NovelToon NovelToon
The Stoicisme

The Stoicisme

Status: sedang berlangsung
Genre:Ketos / Berbaikan
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Wahyudi0596

Shiratsuka mendecak, lalu membaca salah satu bagian esai yang ditulis Naruto dengan suara pelan tetapi jelas:

"Manusia yang mengejar kebahagiaan adalah manusia yang mengejar fatamorgana. Mereka berlari tanpa arah, berharap menemukan oase yang mereka ciptakan sendiri. Namun, ketika sampai di sana, mereka menyadari bahwa mereka hanya haus, bukan karena kurangnya air, tetapi karena terlalu banyak berharap."

Dia menurunkan kertas itu, menatap Naruto dengan mata tajam. "Jujur saja, kau benar-benar percaya ini?"

Naruto akhirnya berbicara, suaranya datar namun tidak terkesan defensif. "Ya. Kebahagiaan hanyalah efek samping dari bagaimana kita menjalani hidup, bukan sesuatu yang harus kita kejar secara membabi buta."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wahyudi0596, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 22

Matahari siang menyelinap masuk melalui jendela ruang klub Shogi, menyoroti papan permainan yang penuh dengan bidak-bidak kayu. Di dalam ruangan kecil itu, suasana begitu hening, hanya diiringi suara lembut bidak yang dipindahkan di atas papan dan helaan napas pelan dari para pemain yang tengah berkonsentrasi.

Naruto melangkah masuk dengan tenang, matanya langsung menangkap empat orang yang ada di dalam ruangan. Dua orang sedang bertanding, ekspresi mereka serius seolah nyawa mereka bergantung pada permainan ini. Sementara itu, dua lainnya berdiri di samping, mengamati dengan penuh perhatian.

Salah satu dari mereka, gadis yang kemarin menyerahkan surat dari Hiratsuka-sensei, segera menyadari kehadiran Naruto. Dia melirik ke arahnya sebelum berjalan mendekat dengan sikap formal.

"Kamu datang lebih cepat dari yang aku kira," ucapnya, suaranya lembut tetapi terdengar sedikit kaku.

Naruto menyilangkan tangannya dan mengangguk kecil. "Lebih cepat lebih baik, kan? Lagipula, aku perlu tahu lebih jelas apa yang kalian butuhkan sebelum memutuskan bisa membantu atau tidak."

Gadis itu mengangguk sebelum memperkenalkan dirinya. "Namaku Fujiyama Sayaka, kapten klub Shogi."

Naruto mengangkat alis. "Kapten, ya? Berarti kamu yang paling jago di sini?"

Sayaka tersenyum tipis, lalu menoleh ke arah pertandingan yang sedang berlangsung. "Bukan. Orang yang paling kuat di sini adalah dia."

Naruto mengikuti arah pandangnya dan melihat seorang gadis dengan rambut hitam panjang duduk tegak di depan papan shogi, jari-jarinya lincah memindahkan bidak dengan presisi tinggi. Lawannya, seorang pria berkacamata, tampak berkeringat saat mencoba mencari celah untuk menyerang.

"Namanya Kusunoki Reina," lanjut Sayaka. "Dia ace klub ini. Jika ada yang bisa membawa kami ke peringkat 16 besar, itu dia."

Naruto memperhatikan gadis bernama Reina itu lebih lama. Aura yang dipancarkannya begitu tenang, seperti permukaan air danau yang tak tergoyahkan. Ada sesuatu yang mengingatkannya pada Shikamaru—bukan karena kemalasannya, tapi karena kejeniusannya dalam berpikir strategis.

Namun, ada sesuatu yang lain yang membuat Naruto merasa aneh. Meskipun Reina terlihat tenang, ada ketegangan di bahunya, seolah dia sedang bertarung dengan lebih dari sekadar lawannya di depan.

"Jadi… kalian butuh bantuan dalam hal apa?" tanya Naruto akhirnya.

Sayaka menatapnya sejenak sebelum mendesah pelan. "Kami kekurangan satu pemain kuat. Jika ingin bertahan dalam turnamen dan mencapai 16 besar, kami butuh satu orang lagi yang bisa bertanding di level tinggi. Itulah kenapa Hiratsuka-sensei menunjukmu."

Naruto berkedip. "Tunggu, apa?"

Sayaka menatapnya dengan ekspresi serius. "Sensei bilang kamu memiliki pola pikir yang unik dan pengalaman dalam strategi. Itu sebabnya dia memilihmu. Kamu akan jadi anggota sementara dan membantu kami bertanding."

Naruto mengerutkan kening. "Tapi aku nggak pernah serius main Shogi sebelumnya."

Sayaka tersenyum samar. "Itu masalahnya. Dan itulah kenapa aku ingin tahu… apakah kamu benar-benar bisa membantu kami?"

Naruto terdiam sejenak, menatap papan Shogi di depannya. Dia tidak menyangka tugasnya bukan sekadar membantu sebagai penasehat atau pengamat, tetapi benar-benar terjun ke dalam permainan ini.

Saat itulah, Reina akhirnya mengangkat wajahnya, menatap Naruto untuk pertama kalinya.

"Kalau kamu hanya akan menganggap ini main-main, lebih baik pergi sekarang."

Suaranya dingin dan tajam, membuat Naruto tersenyum kecil.

Menarik… pikirnya.

Sepertinya tantangan kali ini lebih sulit dari yang ia perkirakan.

Naruto yang diprovokasi seperti itu hanya bisa menyeringai kecil. Matanya menajam, bukan karena marah, tapi lebih karena ketertarikan. Jika gadis ini ingin mengujinya, maka dia akan menjawab tantangan itu dengan caranya sendiri.

"Kalau begitu," katanya sambil berjalan mendekat, "kenapa kita tidak lihat sendiri seberapa kuat Ace dari klub Shogi ini?"

Semua orang di ruangan itu menoleh ke arahnya, bahkan Kusunoki Reina yang tadinya begitu fokus pada permainan pun akhirnya mengangkat kepalanya, menatap Naruto dengan ekspresi datar tapi penuh penilaian.

Sayaka mengerutkan kening. "Tunggu, kamu mau bilang…?"

Naruto mengangguk santai ke arah gadis berkacamata yang sedang bermain melawan Reina. "Biar aku yang ganti posisi."

Suasana ruangan seketika menjadi lebih tegang. Pemain berkacamata itu tampak ragu, melihat papan permainan yang sudah mendekati checkmate. "Tapi… pertandingannya hampir selesai."

"Justru karena itu," potong Naruto, lalu menatap Reina langsung. "Kalau kamu memang Ace klub ini, seharusnya kamu bisa menyelesaikan pertandingan ini dengan satu-dua langkah saja, kan?"

Mata Reina sedikit menyipit. Ada secercah kilatan di dalamnya, sesuatu yang tidak bisa ditebak, tetapi jelas terpancing oleh tantangan yang diajukan Naruto.

Beberapa detik keheningan menyelimuti ruangan, lalu akhirnya Reina menghela napas dan mengangguk kecil. "Baiklah. Aku tidak keberatan."

Pemain berkacamata itu ragu sejenak sebelum akhirnya mengalah dan menyerahkan posisinya kepada Naruto. Dengan santai, Naruto duduk di kursi itu, menatap papan Shogi di depannya. Bidak-bidak tersusun dalam situasi yang nyaris mustahil. Reina sudah berada di atas angin, hanya tinggal beberapa langkah lagi untuk mengunci kemenangan.

Sayaka dan yang lainnya menonton dengan penuh perhatian.

"Kamu yakin ingin mengambil posisi ini?" tanya Reina dingin. "Tidak ada jalan keluar dari sini."

Naruto hanya tertawa kecil, lalu menatap Reina dengan penuh percaya diri. "Kita lihat saja nanti."

Dengan itu, permainan dimulai. Dan untuk pertama kalinya, Naruto benar-benar serius dalam sebuah pertandingan Shogi.

Saat Naruto menatap papan Shogi di hadapannya, pikirannya melayang kembali ke masa lalu—ke hari-hari panjang saat ia duduk berhadapan dengan Shikamaru dalam pertandingan tanpa akhir.

Ia masih ingat dengan jelas, bagaimana setiap kali ia merasa telah berhasil mengurung Shikamaru dalam jebakan, sahabatnya itu akan menyeringai tipis dan menggerakkan satu bidak, membalikkan keadaan dalam satu langkah sederhana yang seharusnya mustahil.

"Naruto," suara Shikamaru terngiang dalam benaknya, "dalam Shogi, tidak ada yang benar-benar buntu. Bahkan ketika kau merasa sudah tidak punya pilihan, itu berarti kau belum melihat jalannya. Jika kau ingin menang melawan seseorang yang lebih kuat, kau harus berpikir terbalik. Jangan bermain dengan logikamu sendiri, tapi pahami cara lawan berpikir, lalu buat langkah yang tidak pernah mereka duga."

Dulu, Naruto selalu kesal mendengar itu. Shikamaru memang seorang jenius, tetapi baginya, terlalu banyak berpikir hanya akan membuang waktu. Tapi sekarang, dia bisa memahami betapa berharganya kata-kata itu.

Matanya kembali fokus pada papan permainan. Susunan bidak yang ada di depannya jelas tidak menguntungkannya. Reina sudah memegang kendali penuh, dengan hanya beberapa langkah lagi menuju kemenangan. Seorang pemain biasa akan menyerah dalam situasi seperti ini. Tapi Naruto bukan orang biasa.

Ia mengambil napas dalam dan mengingat lagi kata-kata Shikamaru. Pikirkan kebalikannya… bukan dari sudut pandangku, tapi dari sudut pandang Reina.

Reina pasti berpikir bahwa dia sudah menang. Itu berarti, ada pola pikir tertentu yang sedang dia jalankan. Jika Naruto bisa memahami pola pikir itu, maka dia bisa mencari jalan keluar.

Dia mengamati papan sekali lagi. Setiap langkah Reina sebelumnya tidak hanya dibuat untuk menang, tetapi juga untuk mengunci gerakan lawan. Itu berarti ada celah—sekecil apa pun, pasti ada.

Dengan keyakinan itu, Naruto menggerakkan salah satu bidaknya.

Sayaka dan anggota klub lainnya menahan napas, sementara Reina yang sejak tadi tenang, untuk pertama kalinya tampak sedikit terkejut.

Naruto hanya tersenyum kecil.

"Aku akan menunjukkan padamu, bahwa dalam Shogi, segalanya mungkin terjadi."

Dan permainan sesungguhnya baru saja dimulai.

Saat bidak terakhir Naruto bergerak, suasana di ruangan seketika hening. Reina menatap papan Shogi di depannya dengan ekspresi sulit dipercaya. Dalam sepuluh langkah, permainan yang hampir menjadi kemenangannya kini berakhir dengan kekalahannya.

Jari-jarinya sedikit gemetar saat menyentuh salah satu bidak yang seharusnya menjadi langkah kunci menuju kemenangan. Tapi sekarang, langkah itu telah kehilangan maknanya—sudah terlambat untuk mengubah apa pun.

“Bagaimana…?” gumamnya, nyaris tidak bersuara. Kepercayaan diri yang sebelumnya menyelimuti wajahnya kini menguap begitu saja, seolah dilucuti satu per satu selama pertandingan.

Naruto menyandarkan tubuhnya ke kursi dengan senyum tipis. “Kau terlalu percaya diri,” katanya santai. “Aku hanya menggunakan cara berpikirmu sendiri untuk melawannya.”

Sayaka dan anggota klub lainnya masih diam, mencoba memahami apa yang baru saja terjadi. Mereka tahu Reina adalah pemain terbaik di klub Shogi mereka—Ace yang selalu menjadi tumpuan dalam setiap pertandingan. Tidak ada seorang pun yang bisa mengalahkannya secepat ini, apalagi dalam situasi yang sudah hampir checkmate.

Reina mengepalkan tangannya di atas pahanya, napasnya sedikit berat. Kegagalan ini terasa lebih pahit dari yang dia duga.

Naruto menatapnya dengan ekspresi yang lebih serius. “Kau kuat, Reina. Tapi kekuatan itu juga bisa menjadi kelemahan kalau kau terlalu terpaku pada satu cara bermain.”

Reina mengangkat wajahnya, menatap mata Naruto yang penuh keyakinan. Kata-kata itu terdengar sederhana, tetapi memiliki bobot yang begitu dalam.

Sayaka akhirnya memecah keheningan dengan suara terkesima. “Naruto… kau benar-benar pemain Shogi?”

Naruto menggaruk kepalanya dengan cengiran khas. “Aku? Tidak juga. Aku hanya pernah berhadapan dengan seseorang yang lebih jenius dari kalian semua.”

Sayaka dan anggota klub lainnya saling berpandangan. Sementara Reina masih menatap papan permainan dengan ekspresi yang lebih kompleks, Naruto merasa bahwa ini baru awal dari sesuatu yang lebih besar.

Satu hal yang pasti—dia tidak bisa menolak permintaan Hiratsuka-sensei sekarang.

1
Tessar Wahyudi
Semoga bisa teruss update rutin, gak apa-apa satu hari satu chapter yang penting Istiqomah. semangat terus.
Eka Junaidi
saya baca ada yang janggal, seperti ada yang kurang. coba di koreksi lagi di chapter terakhir
Nekofied「ᵛᵉʳᶦᶠᶦᵉᵈ」
untung bukan sayaka 🗿
Tessar Wahyudi: ah nanti terjawab seiring cerita berjalan
Nekofied「ᵛᵉʳᶦᶠᶦᵉᵈ」: walaupun masih bingung 🗿 mc nya renkarnasi atau bukan
total 3 replies
Eka Junaidi
Masih dipantau, semoga gak macet seperti karya lainnya. atau semoga semuanya bakal di lanjutkan lagi.
Eka Junaidi
Itu sinar matahari pagi atau sore, kok dia akhir Naruto menemukan dokumen Yamato hanya dalam waktu satu jam setengah. jika Naruto Dateng pagi jam setengah enam, setidaknya waktu baru menunjukkan pukul tujuh pagi. jadi itu adalah typo.
Eka Junaidi
mantap, semangat nulisnya bro
anggita
like👍pertama... 👆iklan
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!