Kehidupan yang semula diharapkan bisa mendatangkan kebahagiaan, rupanya merupakan neraka bagi wanita bernama Utari. Dia merasakan Nikah yang tak indah karena salah memilih pasangan. Lalu apakah Utari akan mendapatkan kebahagiaan yang dia impikan? Bagaimana kisah Utari selanjutnya? simak kisahnya di sini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon emmarisma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Enam
Seumur hidupnya Utari tidak pernah berpikir akan ada hari dimana dia tiba-tiba dia menjadi kaya mendadak. Setelah kepergian orangtuanya Utari hanya menjalani hidup seadanya, jadi dia sedikit kaget dengan hal ini.
"Pin nya adalah tanggal ulang tahun ayah kamu."
"Tapi, Pah."
"Terimalah, Utari. Ini adalah hak kamu."
"Terima kasih, Pah. Aku bingung harus ngomong apa?"
"Ga perlu ngomong apa-apa. Sekarang saya tanya sama kamu, kamu mau bagaimana kedepannya?"
"Aku mau pulang dulu, Pah. Aku mau ngurus surat cerai."
"Bagus. Keputusan kamu sangat bagus. Memang seperti ini harusnya anak dari Keenan. Tegas dan efisien. Jangan mau dipermainkan sama laki-laki mokondo."
"Ya, Pah. Aku tahu."
"Utari, meski dulu kamu sempat menjalani kehidupan rumit dan susah, kamu tetap harus menanamkan pada diri kamu sendiri, bahwa kamu berharga. Kamu pantas mendapatkan yang terbaik diantara yang baik."
Utari mengangguk. Dia sedikit bisa mengangkat kepalanya karena sekarang ada keluarga Adiatama dibelakangnya.
"Kalau gitu aku mau langsung pulang aja, Pah, Mah. Aku ga mau menunda masalah ini lagi. Aku nitip Nisa di sini."
"Ga masalah. Kamu selesaikan masalah kamu dulu. Kalau perlu bantuan pengacara, kamu hubungi Bian atau saya. Jangan apa-apa kamu urus sendiri."
"I_iya, Pah."
Utari mencari keberadaan Bian dan Nisa. Setelah berpamitan dengan Nisa dan yang lainnya, Utari pergi meninggalkan rumah Bian. Awalnya Bian memaksa ingin mengantar Utari, tapi perempuan itu menolak. Dia memilih memesan ojek online.
Berhubung waktu masih pagi, Utari meminta tukang ojeknya untuk mengantarkan ke pengadilan agama. Setelah menanyakan syarat-syaratnya, Utari pulang.
Beberapa ibu-ibu yang sedang berbelanja sayur menatap Utari dengan wajah bergosip.
"Eh, Tari, kamu kemana aja? Suamimu dah macam orang gila dua hari ini."
"Saya di rumah sakit, Bu. Nisa harus dirawat karena ada masalah kesehatan."
"Ya, ampun, sekarang gimana keadaannya?"
"Jauh lebih baik, Bu."
"Memang kamu ga ada ngabari suami kamu?"
"Saya sudah coba telepon, tapi selalu ditolak."
Utari lantas lanjut berjalan. Dia tidak mau meladeni pertanyaan pertanyaan mereka. Jika Akmal memang mencarinya, seharusnya dia menghubungi dirinya, tapi kenyataannya, dia sama sekali tidak menelepon dirinya.
Utari berdiri di depan pintu. Dia tertegun melihat engsel pintunya rusak. Utari menghela napas panjang. Dia mendorong pintu rumahnya. Beberapa barang berantakan, kursi plastik yang ada di sudut pecah, bahkan baju yang sudah dia lipat di atas kasur ikut menjadi sasaran kemarahannya. Dari tampaknya, Utari bisa membayangkan semarah apa Akmal.
Utari meletakkan tasnya, dia mengambil amplop hasil penjualan ponselnya kemarin dan menyimpannya di kotak sepatu usang yang ada di bawah lemari. Utari khawatir jika Akmal melihat uang itu, dia akan merebutnya.
Utari merapikan baju-baju itu perlahan. Namun, belum sempat dia menyelesaikan tumpukan bajunya, suara motor berhenti di teras, membuat jantung Utari seketika gaduh.
BRAK!!
"Tari! dasar jalan* kemana saja kamu dua hari ini, hah?" Akmal menarik Utari dan langsung menampar pipi Utari dengan kencang hingga wajah Utari tertoleh ke samping.
Sudut bibir Utari mengeluarkan darah. Tamparan Akmal tidak pernah ringan. Pipi Utari yang seputih susu seketika menampakkan tanda lima jari Akmal.
Utari mengangkat wajahnya. Dia terkekeh. "Aku, jal*ng? Kalau aku jal*ng lalu dia apa? Pel*cur? Pel*kor?"
"Kamu ini ngomong apa?" raut wajah Akmal langsung berubah.
"Kamu kira, bangkai yang selama ini kamu simpan tidak akan tercium baunya, Mas? Aku ga nyangka kalian setega ini, Mas. Alasanmu selalu masuk malam karna ini dan itu, rupanya hanya kebohongan yang kamu buat untuk menutupi kebusukanmu dan mbak Hana. Aku salut, Mas."
"Diam kamu!"
PLAK!!
Pipi Utari kembali dipukul dengan keras. Dia terhuyung, tapi masih tetap berusaha tetap berdiri kokoh di depan Akmal.
"Pengecut kamu, Mas. Kalau kamu suka sama pel*cur itu seharusnya kamu bilang, biar aku yang mundur!" teriak Utari. Suaranya yang cukup keras menarik perhatian tetangganya. Maklum lingkungan tempat tinggal Utari termasuk lingkungan kampung padat penduduk.
Beberapa ibu-ibu penggosip berdiri di dekat ambang pintu rumah Utari. Mereka tampak penasaran dengan pertengkaran suami istri tersebut. Karena bagi sebagian tetangga, mereka tahu Utari adalah wanita yang lemah lembut.
"Tari jaga mulutmu!" Akmal gelap mata, dia tidak terima Hana disebut pel*cur oleh Utari. Akmal mengulurkan tangannya dan mencekik Utari.
Utari berusaha memukul tangan Akmal, tapi dia kalah tenaga. Akmal mencekiknya hingga wajah Utari memerah.
Di lain tempat, Nisa tertidur di dekapan Bian. Namun, tiba-tiba Nisa bergerak gelisah.
"Ibu ... ibu ... ibu."
Bian tersentak kaget. Dia melihat Nisa menangis dalam tidurnya sambil memanggil Utari.
"Nisa, Sayang, bangun, Nak." Bian menggoyangkan lengan Nisa, tapi bocah itu tak kunjung membuka mata. Hati Bian seakan mencelos. Mungkinkah terjadi sesuatu yang buruk pada Utari.
Bian langsung memanggil mamanya. "Mah, tolong mama datang ke alamat ini. Ini alamat rumah Tari. Aku khawatir terjadi sesuatu yang buruk sama Tari, Mah. Dari tadi Nisa terus memanggil Tari."
"Ya, mama ke sana sekarang. Kamu cepat bangunin Nisa."
Sukma segera pergi mencari alamat Utari. Beruntung ini masih belum terlalu sore. Jadi jalanan tidak begitu macet.
Sukma tiba di alamat yang Bian berikan setengah jam kemudian. Dia turun dari mobil diikuti oleh seorang supir. Supir itu lah yang bertindak menanyakan tepatnya alamat Nisa. Beruntung tidak terlalu jauh dari gang masuk.
Saat itu, Sukma baru tiba di depan kontrakan Utari. Namun, alisnya berkerut dalam saat melihat banyak orang berkerumun di sana.
"Ada apa ini, Bu?" Sukma menghentikan seorang wanita yang kemungkinan besar adalah tetangga Utari.
"Itu, Bu, Akmal kesetanan. Dia cekik istrinya. Entah gimana nasib Utari saya juga ga tahu, Pak Rt dan petugas keamanan masih di dalam.
Sukma terkejut mendengar penuturan wanita ini. Dia bergegas mencari celah diantara kerumunan orang agar bisa masuk ke dalam rumah Utari.
Namun, baru sampai di depan pintu, Utari sudah digotong keluar oleh 3 orang pria.
"Minggir, beri jalan, beri jalan."
Semua orang menepi dengan sendirinya. Sukma segera mengikuti ketiga pria yang membawa Utari tadi. Ternyata di depan gang sudah ada ambulans menanti.
"Pak, cepat ikuti ambulan-nya, jangan sampai tertinggal."
Sukma benar-benar panik. Setelah ini tidak akan dia biarkan Utari berurusan dengan mantan suaminya lagi.
Sukma merogoh tas mewahnya dengan tangan gemetar. Dia mengambil ponselnya dan mengirim pesan pada Bian.
Setibanya di rumah sakit, Sukma buru-buru turun dari mobil. Dia mengikuti Utari hingga terhenti di depan ruang intensif.
utari pokoknya untuk Bian gak boleh sm yang lain 😁
ni karena mau merasakan kekayaan utari makanya di bujuk utari buat rujuk sm si akmal ...
Bagus utari jawaban yang bagus biar kapok tuh si ibu