NovelToon NovelToon
Loka Pralaya: The Begining

Loka Pralaya: The Begining

Status: tamat
Genre:Tamat / Matabatin / Dunia Lain / Perperangan / Pusaka Ajaib
Popularitas:4.7k
Nilai: 5
Nama Author: Margiyono

Prita dihantui mimpi-mimpi samar tentang sosok misterius dan sosok asing bernama Tana' Bulan. Di tengah kesehariannya yang tenang di Loka Pralaya bersama sahabat-sahabatnya, Wulan dan Reida, serta bimbingan bijak dari Nyi Lirah, mimpi-mimpi itu terasa lebih dari sekadar bunga tidur.

Sebuah buku kuno berkulit, Bajareng Naso, menjadi kunci misteri ini. Ditulis oleh Antaboga, legenda di dalamnya menyimpan jejak masa lalu Prita yang hilang—ingatan yang terkubur akibat pengembaraannya melintasi berbagai dunia. Nyi Lirah yakin, memahami legenda Bajareng Naso adalah satu-satunya cara untuk memulihkan kepingan-kepingan memori Prita yang berserakan.

Namun, pencarian kebenaran ini tidaklah mudah.

Akankah Prita berhasil memecahkan misteri mimpinya dan memulihkan ingatannya yang hilang? Siapakah tamu tak diundang itu, dan apa hubungannya dengan rahasia yang dijaga oleh Luh Gandaru?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Margiyono, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Hilangnya Barang Bukti

Pagi ini, matahari terbit dengan indahnya di ufuk timur. Negeri Londata di pagi hari terlihat begitu damai. Angin membawa aroma harum bunga dari taman di belakang bangunan megah ini. Dari luar kamarku, terdengar langkah kaki mendekat. Tak lama kemudian, ketukan pintu memecah keheningan pagi.

“Tok, tok, tok…”

“Siapa?” tanyaku.

“Aku, Wulan,” jawabnya dari balik pintu.

“Oh, iya… sebentar.” Aku berjalan ke arah pintu dan membukanya.

Wulan berdiri di sana dengan senyum ramahnya. Di tangannya ada handuk putih yang terlipat rapi.

“Kamu sudah bangun?” tanyanya.

“Iya,” jawabku, “aku sudah bangun sekitar satu jam yang lalu,” kataku sambil membalas senyumnya.

“Nyi Lirah menyuruhku membawakan ini untukmu…” kata Wulan sambil menyodorkan handuk itu. Aku menerimanya dengan senang hati. “Terima kasih.”

“Ayo, aku tunjukkan kamar mandinya,” kata Wulan sambil berjalan di depanku.

“Nanti setelah kamu selesai membersihkan diri, aku akan mengajakmu jalan-jalan ke luar Gubuk Manah. Ada taman yang indah di belakang sini, kamu pasti suka,” lanjut Wulan.

Senyumnya terasa hangat, dan aku semakin nyaman berada di dekatnya.

Tak lama kemudian, aku sudah selesai membersihkan diri.

Wulan mengajakku keluar menuju taman di belakang bangunan ini, seperti yang dia katakan. Kami berjalan berdampingan. Di tangannya, Wulan membawa keranjang kecil berisi buah-buahan. Kami duduk di bangku kayu di sana.

“Wulan,” kataku memulai percakapan. Wulan mengerutkan dahinya, seolah tahu ada yang ingin kutanyakan.

“Iya,” jawabnya singkat.

“Ada sesuatu yang ingin aku tanyakan padamu, apa kamu keberatan?”

“Oh, apa?” jawab Wulan sambil mengambil buah dari keranjang dan memberikannya padaku.

“Terima kasih,” ucapku menerima buah itu. “Aku ingin bertanya sesuatu,” kataku lagi.

“Iya, katakan saja, aku siap mendengar kok!” kata Wulan dengan nada serius namun tetap ramah.

“Tapi jika pertanyaanku ini membuatmu tidak nyaman, kamu boleh kok tidak menjawabnya.”

Aku merasa tidak yakin dengan apa yang ingin kutanyakan.

Ada banyak misteri di pikiranku, ingin rasanya kutumpahkan semuanya, tapi aku tahu itu tidak mungkin. Aku mengatur napasku agar terlihat lebih tenang.

“Eh… apakah kamu sudah lama tinggal di tempat ini, di Gubuk Manah, Wulan?” tanyaku akhirnya. Pertanyaan ini terasa tidak terlalu berat, dan bisa menjadi pembuka untuk pertanyaan-pertanyaan lain di benakku.

“Oh…” jawab Wulan, lalu dia bercerita panjang lebar tentang dirinya.

Dia bercerita dengan riang dan apa adanya, tanpa beban. Dia yatim piatu, dan Nyi Lirah yang merawatnya sejak kecil dan memberikannya rumah tidak jauh dari sini. Nyi Lirah sangat baik padanya, dan baginya Nyi Lirah adalah guru dan orang tua, selain sebagai tetua klan Lontara yang dihormati.

Wulan juga bercerita tentang Gubuk Manah. “Kamu pasti heran kenapa istana tetua klan ini kami sebut Gubuk Manah,” katanya.

“Iya… iya…” jawabku dengan mata berbinar.

“Gubuk Manah itu nama yang diberikan Tana’ Bulan untuk rumah bagi tetua klan Lontara,” jawab Wulan.

Aku mengerutkan dahi. “Tana’ Bulan?” tanyaku penasaran, “siapa Tana’ Bulan itu, apa dia tinggal di sini juga?”

Wulan tersenyum. “Oh… Tana’ Bulan tidak tinggal di sini. Karena Tana’ Bulan itu adalah roh suci pelindung klan Lontara. Nama Gubuk Manah itu adalah simbol bagi kami, penduduk negeri Londata.”

“Simbol?” tanyaku. “Lalu apa maksudnya?”

“Gubuk Manah memiliki arti kesahajaan dan keseimbangan. Jadi, walaupun kita tinggal di istana yang megah, hati dan pikiran kita haruslah tetap sederhana,” jawab Wulan.

Aku memperhatikan setiap kata Wulan dengan serius.

Kadang kami tersenyum bersama.

Pembicaraan kami mengalir begitu saja.

Setiap kali aku bertanya tentang diriku atau tentang hal yang tidak kuketahui tentang negeri Londata, Wulan dengan senang hati menjawabnya. Kami tenggelam dalam obrolan ringan yang menyenangkan pagi itu.

Sementara itu,...

Di dalam ruang pertemuan utama Gubuk Manah, terasa aura ketegangan. Nyi Lirah duduk di kursi tetua klan. Arka, Carla, dan Vyn ada di sana. Tampak pula dua orang tinggi besar dengan kumis dan cambang hadir di tempat itu. Di samping mereka, ada seorang wanita berjubah hitam anggun, matanya sembab seperti habis menangis. Sepertinya dia adalah fokus pembicaraan mereka.

“Nyi Lirah,” kata wanita berjubah hitam itu akhirnya. “Aku merasa yakin bahwa semua ini disebabkan oleh gadis asing itu!” Nada suaranya meninggi, seperti tertekan.

“Tenangkan dulu dirimu, Luh Gandaru,” jawab Nyi Lirah kepada wanita itu. “Coba ceritakan duduk perkaranya, dari awal,” suara Nyi Lirah serak. Dia berusaha menutupi kegelisahan di hatinya. “Supaya kita bisa mengetahui apa sebenarnya yang terjadi pada Bei Tama, suamimu.”

“Bei Rangga,” panggil Nyi Lirah kepada salah satu pria tinggi besar itu. “Apa yang kau ketahui tentang masalah ini?”

Pria yang dipanggil Bei Rangga itu menoleh ke arah Luh Gandaru, seolah meminta izin untuk menjawab. Luh Gandaru memberi isyarat dengan matanya, menyetujui Bei Rangga menjawab.

“Sebenarnya aku tidak begitu mengetahui peristiwanya dengan pasti, Nyi Lirah,” jawab Bei Rangga. “Sebab tadi malam aku sedang berjaga di pondok timur. Jadi kejadian di pondok utara sama sekali tidak aku tahu, kecuali kabar yang kudengar dari Luh Gandaru.”

“Ini pasti ulah gadis asing itu!” Luh Gandaru menyela. Dari nadanya, jelas ia sangat membenciku, meskipun belum pernah bertemu denganku.

“Bagaimana engkau bisa yakin gadis itu penyebabnya, Luh Gandaru?” tanya Nyi Lirah, meragukan ucapan wanita itu. “Sedangkan engkau sendiri belum pernah sekalipun bertemu dengannya.”

“Nyi Lirah,” Luh Gandaru tampak ingin mendebat. “Seharusnya engkau bisa merasakannya juga. Bunga dari pohon sambutara yang mekar hari itu adalah bukti jelas bahwa gadis itu bukanlah penduduk Loka Pralaya. Dia makhluk asing, Nyi Lirah! Dan dia berbahaya!”

“Jangan terburu-buru menuduh seseorang tanpa bukti jelas, Luh Gandaru,” jawab Nyi Lirah. “Kita harus jernih memandang permasalahan ini, supaya tidak salah mengambil keputusan, apalagi jika menyangkut keselamatan nyawa seseorang.”

“Bukti apalagi, Nyi Lirah?” sanggah Luh Gandaru dengan suara semakin keras. “Aku sudah mengetahui semuanya. Arka sudah menceritakan semua yang terjadi di pondok utara kepadaku.” Dia menoleh ke arah Arka yang diam menunduk.

Kemudian Luh Gandaru melanjutkan, nadanya semakin berat. “Kalian semua sudah tahu, suamiku adalah seorang ksatria hebat di kampung Londata. Dia sudah berpengalaman dalam hal bertempur, dan kekuatannya tak perlu kalian pertanyakan lagi. Dan seperti yang kalian ketahui, sampai saat ini keberadaan Bei Tama seperti hilang ditelan angin. Tak seorang pun di antara kita yang tahu pasti, apakah ia masih hidup atau sudah….” Luh Gandaru tidak sanggup melanjutkan, ia menangis tertahan.

“Sabar, Luh Gandaru,” Nyi Lirah berusaha menenangkan wanita itu. “Kita berharap yang terbaik terhadap Bei Tama, dan aku akan melakukan tugasku semaksimal mungkin sebagai tetua Klan ini dan memastikan keberadaan Bei Tama.” Suara Nyi Lirah pelan namun tegas.

Kemudian Nyi Lirah menoleh kepada pria besar di samping Bei Rangga. “Bei Tantra,” panggilnya.

“Baik, Nyi Lirah,” jawab pria itu.

“Kalian berdua, tentunya sudah mengenal baik sahabat kalian itu, Bei Tama,” lanjut Nyi Lirah, menatap Bei Rangga dan Bei Tantra. “Apakah kalian sudah berusaha mencari keberadaan Bei Tama semaksimal mungkin? Atau barangkali melalui Mayaru yang kalian miliki, atau petunjuk apapun yang bisa kalian dapat?”

Bei Tantra yang sedari tadi diam, mencoba memberikan jawaban yang meyakinkan. “Nyi Lirah, kami berdua, aku dan Bei Rangga, sudah berulang kali melakukan kontak melalui Mayaru, namun sama sekali tidak ada jawaban. Dan pagi ini, kami sudah memeriksa pondok utara yang semalam mendapat serangan petir itu, namun tak ada jejak atau apapun yang bisa menjadi petunjuk keberadaan Bei Tama.”

Nyi Lirah terdiam sejenak. “Apa kalian sudah mencari batu Zato yang ada di sekitar situ?” tanyanya kemudian.

“Sudah, Nyi Lirah,” jawab Bei Tantra. “Dan tak ada satupun batu Zato yang kami temukan di situ.” Dia berhenti sejenak, seolah berpikir.

Nyi Lirah mengerutkan dahi. Batu Zato hilang? Arka dan teman-temannya juga saling bertukar pandang.

“Inilah yang membuat kami curiga,” lanjut Bei Tantra. “Sepertinya ada orang lain atau setidaknya kekuatan asing yang sengaja menghilangkan batu Zato di situ. Dengan hilangnya batu Zato, semakin sulit bagi kita mendapatkan bukti dan petunjuk mengenai apa yang sebenarnya terjadi pada malam itu, dan pada Bei Tama.”

Saat Bei Tantra menyebut hilangnya batu Zato, Luh Gandaru menunjukkan sikap aneh, seolah menyembunyikan sesuatu.

Nyi Lirah mendengarkan dengan cermat, menganalisis setiap kalimat Bei Tantra, mencoba mencari jawaban atas hilangnya Bei Tama. Setelah menghela napas, Nyi Lirah menoleh kepada Arka.

“Arka, Carla, dan kamu, Vyn,” kata Nyi Lirah. “Tolong pagi ini kalian kembali ke pondok utara. Susurilah area pondok itu sampai ke pantai Sambutara. Temukan batu Zato yang muncul di situ, terutama daerah pantai Sambutara, tempat gadis itu terdampar.”

“Baik, Nyi Lirah,” jawab Arka.

“Dan tolong ingat pesanku ini baik-baik,” lanjut Nyi Lirah. “Apapun yang kalian lihat di sana, kejanggalan sekecil apapun, tolong laporkan kepadaku! Dan berusahalah agar kalian dapat menemukan batu Zato, bawa kepadaku jika kalian menemukannya!”

“Baik, Nyi Lirah,” jawab Arka.

Setelah perintah Nyi Lirah dirasa cukup jelas, Arka dan kedua temannya meminta diri. Nyi Lirah mempersilakan mereka pergi. Beberapa saat setelah kepergian mereka, ruangan kembali hening. Pertemuan pagi itu sepertinya akan berakhir. Luh Gandaru tampak ingin mengatakan sesuatu pada Nyi Lirah.

“Nyi Lirah, jika sampai besok pagi kabar mengenai suamiku belum juga menemukan titik terang,” kata Luh Gandaru, terdengar seperti ancaman, “jangan salahkan aku jika sesuatu yang buruk akan terjadi!”

Nyi Lirah hanya terdiam mendengar nada ancaman itu.

Posisi Luh Gandaru tampak sangat berpengaruh. Nyi Lirah sangat berhati-hati dalam menjawab semua pertanyaan dan sanggahannya.

Bei Rangga dan Bei Tantra juga menunjukkan rasa hormat yang besar pada wanita itu. Tak lama kemudian, pertemuan itu berakhir.

Nyi Lirah masuk kembali ke ruangannya, dan mereka menunggu kabar dari Arka dan teman-temannya.

1
Abu Yub
lanjut thor semangat/Pray/
Abu Yub
lanjut thor
Abu Yub
lanjut
Selvy
Semangat
Abu Yub
Aku mampir lagi thor/Pray//Ok//Good/
Abu Yub
terimakasih
Abu Yub
carla dan vyn
Abu Yub
nyi
Abu Yub
lanjut/Pray/
Abu Yub
aku mampir thor. jng lupa mampir juga novel aku
Margiyono: ok otw ...
total 1 replies
Abu Yub
berempat
Abu Yub
Aneh
Abu Yub
tiba tiba
Hye Kyoe
Halo aku mampir nih....🤩
Margiyono: thaks..kak..
/Drool//Pray/
total 1 replies
liynne~
semangat, and done ya/Chuckle/
Dewi Ular🐍💆🏻‍♀️
Prita? Nama yang indah/Drool/
Margiyono: he.he.. trmksh kak.. padahal aslinya itu polypropilen.. loka pralaya itu asli ada di dunia nyata.. cuma seting karakter dan tokohnya saja.. alurnya sama dg yg di dunia nyata
total 1 replies
Andressa Maximillian
plis
Andressa Maximillian
menurutku ceritanya bagus, dunia yang dibangun penuh misteri dan kejutan
Margiyono: terimakasih
total 1 replies
Andressa Maximillian
wah.. seru nih. ditunggu kelanjutannya
Margiyono
siap, terimaksih...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!