Dari semenjak lahir Syailendra dipaksa untuk "tak terlihat", dirumah, disekolah dan juga di lingkungan sekitarnya. Namun ternyata seorang perempuan bernama Ratu memperhatikan dan dengan jelas dan tertarik padanya. Perempuan cantik dan baik yang memberikan kepercayaan diri untuknya.
Sedangkan Ratu, Ia sosok perempuan sempurna. Ratu terkenal tak mau berkomitmen dan berpacaran, Ia seorang pemain ulung. Hidup Ratu berubah saat Ia dan Syailendra satu team mewakili olimpiade kimia dari sekolahnya. Mereka tak pernah sekelas, dan Ratu bahkan baru mengenalnya. Tapi sosoknya yang misterius merubahnya, Ratu merasakan sesuatu yang berbeda dengan pria itu, membuatnya merasa hangat dan tak mau lepas darinya.
Namun dunia tak mendukung mereka dan mereka harus berpisah, mereka lalu bertemu sepuluh tahun kemudian. Apakah kisah kasih mereka akan tersambung kembali? Atau malah akan semakin asing?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon khayalancha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14 - Kemenangan
Setelah menunggu Heri dan Sasa di depan kelas, akhirnya mereka masuk ke ruangan yang telah diisi dengan komputer di tiap mejanya. Olimpiade tersebut bertajuk ujian tertulis dengan soal yang tertera di komputer. Tepat pukul delapan pagi, ujian dimulai.
"Ibu harap kalian bisa menyelesaikan ujian ini dengan tenang. Ujian ini di lakukan dalam waktu 1 jam dengan total soal sebanyak 40 butir. Jadi nanti di bagi saja siapa yang akan mengerjakan nomor 1 dan seterusnya dengan rekan satu tim."
Wanita yang statusnya pengawas ujian itu memberikan instruksi pada peserta lomba. Dan setelah mengatakan itu, para siswa diarahkan untuk membuka website olimpiade, kemudian memasukkan email dan password mereka.
Dalam waktu sesingkat itu, keempatnya mengerjakan soal dengan saling bekerja sama.
Satu jam sudah berlalu dan akhirnya semuanya bisa di selesaikan dengan sangat teliti. Syailendra langsung merasa lega setelah mengerjakan soal itu. Dia merasakan soal yang ada di ujian itu sama dengan apa yang sudah dia kerjakan selama ini. Beruntung pelajaran di ujian pertama adalah matematika, yaitu pelajaran kesukaan Syailendra.
Begitu juga dengan Ratu yang sudah berusaha mengerjakannya walaupun belum sepenuhnya bisa mengimbangi Syailendra. Namun tetap saja Ratu lebih berguna dibanding duo bucin itu yang hanya plonga-plongo dalam menjawab soal. Tetap Syailendra yang menjadi tulang punggung grup tersebut.
"Gila soalnya susah banget. Pegel tangan aku, Yang!" Sasa mengadu dengan wajah kusut, yang mana membuat Heri langsung mengambil tangan kekasihnya itu dan membawanya ke bibir untuk dikecup.
"Kasihan banget sayangnya aku. Pegel, ya, cintanya aku?"
Ratu meringis geli melihat aksi duo bucin tersebut. Begitu juga dengan Syailendra yang mulai ilfeel.
"Ngeluh terus kalian berdua. Padahal yang banyak partisipasinya itu kan Syailendra. Kalian beban grup banget!" omel Ratu.
"Yaelah, santai aja kali. Kayak lo nggak beban grup aja," balas Heri.
"Udah, udah. Yang penting kan kita udah selesai ujiannya. Sekarang mending kita belajar lagi buat persiapan kalau masuk ke semi final."
Dan setelahnya mereka keluar dari area sekolah, menuju rumah Sasa untuk belajar bersama. Sasa dan Heri naik motor. Begitu sampai di parkiran, Heri menyeletuk—
"Motor lo mana, Ndra?"
"Aku naik bis," jawab Syailendra singkat.
Heri langsung tertawa. Tawa yang mengandung ejekan karena menganggap mustahil zaman sekarang masih ada orang yang pergi ke sekolah naik bis. "Buset. Lo nggak niat bawa motor gitu ke sekolah? Yang lo gebet ini siswi populer di sekolah kita, lho. Lo nggak malu diejek sama temen-temennya Ratu?"
Ratu merasa panas mendengarnya. Belum sempat Syailendra menyahut ucapannya, Ratu menyeletuk, "ngapain malu? Kan aku yang mau temenan sama dia. Emang semua harus diukur dari segi harta, ya? Sempit banget pemikiran kamu!"
"Santai aja kali. Gue kan cuma bercanda," elak Heri.
"Udah, ih. Kamu pun bercanda jangan keterlaluan gitu. Aku nggak suka," tegur Sasa.
Syailendra, sih, tidak terlalu mementingkan omongan Heri. Ucapan lelaki itu tidak berpengaruh sama sekali dengan suasana hatinya. Tidak juga berniat menjelaskan apa latar belakang keluarganya agar ia berhenti diejek oleh semua orang. Karena bagi Syailendra, hidupnya murni bertujuan untuk dirinya sendiri. Ia tidak butuh validasi dari siapa pun.
"Kalian duluan aja. Aku naik bis. Nanti tolong share location aja."
Syailendra lantas meninggalkan mereka, kemudian melangkah menuju gerbang. Dan di saat itu pula Ratu berusaha mengejar-ngejarnya dari arah belakang.
"Syai!"
Syailendra menoleh dan mendapati Ratu berjalan bersisian dengannya.
"Kamu naik taksi aja atau minta jemput sama supir. Jangan ikut aku naik bis," lerai Syailendra.
Ratu langsung mengamit tangan Syailendra, lalu menyandarkan kepalanya di bahu cowok itu. "Aku ikut kamu aja, ya. Aku temenin naik bisnya."
"Nggak usah, Ratu. Nanti kamu diejek sama—"
"Nggak akan ada yang berani ngejek aku. Kalau ada, aku ejek balik mereka. Udahlah nggak usah dipikirin omongan orang lain. Yang penting kan gimana kita berdua yang jalanin," ujar Ratu, berusaha menyabarkan Syailendra.
"Ya udah kalau gitu."
Pada akhirnya mereka pun melenggang menuju halte bis. Sementara Sasa dan Heri yang sudah naik ke atas motor hanya bisa melihat mereka dari kejauhan sampai akhirnya dua orang itu benar-benar masuk ke dalam bis.
"Ratu benar sama Syailendra?" Heri bingung.
Sasa merebahkan kepalanya ke bahu cowok itu sambil memeluk erat perutnya dari arah belakang. "Kayaknya iya, deh. Nggak tahu Ratu itu serius apa enggak sama si Syailendra. Lagian tadi kamu kenapa sih nyindir-nyindir? Kesian si Endra...."
"Aku nggak nyindir. Kan kamu tau aku kalau bercanda emang mulutnya begini. Ya lagian aneh aja. Karena selama ini yang aku tau gebetan Ratu bukan orang sembarangan. Mereka popular seperti Ratu."
"Nggak ada yang aneh. Mungkin Ratu emang cinta sama Syailendra—"
"Nah itu yang lebih aneh. Aku kenapa nggak percaya kalau Ratu itu serius sama Syailendra? Takutnya anak sepolos Syailendra nantinya sakit hati dekat sama Ratu. Nasibnya jadi kayak Aldo dan Galih. Padahal mereka itu cowok populer di sekolah. Kaya raya pula. Bisa-bisanya Ratu sakitin mereka."
Sasa menghela napas bingung. Sebenarnya masuk akal yang dibilang Heri. Sasa pun telah mewanti-wanti ini sejak lama. Ah, semoga saja dugaan mereka berdua salah. Sasa berharap Ratu kali ini berhenti menjadi playgirl dan fokus pada satu cowok saja. Karena perempuan itu berhak dicintai oleh lelaki yang tepat....
Bisa ditebak siapa yang belajar dan siapa yang main-main, bukan?
Ya. Sasa dan Heri malah asyik pacaran, sementara Ratu sibuk menyimak Syailendra menjelaskan materi. Benar-benar tidak ada akhlaknya mereka itu. Bahkan terang-terangan Heri dan Sasa bermesraan di depan Syailendra dan Ratu. Syailendra ingat tujuannya memenangkan perlombaan ini, yaitu untuk confess tentang perasaannya kepada Ratu. Jadi ia abaikan saja dua manusia itu.
Bahkan sampai makanan yang mereka order pun tiba, Syailendra masih berkutat dengan materi-materi di depannya.
"Endra, makan dulu yuk? Belajarnya lanjut nanti aja. Jangan terlalu rajin," tegur Sasa.
"Iya, ayo makan," paksa Ratu. Ia ambil tangan Syailendra hingga membuat lelaki itu menghentikan kegiatan menulisnya.
"Kalian duluan aja. Aku masih mau belajar."
"Jangan terlalu diforsir tenaga kamu, Syai. Nanti yang ada kamu sakit."
"Kita harus memenangkan lomba ini, Ratu. Harus menang," tekad Syailendra. Ratu sampai heran kenapa anak ini sebegitu bertekad memenangkan pertandingan. Padahal Bu Susan tidak menuntut apa-apa. Kalau menang pun syukur, kalau tidak ya anggap saja pengalaman. Tapi ... kenapa Syailendra begitu gigih? Ratu tak habis pikir dengan anak itu.
"Syai, kita lomba buat cari pengalaman. Kalau nggak menang pun nggak apa-apa—"
"Harus menang Ratu. Aku mau melakukan sesuatu kalau nanti kita menang di perlombaan ini. Aku udah janji sama diriku sendiri," tegas Syailendra, lantas kembali mengerjakan rumus-rumus di depannya.
"Memangnya kamu mau ngapain, hm?"
"Ada deh. Nanti kamu juga tau."
Kalau sudah begini, Ratu tidak lagi bisa memaksakan kehendak Syailendra. Maka ia biarkan Syailendra sibuk dengan rumus-rumus itu, kemudian mengambil sepotong pizza yang tadi mereka pesan dan menyuapkannya ke mulut Syailendra.
"Ayo makan. Aku suapin," kata Ratu.
Syailendra menoleh gugup. Malu-malu kucing, akhirnya ia buka mulutnya dan menerima suapan Ratu. Syailendra pegang tangan Ratu dan mengelusnya lembut. Ia berkata tegas—
"Tunggu ya, Ratu. Aku akan usahain semuanya buat kamu. Demi kamu, aku akan memenangkan perlombaan ini."
Ratu mengerjap bingung. "Maksud kamu?"
Dan Syailendra hanya menjawab ucapan gadis itu dengan senyum. Senyuman penuh tekad dan keyakinan yang kuat tentunya....
****
Kemarin sore hasil pengumuman itu keluar. Dan ternyata sekolah mereka lolos ke tahap semifinal. Ratu, Syailendra, Heri dan juga Sasa kembali melakukan perlombaan di hari kedua. Peserta di babak semi final hanya tinggal 10 sekolah. Jadilah lawan mereka sedikit lebih berat dari yang kemarin.
Usai melaksanakan ujian di kelas, keduanya kembali belajar sambil menunggu hasil pengumuman nama-nama peserta yang lolos ke tiga besar. Seperti kemarin, rumah Sasa menjadi tempat bagi mereka belajar dan beristirahat. Meski kata istirahat itu sendiri tidak berlaku untuk Syailendra karena cowok itu menggunakan waktu sebaik mungkin untuk belajar.
Tepat pada pukul 5 sore, pengumuman hasil semi final sudah keluar. Mereka mengeceknya bersama-sama di laptop. Syailendra dengan tangan gemetaran langsung menekan simbol lonceng di bagian pojok atas kanan website. Dan sesuai yang diharapkan, sekolah mereka masuk ke tiga besar dan berhak maju ke Olimpiade tingkat Provinsi.
"Woi kita lolos!" teriak Heri.
"Aaa senangnya. Berarti habis ini kita maju ke tingkat Provinsi!" Sasa menimpali.
Beberapa menit kemudian Bu Susan menelepon Ratu. Tentunya untuk memberitahukan kabar bahagia ini. Ratu langsung mengangkat telfon tersebut dan mengaktifkan pengeras suara.
"Ratu, kalian udah lihat pengumuman?"
"Sudah, Bu!" sorak mereka serentak.
"Ah iya. Selamat, ya. Skor kalian paling tinggi. Kalian memperoleh juara satu dan berhasil maju ke tahap Provinsi. Tolong besok datang menjemput piagamnya ya. Jam 8 kalian harus hadir di SMA Cempaka."
"Siap, Bu!"
Dan setelahnya panggilan tersebut langsung berakhir. Karena terlampau senang, Syailendra refleks memeluk tubuh Ratu erat-erat yang langsung Ratu balas dengan pelukan kencang. Mereka mengabaikan Heri dan Sasa yang sibuk bercie-cie ria.
"Makasih, Tuhan. Makasih... akhirnya kita lolos..." Syailendra bergumam di ceruk leher Ratu.
"Ini semua berkat kerja keras kita," kata Sasa.
"Syailendra lebih tepatnya," ralat Ratu.
Dan mereka semua tertawa bahagia. Tentunya ini hasil kerja keras mereka semua meski yang paling besar perannya di sini adalah Syailendra.
"Besok kita makan-makan yuk? Habis jemput piagam," ajak Ratu.
"Boleh," angguk Sasa.
"Wah, demen nih gue yang beginian. Siap atuh. Gas aja!" Heri menimpali.
"Kamu ikut kan, Syai?" tanya Ratu yang melepas pelukannya dengan Syailendra.
"Iya. Ayo kita makan-makan."
Ratu tersenyum. Ia mendekatkan bibirnya ke kuping Syailendra, kemudian berbisik, "besok aku kasih hadiah buat kamu ya..."