekali tidak ada jawaban,” Bei Tantra berhenti sejenak.

“Dan pagi ini, kami sudah memeriksa pondok utara yang semalam mendapat serangan petir itu, namun tak ada jejak atau hal apapun yang bisa menjadi petunjuk keberadaan Bei Tama.” Kata Bei Tantra menjelaskan.

Nyi Lirah terdiam sesaat mendengar penjelasan Bei Tantra.

“Apa kalian sudah mencari batu Zato yang ada di sekitar situ?” tanya Nyi Lirah kemudian.

 “Sudah, Nyi Lirah,” jawab Bei Tantra.

“Dan tak ada satupun batu Zato yang kami temukan di situ,”

Bei Tantra kembali menghentikan ucapannya, sepertinya ia sedang berpikir untuk melanjutkan kalimatnya.

Nyi Lirah mengerutkan dahinya saat mendengar bahwa batu Zato itu telah hilang, demikian juga dengan Arka dan teman-temannya. Mereka saling bertukar pandang.

 “Inilah yang membuat kami curiga,” lanjut Bei Tantra,

“sepertinya ada orang lain atau setidaknya,  kekuatan asing yang sengaja menghilangkan batu Zato yang ada di situ,” sesaat Bei Tantra mengatur nafasnya, kemudian ia melanjutkan:

“Dengan hilangnya batu Zato dari tempat itu, semakin sulit bagi kita untuk mendapatkan bukti dan petunjuk mengenai apa yang sebenarnya terjadi pada malam itu, dan pada Bei Tama.” Pungkas Bei Tantra.

Namun saat Bei Tanta menyebutkan tentang hilangnya batu Zato itu, Luh Gandaru nampak menunjukkan sikap yang aneh, sepertinya ia mengetahui sesuatu yang sengaja disembunyikannya.

 Nyi Lirah mendengarkan semua keterangan yang diberikan oleh Bei Tantra dengan cermat, ia menganalisa setiap kalimat dan alur cerita yang diucapkan Bei Tantra.

Mencoba mencerna setiap kata-katanya dan mencari jawaban atas teka-teki menghilangnya Bei Tama, melalui keterangan yang diberikan oleh Bei Tantra. Lalu setelah menghela nafas dalam-dalam, Nyi Lirah menoleh kepada Arka.

 “Arka, Carla dan kamu Vyn,” kata Nyi Lirah.

“Tolong pagi ini kalian kembali ke pondok utara, susurilah area pondok itu sampai ke pantai Sambutara, temukan batu Zato yang muncul di situ,” Nyi Lirah berhenti sebentar.

Kemudian melanjutkan ucapannya, “terutama daerah pantai Sambutara, tempat gadis itu terdampar.” Lanjut Nyi Lirah.

“Baik, Nyi Lirah,” jawab Arka

“Dan tolong ingat pesanku ini baik-baik,” lanjut Nyi Lirah.

“Apapun yang kalian lihat di sana, kejanggalan sekecil apapun itu, tolong laporkan kepadaku! Dan berusahalah agar kalian dapat menemukan batu Zato, bawa kepaku jika kalian menemukannya!” kata Nyi lirah.

“Baik, Nyi Lirah.” Jawab Arka.

 Setelah dirasa perintah Nyi Lirah itu cukup jelas untuk dilaksanakan, Arka dan kedua temannya, Carla dan Vyn meminta undur diri dari tempat itu. Nyi Lirah mempersilakan ketiganya untuk meninggalkan ruang pertemuan itu.

Beberapa saat setelah kepergian Arka dan kedua temannya, ruangan kembali hening, nampaknya pertemuan pagi itu akan berakhir. Luh Gandaru seperti ingin menyampaikan sesuatu kepada Nyi Lirah.

 “Nyi Lirah, jika sampai besok pagi kabar mengenai suamiku belum juga menemukan titik terang,” kata Luh Gandaru terdengar seperti sebuah ancaman,

“Jangan salahkan aku jika sesuatu yang buruk akan terjadi!.” Ucap Luh Gandaru mengakhiri kalimatnya.

 Nyi Lirah hanya terdiam mendegar nada ancaman dari Luh Gandaru, nampaknya posisi Luh Gandaru sangat berpengaruh di situ, hal itu nampak dari cara Nyi Lirah yang sangat berhati-hati dalam menjawab semua pertanyaan dan sanggahan yang disampaikan Luh Gandaru.

Demikian pula dengan Bei Rangga dan Bei Tantra, sikap mereka begitu menaruh hormat kepada wanita itu. Tak berapa lama pertemuan itupun berakhir, Nyi Lirah masuk kembali ke ruangnnya dan mereka menunggu perkembangan kabar yang akan dibawa oleh Arka dan kedua temannya.

1
liynne~
semangat, and done ya/Chuckle/
Dewi Ular🐍💆🏻‍♀️
Prita? Nama yang indah/Drool/
Margiyono: he.he.. trmksh kak.. padahal aslinya itu polypropilen.. loka pralaya itu asli ada di dunia nyata.. cuma seting karakter dan tokohnya saja.. alurnya sama dg yg di dunia nyata
total 1 replies
Andressa Maximillian
plis
Andressa Maximillian
menurutku ceritanya bagus, dunia yang dibangun penuh misteri dan kejutan
Margiyono: terimakasih
total 1 replies
Andressa Maximillian
wah.. seru nih. ditunggu kelanjutannya
Margiyono
siap, terimaksih...
Margiyono
oke
Andressa Maximillian
lanjut
Andressa Maximillian: semangat
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!