Loka Pralaya: The Begining
Dunia ini bernama Loka Pralaya, sebuah tempat penuh misteri. Di tempat ini, desiran anginnya adalah nafas yang memberi kehidupan bagi penghuninya. Energinya berasal dari beragam emosi dan perasaan segenap makhluk yang ada di dalamnya. Keharmonisan yang mengikat alam ini, mengabadikan keberadaanya di antara banyak dunia lain di alam semesta. Senyum ramah adalah energi yang membangun, menumbuhkan benih-benih yang di tanam di tanahnya, kebaikan kecil yang dilakukan akan memberi dampak besar bagi kelangsungan dunia ini. Pepohonannya adalah mata dan telinga bagi segala peristiwa yang berlangsung di dalamnya. Batu-batu yang berserakan di pantai, menjadi penyimpan memori abadi bagi kejadian-kejadian penting yang terjadi.
Dan senja itu, saat matahari mulai berangsur menepi di horizon langit barat, saat sinarnya yang kuning kemerahan mewarnai hamparan lautnya yang tenang. Di sela bebatuan yang menutupi sebagian besar pantainya, sesosok tubuh nampak terdampar tak berdaya, sesekali deburan ombak menerpa tubuhnya yang tak bergerak, nampaknya ia tak sadarkan diri. Rambutnya tergerai disapu ombak yang datang silih berganti, seperti mencoba membangunkannya dari keadaan itu, namun sebanyak apapun deburan ombak itu mengenainya, tak ada tanda-tanda bahwa sosok itu akan bangun dari ketidak sadarannya.
Jika ditilik dari penampilannya – rambut panjang yang tergerai, gaun putih yang melekat di tubuhnya, jelas sekali bahwa sosok itu adalah seorang gadis. Namun, mengapa ia ada di situ? Atau pertanyaan konyolnya adalah sedang apa ia di situ, sendirian, di sebuah pantai yang nampaknya tak berpenghuni, setidaknya jika dilihat disekeliling pantai itu, sepi dan jauh dari pemukiman.
Tapi pertanyaan ini tak penting, sebab.... kita baru saja akan menuliskan kisahnya. Sebuah perjalanan panjang bagi sesosok gadis yang tak sadarkan diri di tepi pantai itu.
Lama sekali gadis itu tergeletak tak berdaya di pantai itu, hingga matahari benar-benar tenggelam di ufuk barat. Dan malampun perlahan mulai merayapi langit, dan memberikan warna hitam gelap sebagai pertanda kehadirannya. Gadis itu masih terdiam di situ, tak ada tanda-tanda pergerakan, ada sih ... kadang ombak juga menggerakkan tubuhnya, sedikit.
Tapi, ini adalah Loka Pralaya, ingat ya... keajaiban adalah hal yang normal di dunia ini, sebab jika pada akhirnya kita melihat bahwa perlahan-lahan tubuh gadis itu terangkat ke atas, kira-kira satu meter di atas permukaan batu-batu itu, sedikit terangkat lagi dan lagi, perlahan-lahan bergerak menepi, menjauhi bibir pantai itu dan akhirnya kembali turun, mendarat di bawah pohon-pohon kelapa yang ada di sekitar pantai, kita tak perlu heran. Tak perlu nyinyir mengatakan: “pasti itu adalah efek CGI atau karena kamera jahat”, tak ada kamera di sini. Ingat itu!
Di atas pohon kelapa yang tinggi menjulang itu, bertengger seekor burung Caladryus putih, menatap gadis itu dengan tatapan tajam, dan dialah yang menyebabkan fenomena “normal” itu terjadi, dan pastinya burung itu bukanlah seekor burung biasa.
Setelah burung itu benar-benar mendarat di bawah pohon kelapa yang menjulang tinggi itu, dengan gerakan anggun penuh perhitungan, burung itu menukik turun ke bawah, mendarat tepat di sisi gadis itu. Warnanya yang putih berkilauan itu saja sudah dapat membuat bulu kuduk berdiri jika melihatnya, maklum di sini - di negara Konoha - penampakan sosok putih saat malam hari di tepi pantai yang sunyi pastinya akan menimbulkan ketakutan, setidaknya bagi sebagian besar penggemar film horor lokal.
Pesisir pantai itu dipenuhi dengan pepohonan kelapa yang menjulang tinggi, seperti pantai pada umumnya, namun di pantai ini, di samping pohon-pohon kelapa itu, tak kalah tingginya berjajar pula pohon-pohon Sambutara, pepohonan khas pantai ini, batangnya yang besar menjulang ke angkasa, lebih tinggi dari pohon kelapa, daun-daunnya mirip dengan daun pohon akasia, yang membedakannya adalah pohon ini mempunyai bunga, warnanya kuning keemasan. Bunga-bunga pohon sambutara itu kini sedang mekar, warnanya bekilauan indah di balik rimbunya dedauan yang menyelimutinya, menimbulkan kesan sakral. Nampaknya pohon itu tahu bahwa di hadapannya tengah hadir sesosok makhluk baru, gadis yang pingsan itu. Dan ia tengah menyambutnya.
Dengan gerakan yang anggun, perlahan tubuh burung caladrys putih itu berubah, perlahan ia melebarkan sayapnya, seolah sedang mengumpulkan kekuatannya yang luar biasa.
Sayap-sayapnya yang putih itu perlahan memanjang dan berubah menjadi sepasang lengan manusia, tubuhnya juga memanjang, menciptakan bayangan samar-samar yang lama-kelamaan menjadi jelas, dan selanjutnya burung itu kini menjelma menjadi sesosok wanita.
Rambutnya putih panjang berkilau, ia mengenakan jubah keemasan. Di tangan kanannya tercipta sebuah tongkat kecil, mirip tongkat sihir Harry Potter, hanya mirip. Karena tongkat itu lebih lurus dan berkilauan seperti terbuat dari logam, ujungnya berbentuk seperti tombak, warnanya biru bersinar.
Dengan gerakan anggun, wanita itu lebih mendekat lagi ke tubuh gadis itu, menatapnya dengan tatapan tajam, penuh perhatian dan - seperti ingin memastikan bahwa gadis itu masih hidup – ia menunduk, memegang dada gadis itu, memastikan ada denyut nafas yang bergerak.
Ia membersihkan butiran-butiran pasir yang mengotori gaun gadis itu, dengan mengibaskan tongkat saktinya, seketika gaun gadis itu kembali bersih seperti semula, dan kering seperti tak pernah tersentuh air laut sebelumnya.
Masih dalam posisinya yang membungkuk, wanita itu meniupkan energi yang berwarna biru ke mulut gadis itu, pancaran energi biru itu serta merta melingkupi seluruh tubuh gadis itu, pancaran energi itu semakin banyak dan hampir menutupi pandangan.
Setelah sekian menit berlalu, tubuh gadis itu mulai menunjukkan tanda-tanda pergerakan, ia mengerang pelan, tangannya mulai bergerak, namun tenaganya masih lemah sehingga hanya gerakan itu saja yang dapat ia lakukan.
Wanita jelmaan burung caladryus itu kembali mengibaskan tongkatnya, kali ini dengan gerakan agak cepat, ia mengibaskan tongkat itu beberapa kali ke arah gadis itu, sehingga menciptakan kilatan cahaya biru yang menyilaukan.
Kilatan cahaya itu terus berputar mengelilingi tubuh gadis itu, hingga membuat tubuhnya tersentak terangkat – seperti orang yang baru tenggelam – ia menyemburkan air dari mulutnya, terbatuk beberapa kali.
Dan ketika wanita itu merasa yakin bawa energi yang ia berikan sudah cukup untuk membuat gadis itu sadar, dengan cepat ia berubah kembali ke wujudnya semula dan dengan gerakan yang cepat dan anggun ia kembali terbang ke puncak pohon kelapa di mana tadi ia bertengger di sana. Diam dan kembali mengamati gadis itu - memastikan semua yang dilakukannya benar-benar sesuai dengan apa yang diinginkanya - sebelum benar-benar pergi dari tempat itu.
Gadis itu perlahan mulai tersadar, ia bergerak. Ia berusaha menggerakkan tubuhnya yang terasa begitu lemah, membuka matanya. Hal pertaman yang dilihatnya adalah kegelapan malam, ia menengok ke kanan dan kirinya, kemudian mencoba bangkit dari posisi tidurnya. Diperhatikannya pakaiannya yang bersih dan kering, ia merabanya dan memastikan bahwa itu adalah hal nyata yang dirasakannya pertama kali.
Setelah ia merasa benar-benar menguasai kesadarannya kembali, pandangannya menyapu ke sekelilingnya, udara dingin yang ia rasakan memberikan aura yang menakutkan. Gelapnya malam semakin membuat tubuhnya menggigil kedinginan. Kesunyian ini seperti tatapan raksasa hitam yang tak kasat mata, seperti melotot ke arahnya dan itu membuatnya semakin merasa ketakutan. Ia bangkit dari tempat itu, ia bercara pada dirinya sendiri, suaranya serak dan pelan.
“Ini di mana?” gumannya, matanya masih menyisir seluruh area pantai itu, mencoba menangkap gerakan atau bayangan apa saja yang bisa dijadikan petunjuk. Ia mencoba menghela nafas panjang, terasa berat olehnya, dadanya naik turun dengan cepat saat ia mencoba mengingat sesuatu – apa saja – yang bisa membantunya mengingat kenapa ia berada di tempat itu sekarang. Namun pikirannya kosong, ia benar-benar tak bisa mengingat apapun.
“Kenapa aku tidak mengingat apa-apa?” ia memegang kepalanya yang terasa pusing, dan sesaat kemudian ia kembali terduduk di atas pasir pantai itu. Terduduk diam.
Seperti teringat sesautu, ia mencubit lengannya dan, “Auh ... “ ia merasakan sakit, dan itu pertanda bahwa dia tidak sedang bermimpi.
“Kenapa aku tak ingat apa-apa?” gumannya, ia mencoba kembali mengingat sesuatu – apa saja - dan ternyata pikirannya benar-benar kosong. Tak ada bersitan ingatan apapun di dalam kepalanya, bahkan untuk mengingat siapa dirinya, siapa namanya, itupun tak juga mampu ia lakukan. Ia benar-benar kehilangan ingatan.
Gadis itu masih mematung dalam kebingungannya, tanpa disadarinya, sepasang mata dengan sorot yang begitu tajam terus mengamatinya. Sepasang mata itu milik burung caladrys yang tadi memberikan energi dan menyadarkannya dari pingsan. Nampaknya burung itu ingin memastikan kondisi gadis itu baik-baik saja dan barangkali juga ia ingin melindunginya dari bahaya yang mungkin saja dihadapi.
Setelah sekitar satu jam ia berada di situ, ia memutuskan untuk pergi dari situ. Ia berjalan melangkah menjauhi tepi pantai, dan berharap menemukan pemukiman atau seseorang yang dapat membantunya.
Walaupun tak ada pencahayaan apapun di tempat itu, ia beruntung karena bunga-bunga yang mekar dari pohon sambutara itu memancarkan cahaya yang cukup untuk menerangi jalan yang dilewatinya. Sehingga membantunya menyusuri jalan setapak yang ada di situ, ia terus berjalan ke arah selatan dan berharap menemukan sesuatu di sana.
Setelah dilihatnya gadis itu benar-benar pergi meninggalkan pantai, burung caladryus putih itu kemudian terbang, meninggalkan tempat itu, hilang ditelan gelapnya malam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments