Syok, begitu tau dia hamil, itulah yang Dinda rasakan saat ini. Apa lagi mengetahui kalau Nicko, ayah dari anak yang Dinda kandung telah pergi begitu saja tampa pamit.
Dinda, harus kuat meskipun harus menanggung malu, hinaan dan juga ejekan dari teman-temannya.
Dinda, juga berharap tidak mau lagi bertemu dengan Nicko Raharja, pria yang sudah membuat hatinya terluka, tapi takdir berkata lain. Dinda dan Nicko kembali di pertemukan lagi dengan Nicko yang sudah memiliki tunangan.
apakah Nicko akan kembali bersama Dinda lagi, karena mereka sudah memiliki anak.
* * *
Penasaran dengan kisah Dinda dan Nicko, langsung baca yuk👉
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Faijha.asr, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Melamar pekerjaan
Dinda, bersimpuh di gundukan tanah pemakaman bapaknya, Dinda masih belum percaya, kalau sekarang bapaknya sudah tiada, meninggalkan ia dan ibunya, yang saat ini masih membutuhkan sosok pak Martin.
Satu persatu, para pelayat duka mulai meninggalkan area perkuburan itu, sampai hanya tersisa Bu Fatmin dan Dinda saja di sana.
"Nak, ayo kita pulang, bentar lagi mau hujan, ikhlaskan bapak kamu, sekarang bapak sudah bahagia di sana, tugas kita hanya bisa selalu mendoakan bapak kamu," ucap Bu Fatmin, menyentuh pundak putrinya yang saat ini sedang bergetar hebat.
"Ini semua salah Dinda, Bu."
"Sudah, jangan selalu menyalahkan diri kamu sendiri, semua ini sudah menjadi takdir sang pencipta nak, ayo kita pulang, kasian anak dalam kandungan kamu, sebelum bapak meninggal, bapak juga titip pesan sama ibu, untuk menjaga kamu dan anak kamu," ucap wanita paruh baya itu lagi.
Dinda lalu beranjak berdiri, dan memeluk sang ibu dengan erat, muka merah wajah sebam, karena Dinda menangis semalaman.
"Maafkan Dinda Bu," ucap Dinda, dalam pelukannya itu.
"Sudah, jangan sedih lagi, kasian cucu ibu dalam kandungan kamu nak, ayo pulang bentar lagi mau hujan," ucap Bu Fatmin, yang mendapat anggukan dari Dinda.
Ibu dan anak itu lalu pergi meninggalkan perkuburan.
Tiba di rumah, Dinda mengajak sang ibu duduk di ruang tengah, Dinda mengutarakan niatnya yang ingin kuliah sambil bekerja, untuk mencari biaya kuliah dan juga kebutuhan sehari-hari ia dan ibunya.
"Bu, Dinda akan kuliah sambil kerja, sekarang bapak udah gak ada, dan Dinda mau bekerja Bu."
"Tapi kamu kan lagi hamil nak, bagaimana bisa kamu bekerja sambil kuliah, nanti kamu capek," ucap Bu Fatmin, mengusap kepala putrinya.
"Gak apa-apa Bu, Dinda kuat kok, Dinda harus cari uang untuk biaya kuliah, dan kebutuhan kita sehari-hari."
"Nak, apa kamu sanggup nanti menerima omongan orang tentang kamu yang saat ini sedang hamil tampa suami?"
"Gak apa-apa Bu, Dinda siap menerima apapun pandang orang untuk Dinda, Dinda gak akan membenci anak Dinda Bu, dia gak bersalah."
"Ibu akan selalu ada untuk kamu dan cucu ibu," ucap Bu Fatmin, memeluk putrinya dengan erat.
"Sekarang ibu istirahat ya, ibu pasti gak tidur kan semalam karena jagain bapak."
"Iya nak, ibu mau istirahat dulu, kamu juga ya."
"Iya Bu."
Dinda menatap kasian pada sang ibu, Dinda lalu masuk ke dalam kamar, dan mencari pekerjaan lewat internet, pekerjaan apa saja yang penting halal untuk Dinda.
"Alhamdulillah ada, gak apa-apa jadi pelayan kafe, yang penting halal," ucap Dinda, seorang diri.
Dinda berencana besok akan pergi melamar kerja, setelah pulang dari kampus, surat lamaran dan lain-lain sudah Dinda siapkan, hanya tinggal membawanya saja besok.
"Semoga aja keterima, amin."
* * *
Keesokan harinya, Dinda pergi ke kampus seperti biasa, kalau masih bersama Nicko pacarnya, saat Dinda datang ke kampus, Nicko sudah menunggu di depan gerbang sambil tersenyum manis melihat sang kekasih, tapi sekarang sudah tidak lagi, hanya ada kesedihan dan sakit hati yang pria itu torehkan di hati Dinda.
"Dinda," panggil Dewi, sahabat Dinda.
"Hay, kamu baru datang ya?"
"Iya, aku turut berdukacita ya atas meninggalnya bapak kamu, maaf aku gak bisa datang karena sibuk."
"Gap apa-apa kok, ayo ke kelas," ajak Dinda, kedua gadis itu lalu berjalan menuju kelas mereka.
"Eh, udah denger kabar belum, cowok populer di kampus ini pindah kuliah ke luar negeri lo, jadi gak bisa lagi de liat dia," ucap salah satu mahasiswa.
"Nicko maksud lu?"
"Iya, dia udah gak kuliah di sini lagi sekarang."
"Ya, sayang banget ya, padahal kan cuma dia cowok yang paling populer di kampus ini, dan bikin cewek-cewek klepek-klepek.
Langkah Dinda, terhenti mendengar percakapan anak-anak lain.
"Dinda, kamu kenapa?"
"Gak apa-apa kok, kamu duluan aja ya, aku mau ke toilet dulu," ucap Dinda, tersenyum kecil.
"Ya udah, aku duluan ya."
"Iya," ucap Dinda, lalu pergi ke toilet.
Sampai di toilet, Dinda tak dapat menahan air matanya lagi, sekuat hati agar tidak terlihat sakit, tapi nyatanya Dinda rapuh juga, tidak mudah bagi Dinda di tinggal dalam keadaan hamil.
"Aku gak boleh nangis, untuk apa menangisi laki-laki bajingan seperti dia, aku akan buktikan kalau aku bisa hidup tanpa kamu Nicko," ucap Dinda, menghapus air matanya dengan kasar, lalu merapikan penampilannya di depan cermin.
Dinda keluar dari toilet, lalu masuk ke dalam kelas di mana Dewi sedang menunggunya.
"Din, kamu gak apa-apa?" Dewi, menatap sahabatnya dengan khawatir.
"Aku gak apa-apa kok," jawab Dinda, tersenyum manis untuk menujukan kalau dia baik-baik saja.
Tak lama berselang, dosen masuk dan mata kuliah pun di mulai.
* * *
Setelah mata kuliah selesai, Dinda langsung bergegas pergi ke kafe di mana ia akan melamar pekerjaan, dan saat ini Dinda sudah berdiri di depan kafe itu.
"Semoga aja di terima," ucap Dinda, lalu melangkah masuk.
"Permisi mbak, apa benar di sini lowongan kerja masih buka?"
"Masih mbak, kalau mbak ingin melamar kerja, bisa langsung ke ruang atasan di lantai tiga."
"Baik, terimakasih ya mbak."
"Iya sama-sama."
Dinda lalu naik ke lantai tiga, untuk menemui atasan yang ada di kafe itu.
Tokkk....
Tokkk...
"Masuk," suara dingin dari dalam, membuat Dinda gugup.
Ceklek....
"Permisi pak, saya ke sini mau melamar kerja, apa lowongan masih buka?"
Pria mudah di dalam sana mendongak dan melihat Dinda, dari ujung kaki sampai kepala.
"Silahkan duduk."
"Terimakasih pak," ucap Dinda, duduk di kursi yang ada di depan pria itu.
"Bisa liat berkasnya?"
"Ini pak," Dinda menyerahkan surat lamaran kerjanya.
"Kamu masih kuliah?"
"Masih pak, tapi sudah semester akhir."
"Dinda Rinjani," ucap pria itu, melihat nama yang ada di surat lamaran itu.
"Kamu di terima, mulai besok kamu mulai bekerja di sini, dengan sif yang akan di tentukan," ucap pria itu, menatap Dinda.
"Terimakasih pak," Dinda begitu senang, karena dia di terima kerja.
"Sama-sama."
"Kalau begitu, saya permisi dulu pak, sekali lagi terimakasih kasih," ucap Dinda, sebelum keluar dari ruangan itu.
"Apa gadis seperti ini, yang sudah membuat Nicko cinta mati, dasar cinta bisa bikin orang gila," ucap pria itu, menggeleng kepala pelan.
***