NovelToon NovelToon
Kabut Cinta, Gerbang Istana

Kabut Cinta, Gerbang Istana

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Murni
Popularitas:6.7k
Nilai: 5
Nama Author: souzouzuki

Jadi dayang? Ya.
Mencari cinta? Tidak.
Masuk istana hanyalah cara Yu Zhen menyelamatkan harga diri keluarga—yang terlalu miskin untuk dihormati, dan terlalu jujur untuk didengar.

Tapi istana tidak memberi ruang bagi ketulusan.

Hingga ia bertemu Pangeran Keempat—sosok yang tenang, adil, dan berdiri di sisi yang jarang dibela.

Rasa itu tumbuh samar seperti kabut, mengaburkan tekad yang semula teguh.
Dan ketika Yu Zhen bicara lebih dulu soal hatinya…
Gerbang istana tak lagi sunyi.
Sang pangeran tidak pernah membiarkannya pergi sejak saat itu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon souzouzuki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Dijagai Pangeran Keempat

Langit siang itu bersih, sebersih nada gong kecil yang baru saja menandai penutupan sidang darurat. Parade Panen pun kembali dilanjutkan—meski tanpa gaung meriah seperti biasanya. Ada yang berubah.

Namun di lorong barak barat, seorang gadis justru berjalan berlawanan arah.

Yu Zhen melangkah perlahan, diiringi langkah kaki Qin’er yang setia berjalan di sampingnya. Dari belakang, mereka tampak seperti dua dayang biasa. Tapi semua mata kini menatap—penuh bisik-bisik, rasa iri, dan rasa ingin tahu yang meluap.

“Dia nggak ikut parade?"

“Katanya... itu perintah langsung dari Pangeran Keempat.”

“Apa? Yang Mulia bilang begitu?”

“Pengawas Ning menyampaikan sendiri. Disuruh istirahat katanya.”

Salah satu dayang muda yang ikut mendengarkan gosip, Si Yan, berbisik dengan pipi memerah dan tangan mengepal lucu.

"Aaaa, jadi dia disuruh istirahat oleh Pangeran Keempat ya! Tadi saat selesai sidang, Yang Mulia Pangeran Keempat... menatapnya dengan tatapan khawatir, kayak... kayak—aaaakkk!”

Dayang di sampingnya menyikut lengan Si Yan dengan cepat.

“Sst! Mau dicatat pengawas?”

Tapi bahkan yang menyikutnya pun menahan senyum.

Tak setiap hari seseorang dari barak barat jadi bahan pembicaraan seluruh istana. Apalagi dayang tanpa marga. Apalagi sampai dikhawatirkan oleh seorang pangeran.

Di depan barak, Shuang Mei berdiri dengan kedua tangan terlipat di dada. Ia tidak tersenyum. Tatapannya dingin seperti kabut pagi, padahal matahari tengah hari bersinar terang.

Saat Yu Zhen melewatinya tanpa bicara, ia tidak menyapa. Tapi sejenak, dagunya terangkat lebih tinggi—seolah ingin menunjukkan bahwa dialah yang dulu memutuskan tugas itu. Kalau tahu akan begini, mungkin dia akan menugaskan dayang lain saja. Bukan si Yu Zhen.

Qin’er, yang sejak pagi merasa emosinya naik-turun seperti ombak, tetap diam sampai mereka tiba di kamar pojok. Baru saat menutup tirai pelan, ia berbisik:

“Dengar… aku juga diperintahkan ikut ke sini. Untuk menjagamu. Kalau kau butuh apa-apa, kalau terjadi sesuatu… aku harus lapor ke Pengawas.”

Yu Zhen mengangkat alis tipisnya. “Kau diperintah?”

Qin’er mengangguk. “Iya. Katanya dari... Pangeran langsung. Lewat kasim Ning. Lalu kasim Ning bilang ke Pengawas Ning. Lalu aku.”

Qin'er menghela napas. “Kupikir aku hanya dayang biasa. Tapi... kayaknya sekarang... tidak.”

Yu Zhen tidak menjawab. Tapi matanya menatap pelan ke luar jendela bambu kecil.

Kamar dayang mereka terasa seperti biasanya—pojok barat yang sunyi, dengan lampu minyak yang menggantung agak miring. Tapi hari ini... rasanya seperti seluruh istana menempelkan mata ke tempat ini.

Qin’er duduk di tepi ranjang dan berkata pelan, setengah bercanda:

“Yaa... aku sih bukan mata-mata. Tapi... katanya juga, Yang Mulia mengirim orang.”

Yu Zhen menoleh.

Qin’er menunduk, setengah berbisik. “Dari pelayannya yang bernama... Lian He, ya? Ini rahasia, tapi dia mengatakannya padaku diam-diam. Katanya dia mengirim satu penjaga berpakaian biasa untuk mengawasi tempat ini. Kalau ada yang mencoba... kau tahu... membungkammu.”

Yu Zhen tercengang. Tapi belum sempat bicara, Qin’er menambahkan cepat:

“Dan aku juga tahu, dia memperhatikanmu. Tapi... aku juga diperhatikan. Karena aku yang berdiri paling dekat waktu kau mau bicara di sidang. Dan aku—aku...”

Ia menggaruk kepalanya pelan, malu. “Aku sempat bergumam ‘Zhen, kau bodoh’ karena kau nyelonong maju tanpa pikir panjang. Mungkin terdengar…”

"Sepertinya Pangeran Keempat menilai ketulusanku padamu, jadi mempercayakanmu padaku," lanjutnya masih salah tingkah.

Yu Zhen menunduk. Lalu... tersenyum samar. Senyum lelah, tapi tulus.

“Kalau begitu... terima kasih sudah tidak pergi.”

Qin’er tampak ingin menolak pujian itu, tapi akhirnya hanya menggeleng dan membuka buntalan kecil miliknya. Ia mengeluarkan roti tipis yang dibawanya dari dapur pagi tadi.

“Kau belum makan apa pun kan? Aku simpan ini waktu sarapan.”

Di luar, suara parade mulai menggema lagi.

Tapi di dalam, hanya ada dua dayang—satu terlalu jujur untuk tempat seperti ini, satu lagi terlalu polos untuk berpura-pura tidak peduli.

Dan tanpa mereka sadari, di bawah pohon bunga plum tua di ujung halaman, seorang pria muda berpakaian pelayan biasa duduk bersandar dengan tangan di dalam lengan jubah.

Ia menguap.

“Gadis kecil ini bikin repot,” gumamnya pelan.

“Tapi titah pangeran tetap titah. Kalau gadis ini mati... bisa-bisa saya juga.”

Ia memelototi seekor burung yang baru saja hinggap di pagar.

“Jadi ya sudah. Kita jaga. Tapi kalau dia mulai pingsan karena terlalu banyak melamunkan perhatian Pangeran Keempat nanti... aku ogah manggil tabib lagi. Berat!”

Ia merebahkan kepala sebentar.

Tapi di dalam hatinya: “Heran juga sih. Pangeran tidak pernah sampai segini... bahkan pada putri bangsawan.”

Sementara dari dalam kamar, Yu Zhen perlahan menyentuh lengannya yang masih dibebat. Luka itu mulai gatal, pertanda mengering. Tapi rasa perihnya belum sepenuhnya hilang—terutama bukan yang di kulit, melainkan yang ada di dalam hati.

Ia baru sadar.

Hari ini baru hari keduanya di istana.

Tapi dalam dua hari itu... ia sudah melihat wajah dunia istana yang selama ini hanya ia dengar lewat cerita orang: pengkhianatan, intrik, kesenjangan, ketidakadilan yang disajikan dengan piring emas. Bahkan dia sudah hampir kehilangan nyawanya.

Dan yang paling tak bisa ia mengerti—dirinya sendiri.

Mengapa ia begitu... tergerak saat pria itu memandangnya?

Kenapa jantungnya berdegup kencang saat teringat pelukan pertolongan yang semestinya memalukan itu?

Bukankah ia datang ke istana untuk bertahan hidup? Untuk uang? Untuk keluarga?

Bukan untuk—hal-hal seperti ini.

Qin’er masih duduk di sebelahnya, kini membuka selembar sapu tangan dan mulai menyeka jendela kayu yang berembun tipis. Cahaya matahari siang menyelusup masuk, menghangatkan ruangan yang sejak pagi terasa dingin oleh ketegangan.

“Zhen... aku tahu kau jujur. Tapi... apa yang kau lakukan tadi itu sangat berani.”

Yu Zhen menoleh. “Maksudmu…?”

Qin’er menunduk, menatap jemarinya sendiri. “Aku bukan mau mengecilkanmu. Tapi di tempat seperti ini... kadang kebenaran itu justru bisa membuatmu dalam bahaya.”

Ia menghela napas panjang. “Istana... bukan tempat untuk bicara terlalu lantang, kecuali kau benar-benar tahu siapa yang mendengarkan.”

Yu Zhen tidak menjawab.

Qin’er menatapnya dalam-dalam, lebih pelan lagi, seolah takut suara mereka bisa menembus dinding bambu. “Kalau kau mau bicara... aku dukung. Tapi lain kali... hati-hati. Karena di sini, satu kalimat bisa jadi satu alasan untuk menghilangkanmu.”

Hening sejenak. Hanya suara serangga kecil dari sela kisi jendela.

Yu Zhen akhirnya bicara lirih, “Aku tahu.”

Qin’er tersenyum miris. “Kupikir kau nggak takut.”

Yu Zhen menunduk. “Aku takut. Tapi lebih takut kalau diam saja.”

Qin’er tak membalas, hanya mengangguk.

Lalu, untuk mencairkan suasana, ia menggoda:

“Tapi kalau kau mau nekat lagi... jangan ajak-ajak aku. Aku masih mau hidup setidaknya sampai akhir abad ini.”

Yu Zhen tertawa kecil. “Baiklah.”

Qin’er menyodorkan bantal kecil miliknya. “Oh ya, kalau kau menangis, jangan pakai bantalku ya. Aku baru ganti sarungnya kemarin.”

Tawa mereka kecil, ringan. Tapi terasa hangat di tengah dunia yang begitu dingin.

1
Pep Bri
suka ceritanya
lanjut dong author
🌹 Mommy caeeeem 😍
thorrr,,,,jgn pergi,,,,
jgn tinggali kami,,,🥹
Arix Zhufa
semangat thor
Rachmahsetiawardani
Meluncur..
Mau cari karya author yg lain
Rachmahsetiawardani
Apapun yg terbaik buat author..
Aku baru kenal author,tapi suka karya author dgn gaya penulisanmu,thor.
Semangat thor..
Sukses selalu
Rachmahsetiawardani
Vote untuk mu,thor..
Berharap MC nya menjadi lebih tangguh dan berkelas
Rachmahsetiawardani
Berlakulah sebagaimana posisimu saat ini..
Jangan gegabah.
Karena yg berseberangan dengan pangeran mu.
Akan menargetkanmu sebagai sebuah kelemahan
Rachmahsetiawardani
Bermain cantik tanpa ada yg tau..
Demi cinta mu,demi pujaan hati mu.
Demi mimpi yg ingin di wujudkan pangeran mu.
Bisa kan,Zhen..???
Rachmahsetiawardani
Hayolah Zhen..
Kepastian telah kamu dapat.
Jadilah wanita kuat dan tangguh untuk pangeran mu.
Jangan tunjukkan lagi kelemahanmu .
Rachmahsetiawardani
Perkara perasaan..
Emang keduanya harus selemah itu ya,thor.
Kesannya gimana gitu...
Rachmahsetiawardani
Bangkit Yu zhen..
Jadilah setegar karang jika pangeran keempat adalah tujuan mu
Tangguhmu adalah ketenangan bagi pangeran
Rachmahsetiawardani
Jangan lemah Yu zhen..
Apalagi perkara perasaan..
Istana bukan tempat yang sehat untuk wanita seperti mu
Rachmahsetiawardani
Please..
Tetaplah diam dalam resahmu saat ini,Yu zhen.
Cukup hanya kamu
Tak perlu orang lain tau
🌹 Mommy caeeeem 😍
gak sia sia kebangun dini hari,, liat notif,,,cuzzzzz,,,
aaaaaaaaaaaa,,, senyum senyum sendiri jadinya,,, sweet banget Thor
🌹 Mommy caeeeem 😍
author yg baik dan suka menabung,, cepat up lg yaaaaa,,,aku akan selalu menunggu,,,,🙏🙏🙏
souzouzuki: boom comments ya kalo aku up xixixi
total 1 replies
Rachmahsetiawardani
Di tunggu nextnya,thor
Vote untuk karyamu yg menurutku bagus banget
Rachmahsetiawardani
Aku boleh depak pangeran pertama ga,thor.
Biar nyungsep di tempat yg kotor
Gemeeeeees ma kelakuannya
Rachmahsetiawardani
Semoga keadaan di utara segera bisa di atasi dan di kendalikan
Rachmahsetiawardani
Biarlah salah faham ini...
Sementara waktu menjadi ruang renung bagi keduanya.
Menjadi penilai sedalam apa rasa yg ada
Menjadi pembatas agar tak terlalu terbuka
Rachmahsetiawardani
Sepertinya harus sama sama bisa menahan perasaan,thor..
Demi keamanan,demi kenyamanan,demi mimpi mimpi yg ingin di wujudkan di masa depan
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!