— Lanna Xevellyn, gadis berusia 17 tahun itu harus mengalami kecelakaan maut yang membuat nyawanya melayang ketika menolong seorang anak kecil di jalanan.
Tetapi apakah memang Lanna benar-benar sudah tewas atau ternyata gadis itu masih hidup? Atau bagaimana tentang dirinya yang ternyata menjalani kehidupan keduanya untuk menggantikan peran orang lain yang sudah mati?
Ya, itulah yang di rasakan oleh Lanna. Gadis itu terbangun di dalam tubuh milik orang lain di semesta lain. Di mulai dari tubuh barunya itu, Lanna menjalani babak baru kehidupan keduanya dengan alur kehidupan berbeda yang tidak pernah terpikirkan sekalipun olehnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NAYTHAN, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 04 :
"Di mana ini? Aku di mana?"
Lanna memandang ke sekeliling yang hanya bewarna putih kebingungan. Tidak ada siapapun di sana kecuali Lanna seorang diri.
"Lanna!"
Lanna menoleh ke sumber suara yang memanggilnya barusan. Lanna tahu dan Lanna mengenal suara yang sangat tidak asing di telinganya. Lanna membalikkan tubuhnya. Seketika matanya melebar sekaligus terperangah. Perlahan senyuman mengembang pada bibirnya. Lanna, gadis itu sangat merindukan kedua sosok yang berdiri cukup jauh darinya.
"Ayah? Ibu?"
Adalah kedua orang tua Lanna, memakai pakaian seba putih. Mereka menyambut sapaan anak semata wayangnya itu dengan senyuman lembut yang sangat Lanna rindukan juga sembari mereka yang merentangkan tangannya lebar. Mempersilahkan Lanna untuk mendekat dan menghambur ke sebuah pelukan hangat.
"Ayah! Ibu! Tunggu aku, aku akan ke sana!" Teriak Lanna.
Kedua orang tua Lanna saling memandang satu sama lain, sedang Lanna Gadis itu mulai melangkahkan kakinya berjalan mendekati kedua orang tuanya yang tengah menunggu. Tetapi anehnya semakin Lanna berjalan mendekati kedua orang tuanya malah semakin menjauh. Lanna merasa terheran sempat dia menghentikan langkahnya, berhenti sejenak di tengah-tengah kebingungannya itu. Menundukkan kepalanya Lanna menatap kedua kakinya yang nampak polos tanpa memakai alas kaki. Kemudian menegakkan kepalanya menatap kedua orang tuanya lagi, berdiam diri di tempatnya. Lanna memiringkan kepalanya aneh.
Penasaran, Lanna kembali melangkahkan kakinya kembali lebar-lebar dan cepat. Tetapi sama seperti sebelumnya, Orang tuanya malah semakin menjauh darinya. Lanna masih tidak mengerti akan semuanya sembari bertanya-tanya di dalam benaknya.
Sebenarnya ada apa? Kenapa mereka malah menjauh? Atau akulah yang tidak bergerak sama sekali di sini? Pikirnya.
Kali ini Lanna tidak lagi berjalan melainkan berlari. Semakin orang tuanya menjauh semakin cepat dan kencang Lanna berlari.
"AYAH! IBU! TUNGGU AKU!" Teriak Lanna. Bahkan air matanya pun secara tidak sadar sudah mengalir begitu saja. "AYAH! IBU! JANGAN TINGGALKAN AKU!— TIDAK!"
Lanna tiba-tiba saja jatuh ke dalam sebuah kubangan hitam yang berukuran besar, seperti sebuah pusaran di dalamnya. Lebih besar daripada ukuran tubuhnya sendiri, menyedotnya dan Lanna pun hanyut ke dalamnya.
"AYAH! IBU! JANGAN TINGGALKAN AKU! AYAH! IBU! AKU MOHON!" Teriak nya.
Lanna berteriak-teriak menangis di saat matanya masih terpejam. Kedua tangannya tidak bisa diam seperti ingin menggapai sesuatu namun tidak bisa.
Xavier yang sedang memeluk tubuh Lanna dalam dekapannya itu berusaha untuk tenang dengan situasi yang di hadapinya saat ini. Pertama ; Dia harus tetap mendekap tubuh Lanna, melindungi gadis itu yang masih belum sadar dari alam bawah sadarnya. Kedua ; Dirinya juga harus mengalahkan satu Snomster¹ yang tidak terlalu besar berukuran sudah siap untuk menyerangnya. Xavier mengangkat satu tangannya ke udara menatap snomster yang mulai mendekat lalu menjentikkan jarinya.
"Panah api,"
Panah-panah api merah menyala yang melesat dengan cepat menyerbu, menusuk tubuh snomster dari berbagai sisi. Snomster itu menggeliat kesakitan. Suara erangannya terdengar begitu seram cukup memekakkan telinga.
"Drago², makanlah dia," Kata Xavier.
"GOOAAAARGGHH! AAARGH! SAKIT!!!"
Snomster itu berteriak kesakitan di kala kobaran api dari panah tersebut menjalar ke tubuhnya sangat cepat. Membakarnya. Setelah itu lingkaran merah pekat kehitaman berasal dari kobaran api itu muncul di tengah-tengah bersama naga hitam bermata merah menyala, keluar dari sana. Melilit snomster, melingkarkan ekor panjangnya, menghimpit snomster itu kemudian melahapnya dalam satu suapan besar lalu menghilang meninggalkan residu kecil, Serpihan halus hitam berterbangan di udara seperti sisa-sisa kertas yang di bakar. Suasana di sekitar pun berubah menjadi normal kembali.
Tetapi Xavier berinisiatif menetralkan ruangan itu. Kembali mengangkat satu tangannya namun kali ini mengarahkannya ke arah depan. Cahaya ungu melalui telapak tangannya keluar menyinari sebagian ruangan itu dalam waktu beberapa saat hingga cahaya ungunya perlahan meredup. Xavier menurunkan tangannya, menatap telapak tangannya dalam sepersekian detik. Kali pertama Xavier menggunakan sihir yang satu itu. Sihir hasil eksperimennya sendiri secara diam-diam tanpa di ketahui siapapun termasuk gurunya sendiri.
Bersamaan dengan itu, Lanna pun terbangun. Dia terkejut dengan Xavier yang sedang mendekap tubuhnya dalam pelukan. Namun karena merasa lemas dan begitu lemah, Lanna tidak memiliki tenaga untuk berkomentar apapun. Memilih untuk menahan mengalihkan pikirannya. Dalam pandangannya Lanna juga melihat semacam—entahlah makhluk apa tapi bentuknya sungguh jelek dan menyeramkan, membuat Lanna sempat merasa takut dalam benaknya. Dan bahkan bisa berbicara, itu terdengar ketika si makhluk itu berteriak bilang sakit.
"Sejak kapan kau sudah sadar?" Tanya Xavier menyadari Lanna tengah menatapnya dan mata mereka bertemu.
Lanna tidak langsung menjawabnya, gadis itu berusaha untuk bangkit, duduk dan melepaskan dekapan Xavier sangat pelan yang belum di lepasnya juga oleh lelaki itu.
"Tidak tahu. Aku tidak memperkirakannya tapi aku sudah melihatnya sebagian," jawab Lanna suaranya begitu lemas tanpa menatap Xavier sama sekali. Masih terngiang-ngiang bagaimana pemandangan yang di lihatnya barusan.
Satu tetes air mata tergelincir jatuh ke punggung tangannya yang terlihat pucat pasi. Lanna meraba pipinya lalu menyadari pipinya yang terasa basah dan menyekanya.
"Air mata?" Lanna menatap punggung tangannya yang terdapat tetesan air mata. Kemudian menatap Xavier yang masih terduduk di hadapannya, belum bergerak sama sekali.
Xavier balik menatap Lanna yang begitu nampak sorot mata gadis itu seolah-olah sedang meminta sebuah jawaban, lagi.
"Kau juga tadi memelukku," Ucap Lanna lagi.
Xavier tidak langsung menjawabnya. Lelaki itu kini bergerak menyelimuti tubuh Lanna, Mengangkat tubuh Lanna dan membopongnya ala bridal style keluar dari ruangan kamar yang tidak terlalu besar namun tidak juga kecil. menuju ke ruangan depan, di mana terdapat pembakaran kayu di sana sebagai penghangat ruangan. Di sebuah pondok itu memang hanya ada mereka berdua saja.
Xavier menaruh tubuh Lanna di atas satu sofa tunggal yang mengarah ke pembakaran dengan gerakan hati-hati. Dia melangkahkan kakinya ke arah dapur. Tidak lama kemudian keluar membawa dua gelas cangkir di tangannya, di taruhnya di atas meja kayu bundar di samping dekat Lanna. Adalah minuman cokelat panas dengan asap yang masih mengepul di atasnya.
"Satunya untukmu," ujar Xavier setelah itu berjalan, setengah berjongkok menyibukkan dirinya di depan pembakaran hendak memasukkan beberapa kayu di sana.
"Terimakasih," kata Lanna sopan, kedua tangannya terulur meraih salah satu cangkir dan menyeruputnya tanpa ragu.
Di malam yang terasa dingin ini memang cokelat panas adalah yang terbaik, kebetulan Lanna sangat menyukai cokelat panas. Rasa manis yang terdapat pada minuman cokelat panas itu membuat Lanna merasa sedikit bertenaga.
"Kau jatuh pingsan tidak sadarkan diri selama 2 hari tiga malam dan kau juga demam selama itu,"
"Ya ampun, maksudmu aku sakit? Selama itu? Dan kau yang... Merawatku?"
"Ya," jawab Xavier.
Mata Lanna melebar terkejut dengan tindakan Xavier yang merawatnya selama ini. Ada sedikit salah tingkah, hanya sedikit saja tetapi Lanna cepat-cepat mengalihkannya, gadis itu pura-pura berdehem kecil berusaha menutupinya. Dirinya merasa tidak menyangka ada seorang lelaki yang merawatnya untuk kali pertama. Masalahnya adalah ini seorang lelaki. Tetapi di satu sisi Lanna merasa tidak enak hati sudah merepotkan Xavier.
"Maaf karena aku sudah merepotkanmu dan terimakasih untuk bantuannya," ucap Lanna.
Xavier tidak menjawab, dia hanya diam. Tetapi bagi Lanna yang terpenting dia tahu bagaimana caranya berterimakasih.
"Kau juga tadi bermimpi memanggil-manggil kedua orang tuamu," kata Xavier mengubah topik lain.
Lanna menatap punggung Xavier dengan penampakan bahunya yang lebar dan bidang itu. Secara tidak langsung Xavier menjawab pertanyaannya di awal tadi, Air mata.
"Kau jangan salah paham. Aku memelukmu sebab kau nampak kacau, kedua tanganmu seperti ingin menggapai sesuatu. Aku khawatir kau akan terjatuh dari ranjang, aku juga harus melindungi diri kita berdua di keadaan seperti itu,"
Dan Xavier sudah menjawab pertanyaannya yang kedua, Kenapa saat terbangun Xavier tengah memeluknya.
Mendengar penuturan Xavier, Lanna menunduk menatap cangkir cokelat panasnya. Raut wajahnya terlihat sedih. Ingatan tentang dirinya yang memimpikan kedua orang tuanya kembali. Lanna tidak tahu kenapa saat di mimpinya kedua orang tuanya malah semakin menjauh ketika di kejar olehnya. Tetapi satu hal. Lanna sangat merindukan keduanya.
Xavier menoleh kebelakang melihat Lanna yang nampak sedih sekilas.
"Mereka juga pasti memiliki perasaan yang sama denganmu,"
"Maksudnya adalah mereka merindukanku juga?"
Xavier tidak menjawabnya lagi dan Lanna tidak merasa sakit hati dengan sikap lelaki di hadapannya yang masih sibuk dengan kayu-kayu gelonggongan berukuran sedang. Dia tidak ambil hati, paham bahwa Xavier sedang menghiburnya dengan caranya sendiri.
"Terimakasih," ucap Lanna bermaksud karena Xavier telah menghiburnya walaupun entah lelaki itu paham atau tidak.
"Sopan juga kau," sahut Xavier. Dia berdiri menatap salah satu telapak tangannya, tangan kanan.
Xavier membalikan tubuhnya berjalan mendekati kursi goyang. Letaknya di dekat pembakaran. Mendaratkan bokongnya, bersedekap dada kemudian menyilangkan kaki duduk menghadap ke arah Lanna.
"Tadi itu apa?" Kenapa tanganmu bisa mengeluarkan api? Maksudku, Ada semacam... " Lanna menggoyang-goyangkan salah satu tangannya ke udara. Bermaksud mempertanyakan banyaknya anak panah dengan api yang begitu merah menyala terbang mengarah pada makhluk menyeramkan.
"Maksudmu ini?"
Xavier mempraktekkan. Dua jarinya, jari telunjuk dan jari tengahnya dia arahkan ke depan pembakaran. Sambaran api keluar melalui kedua ujung jarinya dan mulai membakar kayu-kayu tersebut dengan mudahnya. Melihat pemandangan seperti itu di depan, Lanna kini hanya bisa melongo menatap api di pembakaran. Gadis itu terperangah. Dia menaruh cangkir cokelat panas di atas meja, menatap Xavier takjub.
"Ta-tapi kenapa? Kenapa—kenapa kau bisa mengeluarkan api dari jarimu? Kemarin-kemarin kau juga bisa menghilang. Tiba-tiba sudah di sini dan tiba-tiba sudah ada di sini juga. Kau ini sebenarnya apa? Manusia super? Aku baru lihat ada yang bisa melakukan hal mustahil semacam itu,"
Lanna memperagakannya menggunakan kedua tangan tentang Xavier yang bisa berpindah-pindah tempat.
"Kau ini sebenarnya apa? Dan sebenarnya apa ini? Kenapa tubuhku bisa berbeda? Kenapa wajahku juga berbeda? Bahkan suaraku. Apa aku benar-benar sudah mati? Atau... Ah, aku bahkan tidak mengerti sama sekali dengan semua ini," serunya dalam satu tarikan napas saja. Merasa frustasi.
Xavier tersenyum geli tetapi dalam hatinya saja ketika mendengar celotehan Lanna, Sedangkan wajahnya begitu datar memandang Lanna.
"Oh, satu lagi!" Lanna memekik. Gadis itu teringat satu hal. Perlahan arah pandangnya kembali menatap Xavier. "Kau sempat menyebut namaku siapa, kau tahu aku siapa. Iya, kan?"
"Ya, aku tahu. Lanna Xevellyn," jawab Xavier santai. Dia lalu bangkit, berjalan mendekati rak buku.
Arah mata serta kepala Lanna mengikuti kemana Xavier melangkah pergi. "Lho, tapi kenapa bisa? Kau jangan-jangan menculik ku, ya?" Tuduhnya.
Xavier memilih salah satu buku yang menurutnya menarik untuk di baca. Setelah menemukan satu kemudian meraihnya dan kini buku itu sudah ada pada genggamannya.
"Hampir begitu atau bisa saja iya begitu," jawab Xavier.
"Apa?" Respon Lanna merasa bingung dengan jawaban Xavier.
"Aku menculik jiwamu," Sambung Xavier.
"Maksudnya bagaimana?" Kata Lanna tidak mengerti.
...****************...
*Snomster¹ : Semacam iblis terkutuk yang bergentayangan. Mereka suka mengganggu serta dapat menyerang, mencelakai dan menyantap para manusia.
*Drago² : Nama dari naga hitam besar, memiliki warna mata merah menyala. Hewan pendamping milik Xavier Walters.
( Tidak semua murid memiliki hewan pendamping, hanya murid yang berhasil lulus ujian tertentu yang mendapatkannya )