NovelToon NovelToon
Ketika Cinta Bersemi

Ketika Cinta Bersemi

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Persahabatan / Romansa
Popularitas:6.6k
Nilai: 5
Nama Author: Cumi kecil

Di sebuah universitas yang terletak kota, ada dua mahasiswa yang datang dari latar belakang yang sangat berbeda. Andini, seorang mahasiswi jurusan psikologi yang sangat fokus pada studinya, selalu menjadi tipe orang yang cenderung menjaga jarak dari orang lain. Dia lebih suka menghabiskan waktu di perpustakaan, membaca buku-buku tentang perilaku manusia, dan merencanakan masa depannya yang penuh dengan ambisi.

Sementara itu, Raka adalah mahasiswa jurusan bisnis. raka terkenal dengan sifatnya yang dingin dan tidak mudah bergaul, selalu membuat orang di sekitarnya merasa segan.

Kisah mereka dimulai di sebuah acara kampus yang diadakan setiap tahun, sebuah pesta malam untuk menyambut semester baru. Andini, yang awalnya hanya ingin duduk di sudut dan menikmati minuman, tanpa sengaja bertemu dengan Raka.

Yuk guys.. baca kisah tentang perjalanan cinta Andini dan Raka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cumi kecil, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 16 PAGI MENYAPA DENGAN SENYUMAN.

Mentari baru saja naik, cahayanya menembus tirai jendela kamar Andini, membangunkan pagi dengan hangat yang perlahan. Suara burung terdengar samar, dan udara masih segar, sisa embun belum sepenuhnya menguap dari dedaunan kampus.

Andini membuka mata dengan senyum yang belum selesai dari malam sebelumnya. Ingatan tentang ciuman Raka masih membekas di pipi, dan rasa hangat itu membuat dadanya berdebar pelan. Ia menggeliat, meraih ponsel.

Satu pesan masuk.

Raka: “Udah bangun? Aku di depan asrama. Mau ajak kamu sarapan. "

Andini terkesiap kecil, langsung duduk tegak. “Hah? Pagi-pagi gini?” gumamnya sambil buru-buru berdiri, menyambar sweater dan merapikan rambut seadanya di depan kaca.

Sepuluh menit kemudian, Andini melangkah keluar asrama. Dan di sana, berdiri sosok yang sudah ia kenal sangat baik. dengan senyum hangat, tangan di saku jaket, dan dua gelas kopi dan susu hangat di tangan lainnya.

“Pagi, kamu,” sapa Raka, menyerahkan satu gelas susu coklat ke Andini.

Andini menerimanya, senyum kecil mengembang di wajahnya. “Pagi juga. Kamu selalu kayak gini?”

Raka mengangkat bahu santai. “Baru sekarang. Soalnya baru sekarang aku punya alasan sekuat ini buat bangun pagi.”

Andini tertawa kecil, menyembunyikan pipi yang memerah lagi. “Gombal pagi-pagi.”

“Tapi kamu suka, kan?”

Andini menyesap susu coklat itu, matanya menatap Raka di balik uap hangat. “Kalau setiap pagi kayak gini... aku nggak bakal keberatan bangun sepagi apa pun.”

Mereka berjalan berdampingan, melewati taman kampus yang masih sepi, obrolan ringan mengalir, dan tawa kecil mengisi pagi.

Tak butuh tempat mewah atau rencana besar, cukup satu pagi, dua hati, dan secangkir minuman hangat... semuanya terasa sempurna.

Andini menatap jam tangannya. “Wah, aku harus buru-buru. Hari ini aku ada rapat pertama di perusahaan…”

Raka langsung berdiri, menghabiskan sisa kopinya. “Ayo, aku anterin. Kita naik bis aja, ya? Jalurnya lewat sana. "

" Tapi aku harus ganti pakaian dulu, tidak mungkin aku datang ke perusahaan dengan menggunakan pakaian ini "

" Baiklah, aku tunggu. sekarang kamu cepat ganti pakaiannya "

Andini langsung mengangguk patuh.

Tak butuh banyak waktu, mereka sudah berdiri di halte kampus, menunggu bis kota yang mulai dipenuhi orang-orang berangkat kerja. Saat bis datang, Raka sigap menggandeng tangan Andini agar tidak terpisah di tengah keramaian. Tangan itu masih digenggam bahkan setelah mereka duduk. di kursi paling belakang.

Bis berjalan, membawa mereka menyusuri jalanan kota yang mulai padat. Andini duduk di samping jendela, matanya menatap keluar, gugup dan sedikit tegang. Raka menatapnya dengan senyum kecil.

“Kamu deg-degan?” tanyanya pelan.

Andini mengangguk, menyandarkan kepalanya sebentar di kaca. “Iya. Ini pertama kalinya aku mengikuti rapat di dunia kerja. Takut salah, takut nggak bisa…”

Raka menyentuh pundaknya ringan. “Denger ya. Kamu orang paling tekun yang aku kenal. Kamu bisa. Dan kalau pun ada yang bikin kamu down, kamu bisa cerita kapan aja. Aku dengerin.”

Andini menoleh, senyum pelan muncul di wajahnya. “Makasih, Rak…”

Andini mengangguk. Mereka berdiri, dan sebelum turun, Raka membisikkan pelan di dekat telinganya, “Tunjukin kepada mereka kalau kamu bukan cuma pintar… tapi juga luar biasa.”

Andini turun dari bis dengan hati yang sedikit lebih tenang, sedikit lebih kuat, karena tahu. di kursi paling belakang bis itu, ada seseorang yang percaya penuh padanya.

DI KANTOR.

Andini berdiri di depan cermin kecil di toilet lantai tiga gedung perusahaannya. Ia merapikan rambut, menarik napas dalam, lalu tersenyum kecil ke pantulannya sendiri.

“Bisa, Din. Kamu bisa,” bisiknya pelan.

Hari ini adalah hari pertamanya mengikuti rapat divisi marketing. rapat besar yang dihadiri para senior, supervisor, dan bahkan wakil direktur. Sebagai anak magang, ia tak wajib berbicara, tapi diminta untuk ikut, mendengarkan, dan mencatat.

Langkahnya terasa berat ketika masuk ke ruang rapat. Suasana formal langsung menyambut. proyektor menyala, kertas proposal berserakan di meja, dan percakapan serius terdengar di sana-sini. Ia mengambil tempat duduk di sudut ruangan, mencoba tidak menarik perhatian.

Saat rapat dimulai, Andini fokus penuh. Ia mencatat setiap poin penting, sesekali menatap ke depan saat supervisor menjelaskan strategi kuartal depan. Namun tiba-tiba…

“Andini, kamu sempat baca data pasar minggu lalu, kan?” tanya Bu Mira ( supervisor sekaligus pembimbing magangnya.)

Andini tercekat. Semua mata tertuju padanya. Ia menegakkan tubuh, menatap Bu Mira dengan senyum gugup.

“Y-ya, Bu. Saya sempat baca,” jawabnya.

“Menurut kamu, dari data itu, segmen mana yang paling berpotensi kalau kita push campaign digital?”

Sejenak hening. Tapi Andini menarik napas, lalu menjawab dengan yakin.

“Kalau lihat tren usia dan aktivitas online, saya rasa segmen usia 18–25 punya respons tertinggi. Apalagi kalau campaign-nya dikaitkan dengan konten video pendek dan interaktif.”

Bu Mira mengangguk, matanya terkejut. “Bagus. Itu insight yang tajam. Simpan itu, nanti kita bahas lagi di sesi evaluasi. Terima kasih.”

Andini tersenyum lega. Ia tak sadar, tangannya sedikit gemetar, tapi dadanya penuh rasa bangga. Ia berhasil.

1
Kim Bum
titip sandal ya kak. nanti kalo udah rame balik lagi😁
Marchel: Terimakasih kak, sudah mampir 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!