Setelah aku selamat dari kecelakaan itu, aku berhasil untuk bertahan hidup. Tetapi masalah yang kuhadapi ternyata lebih besar daripada dugaanku. Aku tersesat dihutan yang lebat dan luas ini. Aku mungkin masih bisa bertahan jika yang kuhadapi hanyalah binatang liar. Tapi yang jadi masalah bukanlah itu. Sebuah desa dengan penduduk yang menurutku asing dan aneh karena mereka mengalami sebuah penyakit yang membuat indera penglihatan mereka menjadi tidak berfungsi. Sehingga mereka harus mencari "Cahaya" mereka sendiri untuk mengatasi kegelapan yang amat sangat menyelimuti raga mereka. Mereka terpaksa harus mencari dan mencari sampai bisa menemukan mata mereka yang hilang. Dan akhirnya mereka bertemu dengan kami. Beberapa penumpang yang selamat setelah kecelakaan itu, harus bertahan hidup dari kejaran atau mungkin bisa kusebut penderitaan mereka atas kegelapan yang menyelimuti mereka. Berjuang untuk mendapatkan "Cahaya Mata" mereka kembali.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Foerza17, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mayat Hidup
Aku mencari kearah sumber suara itu. Pandanganku menyapu ke sekeliling. Diantara lebatnya pepohonan, terlihat bayang-bayang 2 orang lelaki dewasa dan seorang anak kecil.
"Mereka datang lagi?" batinku putus asa.
"Gawat. Bahkan untuk menggerakkan kedua kakiku saja aku gak bisa. Aku udah capek banget," gumamku.
Mereka berjalan kearahku.
"Sini kalian semua. Akan ku ladeni kalian satu persatu!" gertakku.
Mereka semakin dekat. Aku mengarahkan tongkat kastiku pada mereka bertiga. Walaupun tangan dan kakiku gemetar, aku tidak punya pilihan lagi selain melawan mereka, karena aku sudah tidak kuat lagi untuk berlari. Mereka semakin dekat. Perlahan raut wajah mereka mulai nampak tersinari oleh cahaya rembulan. Tetapi ternyata.
"Tenanglah, Nak! Kami disini untuk membantumu."
Tiba-tiba aku merasakan sejuknya angin yang berhembus membelai tubuhku. Aku tersenyum sangat lega. Masih ada orang yang selamat lagi selain aku.
"Kami melihat pertarunganmu tadi dari kejauhan sana dan kami pikir kami tidak akan sempat untuk menyelamatkanmu. Ternyata dugaan kami salah," sambung bapak-bapak seram itu.
"Diluar dugaan, kamu anak yang lumayan juga," imbuhnya.
"Syukurlah kakak selamat," ucap anak kecil berjaket hijau disamping bapak seram itu.
"Kamu yang tadi berisik terus pas di dalem bis kan?" tanyaku.
"Hehe iya nih. Maap ya, Kak, kalo gara-gara aku kakak jadi keganggu tadi hehe," jawabnya sambil menggaruk-garuk kepalanya.
"Terus apa masih ada yang selamat lagi gak, Pak?" tanyaku lagi.
"Mungkin kamu yang terakhir. Aku sudah mengecek sekeliling dan sudah tidak ada yang bernapas lagi," jawabnya.
"Oh gitu ya?" jawabku sedikit kecewa.
"Sebaiknya kita segera pergi dari sini," ucap bapak-bapak disebelahnya. Dia memakai jaket loreng cokelat, bermotif seperti pakaian angkatan darat. Dia juga memakai masker yang menutupi seluruh wajahnya kecuali hanya menyisakan kedua matanya.
"Baiklah. Sebentar lagi mereka juga pasti kesini lagi karena mendengar teriakan temannya," sambung bapak seram itu lagi.
"Apa maksudnya mereka? Apa mereka ada banyak? Apa dia tadi lebih dari sekedar penampakan?" tanyaku sembari memandangi makhluk yang sudah terkapar itu.
"Benar, Nak. Dia bukan hantu ataupun arwah gentayangan. Mereka itu mayat hidup," jawab bapak bermasker.
"A-apa?" aku terperangah mendengar pernyataannya itu.
"Terus apakah bapak melihat mayat atau zombie anak kecil yang kira-kira umurnya 10 tahun?" tanyaku lagi dengan suara bergetar seakan berat mulutku untuk mengungkapkannya.
"Sepertinya tidak," jawab bapak seram yang memakai jaket kulit berwarna hitam itu.
Aku merasa terpukul. Merasa pesimis akan keselamatan Aini. Karena aku masih belum siap untuk kehilangan adikku satu-satunya itu.
"Lihat mereka datang," jawab bapak bermasker sembari menunjuk kearah pepohonan yang rimbun dikejauhan.
"Matamu jeli sekali, Pak," puji bapak seram.
"Mungkin karena pekerjaanku," jawab bapak bermasker lagi.
Kami pun segera pergi meninggalkan tempat ini dan menuju ke tempat yang lebih aman. Kami berjalan berlawanan kearah datangnya zombie-zombie itu. Aku sedikit kesusahan berjalan karena kejadian tadi. Tapi aku tetap memaksakan diri dan menahan sakit untuk berjalan mengimbangi pergerakan mereka.
"Sebelum aku, apa ada yang selamat lagi pak?" tanyaku.
"Kira-kira ada 7 orang lagi," Jawab bapak seram itu.
Mataku berbinar. Aku sedikit lega. Kuharap Aini juga salah satu dari mereka.
"Btw mereka makhluk yang seperti apa?" tanyaku lagi penasaran. Kemudian bapak seram itu berhenti sejenak dan matanya melihat ke sekeliling.
"Nah akan kutunjukkan!" bapak seram itu mengajak kami untuk bersembunyi di semak-semak. Sepertinya dia mau menunjukkanku sesuatu.
"Itu lihat!" dia menunjuk ke segerombolan zombie yang berjalan menuju kearah bis tadi.
"Sebentar lagi mereka datang untuk mengambil barang rampasan," sambungnya.
Beberapa saat kemudian, aku melihat beberapa sosok yang kira-kira berjumlah 6 orang dan ciri-cirinya sama seperti makhluk yang kulawan tadi. Mereka juga berjalan sempoyongan.
"Sepertinya mereka sedang mencari sesuatu," batinku penasaran.
Kemudian salah satu dari mereka menghampiri mayat yang sudah terkapar tadi dan menyeretnya menuju kearah bis yang sudah ringsek itu. Setelah itu, dia berhenti tepat di depan sebuah besi yang sedikit bengkok.
"Apa yang dia lakukan?" gumamku.
"Tunggu saja! Dia akan melakukan sesuatu yang menarik untuk dilihat," jawab bapak seram itu.
Dia menarik kepalanya kearah belakang kemudian melakukan ancang-ancang. Setelah itu, tanpa ragu dia menghempaskan kepalanya kearah besi bengkok tadi. Lagi dan lagi berulang-ulang dia menghempaskan kepalanya ke besi itu.
"Apa-apaan dia itu?" aku terperangah tak percaya dia melakukan tindakan yang berbahaya itu.
"Apa yang dia lakukan?" aku menutup mulutku karena ngeri melihat pemandangan itu.
"Dia ingin mengeluarkan matanya dan ingin menggantikannya dengan mata yang baru," jawab bapak seram lagi.
"Apa maksudnya?"
"Aku juga tidak tau. Mungkin dia sudah bosan kali dengan mata lamanya,"
"Ini bukan saatnya untuk bercanda," gertakku.
Beberapa saat kemudian dia berhenti melakukan aksi ekstrim itu. Aku melihat sebuah bola mata menggelinding keluar dari kelopak matanya. Dia menghampiri mayat temannya itu dan mencongkel matanya. Kemudian dia memasang mata itu dan menaruhnya pada kelopak matanya sendiri.
"Sepertinya yang dia ambil adalah mata ular. Aku paham betul akan ukuran dan bentuk pupilnya," kata bapak bermasker.
"Aku mengerti, ternyata mata yang berbeda bentuk itu adalah mata hewan. Aku terlalu panik sampai tidak sempat untuk memperhatikan matanya tadi," batinku.
Kemudian dia memasang bola mata itu. Tetapi karena ukurannya yang terlalu kecil, bola matanya pun menggelinding jatuh. Dia kemudian mengambil mata mayat temannya tadi dan segera memasangnya kembali.
Dia menyumpalkan bola-bola mata itu kedalam kelopak matanya. Setelah beberapa saat, matanya pun menyatu dengan sempurna pada kelopaknya walaupun terlihat berdesakan. Aku tak percaya apa yang aku lihat ini.
"Apakah kamu sudah mengerti? Apa yang bisa kamu simpulkan?" tanya bapak seram.
"Mereka benar-benar aneh dan mengerikan untuk menjadi kenyataan," jawabku sembari bergidik ngeri.
"Hahaha begitu saja sudah merinding, apalagi kamu masih belum menghadapi mereka yang tidak memiliki mata sama sekali," ucapnya sembari tertawa.
"Tidak memiliki mata? Apa maksudnya itu?" aku terkejut akan pernyataannya itu.
"Sekarang kamu lihat disebelah sana!" dia menunjuk kearah arah kiri bis.
"Dia berjalan tak tentu arah kan? Nah dia itu buta,"
"Memangnya kalo buta kenapa? Apa yang harus dikhawatirkan? Bukannya malah bagus kalo dia gak bisa melihat?" tanyaku lagi.
"Seseorang yang buta, maka dia akan mengasah inderanya yang lain. Seperti pendengaran atau indera perabanya dan juga sebaliknya," jawabnya menerangkan.
"Begini contohnya, mereka yang berhasil mendapatkan atau mencuri mata dari makhluk lain, maka pendengaran atau indera perabanya menjadi lebih lemah dan sebaliknya, jika mereka buta atau tidak memiliki bola mata, maka pendengaran mereka menjadi sangat tajam. Itulah hipotesisku saat ini,"
"Sial. Terus apa yang harus kita lakukan?" aku bertanya lagi.
"Jangan khawatir, rata-rata mereka malah menginginkan sebuah mata daripada mengasah pendengarannya. Jadi bisa disimpulkan bahwa yang buta lebih sedikit daripada yang tidak buta. Kamu paham?"
"Baiklah. Aku paham," jawabku yakin.
"Kalau begitu, ayo kita segera pergi dari sini. Kita ke perkemahan kita," sahut bapak seram itu.
"Ngomong-ngomong, apa kamu masih kuat untuk berjalan, Nak?" tanya bapak seram itu.
"Maaf, Pak. Mungkin aku butuh sedikit gendongan," jawabku sembari memasang senyum kecut.
"Baiklah. Ayo sini naik ke punggungku!" dia kemudian membungkuk untuk menggendongku. Aku pun tanpa ragu langsung naik di punggungnya.
Setelah beberapa meter kami berjalan, aku melihat ada beberapa orang yang mengelilingi sebuah api unggun. Ternyata itu mereka orang-orang yang selamat dari kecelakaan yang mengerikan tadi.
"Kami kembali," bapak seram menyapa mereka.
"Andra!"
thor...sehat2 yah cuaca lagi buruk..banyak yg sakit...