Dirga. Dia adalah pemuda lupa ingatan yang tak pernah bermimpi menjadi pendekar. Tapi ternyata Dewata berpikiran lain, Dirga ditakdirkan menjadi penyelamat Bumi dari upaya bangsa Iblis yang menjadikan Bumi sebagai pusat kekuasaannya. Berbekal pusaka Naga Api yang turun dari dunia Naga, dia berkelana bersama Ratnasari memberantas aliran hitam sebelum melawan Raja Iblis.
Lalu bagaimana akhir kisah cintanya dengan Ratnasari? Apakah Dirga akan setia pada satu hati, ataukah ada hati lain yang akan dia singgahi? Baca kisah selengkapnya dalam cerita silat Nusantara, Pusaka Naga Api. ikuti kisah Dirga hanya ada di disni wkwk. kalau ada kesamaan atau tempat author minta maaf mungkin hanya sekedar sama aja cerita nya mungki tidak, ikuti kisahnya dirga
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fikri Anja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 18
"Manusia pengecut seperti kalian tidak layak untuk dibiarkan hidup!" ancamnya. Gigi taringnya yang tajam terlihat menyembul keluar dari kedua sudut bibirnya.
Serangan Sarwana yang dilakukan dengan sangat cepat, membuat salah satu orang yang menyerangnya dalam jarak dekat menjadi tertekan. Di saat bersamaan dia juga menambahkan energinya untuk membuatnya bergerak lebih cepat lagi.
"Kecepatan kera busuk ini terus meningkat," gumam salah seorang dari mereka. Rasa gentar yang menelusup ke dalam dadanya semakin besar.
Sarwana bergerak ke arah satu orang lainnya dan kembali melakukan serangan dengan cepat. Di saat serangan jarak dekat yang dilakukan Sarwana hampir mengenai sasaran, tongkat Kelana Jati melesat menabrak tangannya dan membuat arah serangannya berubah.
"Grrrrrggghhh!" Sarwana mendesis menatap Kelana Jati yang menyerangnya dari jarak jauh.
Baru juga dia hendak menyerang Kelana Jati, tiga orang pendekar sudah bergerak bersama-sama memberinya serangan.
Tiga senjata yang berbeda melesat ke tubuh Sarwana dan membuatnya harus kembali menghindar dengan cepat. Namun sebuah tebasan pedang tiba-tiba muncul dari belakang dan menyasar kepalanya. Dengan cepat Sarwana menangkis dengan tangannya.
Benturan dua energi itupun menghasilkan sebuah ledakan cukup besar. Penyerang dari belakang itu terpental balik dan bergulingan di tanah. Sedangkan Sarwana bahkan tidak bergeming sama sekali dari tempatnya berdiri.
"Kalau kalian tidak menyerang bersamaan, aku pasti akan sudah mengalahkan kalian," cibir Sarwana.
Keenam pendekar lainnya hanya bisa membelalak lebar melihat betapa kuatnya tangan kera besar yang menangkis sebilah pedang. Mereka tidak menyangka jika bulu tebal itu juga kebal terhadap senjata.
"Kalian tidak perlu terkejut seperti itu! Buluku ini tidak akan bisa ditembus oleh senjata murahan seperti yang kalian punya!" Kembali Sarwana mencoba memancing emosi para pendekar tersebut.
Tanpa memperdulikan ocehan Sarwana yang berusaha memancing emosi, 6 orang pendekar itu sekaligus bergerak menyerang bersamaan dengan variasi serangan cepat dan mematikan. Mereka tidak yakin jika bulu kera besar itu seterusnya kebal dari senjata.
Sebuah tebasan tepat mengenai punggung Sarwana dari belakang, di saat dia sibuk menghindari 4 serangan lainnya.
Kera besar itu terdorong maju beberapa langkah. Meski tidak terluka sedikitpun karna bulu tebal sudah melindungi tubuhnya, tapi dia masih bisa merasakan ada benturan yang menghajarnya dari belakang.
"Tenang, Teman-teman. Aku yakin dia masih bisa terluka!" teriak lelaki yang berhasil menyarangkan pedangnya di punggung Sarwana. "Kita hanya harus terus menyerangnya!"
Sarwana tersenyum mendengar ucapan tersebut, "Jika kalian yakin bisa menembus buluku ini, lakukanlah! Tapi sebelumnya aku hanya mengingatkan, sebelum kalian menyentuhku lagi, aku yang akan mencabut nyawa kalian terlebih dahulu!"
Tubuh Sarwana yang dipenuhi bulu berwarna kecoklatan itu tiba-tiba diselimuti aura keemasan. Dalam sekejap saja sebuah tongkat emas terpegang di tangannya.
"Baiklah kalau kalian memaksaku untuk bertindak lebih jauh!" ucapnya penuh aura mengintimidasi.
7 orang pendekar yang sudah berkumpul lagi itu menatap takjub aura emas yang keluar dari tubuh Sarwana. Belum lagi dengan tongkat emas yang mengeluarkan energi begitu besar dan menekan tubuh mereka semua.
Dari ketujuh pendekar itu, Kelana Jati yang paling tua di antara mereka, tertarik dengan tongkat emas yang berada di tangan Sarwana. Tertarik bukan untuk memiliki, tapi sedikit banyak dia pernah mendengar tentang tongkat emas yang hanya dimiliki oleh pemimpin atau Raja bangsa kera yang dulu bertempat di gunung Hua Kuo di daratan China.
Dari cerita yang dia dengar, saking kuatnya raja Kera itu, bahkan Istana khayangan yang dihuni para dewa berkekuatan tinggi, tak berdaya diobrak-abrik olehnya. Dan akhirnya Sang Budha turun tangan secara langsung untuk menanganinya.
"Apa mungkin tongkat itu diwariskan kepadanya?" ucapnya bertanya-tanya dalam hati. (Ada yang tahu siapa yang dimaksud Kelana Jati?)
Tak mau berasumsi lebih jauh, Kelana Jati memerintahkan kepada 6 pendekar lainnya untuk mengeluarkan jurus pamungkas yang mereka miliki.
Tanpa menunggu lama, 7 orang tersebut kembali menyerang. Pertarungan sengit pun terjadi begitu cepat. Serangan yang dilakukan 7 orang pendekar tersebut memang berhasil membuat Sarwana terdesak. Tapi serangan mereka tetap tidak berhasil menembus bulu tebal kera besar penguasa jurang Panguripan itu.Jangankan menyentuh buku tebal Sarwana, menembus perisai aura emas yang menyelimuti tubuh Sarwana saja bahkan senjata mereka tidak mampu melakukannya.
Kekuatan yang digunakan ketujuh orang pendekar itu semakin meningkat dan terus berusaha menekan Sarwana. Tapi semua serangan yang mereka lakukan terkesan sia-sia dan hanya membuang percuma tenaga dalam yang mereka miliki.
Setiap senjata yang mereka gunakan menyentuh perisai emas Sarwana, bisa dipastikan suara ledakan akan muncul dan terdengar menggelegar. Dan itu terjadi berulang kali sehingga memancing pendekar yang datang semakin banyak.
"Sudah cukup aku bermain-main dengan kalian!" teriak Sarwana dengan suara yang sangat keras.
Kera besar itu kemudian menarik separuh energinya dan menimbulkan sebuah ledakan energi dari dalam tubuhnya.
Tujuh orang pendekar tersebut sampai dibuat meloncat jauh menghindari tekanan energi yang keluar dari tubuh Aji. Tapi sejauh apapun mereka menghindar, tekanan yang muncul dari ledakan energi Sarwana tetap tidak bisa mereka hindari.
Alhasil mereka harus mengeluarkan tenaga dalamnya masing-masing untuk menahan besarnya tekanan yang menghempas tubuh mereka.
Ledakan energi yang dilakukan Sarwana ternyata bisa dirasakan Hydra yang sedang berada di dalam pedang Naga Api. Kebetulan juga lobi yang dilakukannya agar pedang pusaka itu mau menerima darah Dirga berhasil disetujui, dengan sebuah syarat tentunya.
Hydra bergegas keluar dari pedang Naga Api untuk menemui Dirga.
"Cepat teteskan darahmu kembali. Di hutan sana sedang terjadi pertarungan besar!"
"Apakah Sarwana ...?" tanya Dirga penasaran.
"Dari energi yang kurasakan, sepertinya begitu," jawab Hydra tanpa keraguan.
Tidak mau membuang waktu lama, Dirga memeras kembali darahnya dan meneteskannya di gagang pedang Naga Api.
Pedang yang memiliki bilah berwarna kemerahan itu pun tiba-tiba memancarkan cahaya yang begitu terang. Dan energi yang muncul pun sangat besar.
"Cepat cabutlah dan bungkus dengan pakaianmu!" perintah Hydra.
Tanpa membantah sedikitpun, Dirga mencabut pedang Naga Api yang berdiri tegap menancap di sebuah batu. Dan tubuhnya seketika bergetar hebat tepat setelah pedang pusaka terkuat itu sudah berhasil dicabutnya.
"Aaaaaakhhh!"
Dirga berteriak sekuat yang dia mampu. Dia berusaha menahan besarnya kekuatan yang memasuki tubuhnya. Beruntung rasa sakit yang dialaminya hanya berlangsung beberapa detik saja. Andai terjadi lebih lama, dia tidak yakin akan bisa menahannya.
Hydra menatap Dirga seraya tersenyum kecil. Dia sudah sangat yakin tidak salah memilih. Bisa menahan kekuatan yang dikeluarkan pedang Naga Api jelas bukan manusia sembarangan, pikirnya. Dalam sejarahnya, tidak ada satupun manusia yang bisa menahan kekuatan dari dunia alam Naga.
Tiba-tiba dia teringat dengan ledakan energi yang tadi dia rasakan. "Dirga, naiklah ke punggungku!"