" aku takut untuk kembali patah setelah jatuh hati " ---
Ziva gadis cantik yang batal menikah karena suatu hal yang tak jelas. Lelaki yang ia percaya itu pergi meninggakkan dirinya sebelum hari pernikahan mereka dilangsungkan. menghancurkan segala mimpi setelah sekian lama di bangun bersama. Segala kesakitan itu membuat ziva sulit untuk kembali menjalin hubungan yang baru . Hingga kehadiran seorang lelaki aneh yang memberi warna baru dalam hidupnya. Namun banyak rahasia yang tersembunyi di balik kemunculannya .
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mia Riski, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tentang Rasa
Gabriel baru saja mengantarkan ziva di depan rumahnya , ia masih menatap wanita cantik di hadapannya sejak tadi .
" Kok gak pulang? " Ziva menaikkan sebelah alisnya , ia melihat Gabriel masih betah berdiri bersamanya tepat di depan pintu rumah.
"Ziv.. " Gabriel tiba tiba memeluknya erat seakan tak ingin memberi sedetik pun waktu untuk memisahkan mereka .
" Biel , nanti kalau papa sama mama aku liat gimana. Lepas gak.. " ziva berusaha meloloskan tubuh mungilnya dari Gabriel namun lingkaran tangan pada tubuhnya itu begitu kuat. Tenaganya tak mampu mengelaknya.
" 5 menit aja , Please.. " ucapnya memohon , ziva terdiam . Ia tak lagi memberontak , ia membiarkan Gabriel memeluknya lebih erat . Bahkan kepalanya sudah menyender di pundak ziva. Ia merasakan basah pada bajunya ,apa lelaki ini menangis pikirnya.
" Are you okay Biel ? " Ziva berusaha melihat kearah Gabriel yang membenamkan kepalanya pada pundak ziva . Tak ada jawaban darinya , 5 menit berlalu Gabriel menjauhkan tubuhnya dari ziva . Ia mengelus puncak kepala Gabriel ,angin apa yang membuat ziva melakukan itu. Tapi ia seperti merasakan kepedihan yang di rasakan lelaki ini.
" Maaf udah lancang " ucapnya , ia menyeka air mata yang jatuh pada kedua bola matanya . Pertama kali dalam hidup ziva , ia melihat seorang lelaki menangis . Bahkan tangisannya menunjukkan kehancuran yang lebih besar dari tangisan yang sering wanita curahkan .
Jarang sekali lelaki mengandalkan perasaannya karena ia cenderung lebih menyukai sesuatu yang bisa terpecahkan oleh otak . Bukan perasaan yang cenderung tak pernah memiliki titik temu yang menengahkan , ia selalu berpihak pada salah satunya.
" Mau cerita ? " Tawar ziva , Gabriel menggelengkan kepalanya.
" Aku hanya rindu seseorang .. " singkatnya.
" Masalalumu? "
Gabriel hanya mengangguk pelan , entah mengapa sejak tadi mereka berdua tidak menyadari bahwa kalimat yang terlontar lebih baku dari biasanya.
" Terimakasih sudah menemaniku hari ini , kamu lebih manis dari biasanya . Selamat malam .." Gabriel mengacak pelan rambut ziva , ia sempat tersenyum sebelum masuk ke dalam mobilnya dan meninggalkan perkarangan rumah ziva.
Sedangkan ziva , kedua pipinya sudah memerah karena malu . Tingkah lelaki itu membuatnya ingin berteriak keras . Saat Gabriel memeluknya , ia merasa begitu nyaman . ketika kepala itu menyentuh pundaknya , ziva seakan lupa bahwa lelaki itu bukan siapa siapa dalam hidupnya.
Ia melangkahkan kaki masuk ke dalam rumah nya , senyum mengembang di bibir manisnya . Ia bernyanyi kecil sembari langkah kakinya terlihat berirama .
" Aduh yang habis di peluk.. " ledek Cindy yang sejak tadi sedang mengintip putrinya bersama Gabriel di balik jendela .
"M-Mama ngapain disitu " ucapnya gugup .
" Ngeliat orang pacaran " santai Cindy , ia berlalu mendahului ziva .
" Blushhh " pipi wanita cantik itu tambah memerah , ia langsung berlari masuk ke dalam kamar . Mengunci pintu dan langsung melompat ke atas kasurnya .
" Bally , ziva seneng banget hari ini " ucapnya mengajak boneka gajahnya berbicara .
" Gak tahu sih kenapa , tapi ziva seneng pokoknya " katanya lagi , ia membenamkan wajahnya di balik boneka Bally yang sudah mulai melebar itu.
.
.
Sejak tadi linka membuang muka dari hadapan rama, wanita itu sangat kesal dengan sikap nuca yang tak memiliki waktu untuknya . Bahkan untuk mengurus pernikahan mereka saja , linka yang terlihat bersemangat dalam hal itu.
" Lin.. " nuca sudah menepikan mobilnya , ia berusaha memegang lengan mahalini . Membujuk wanita itu agar mau berbicara dengannya .
" Maafin aku telat jemput kamu , tadi aku banyak kerjaan di kantor " terangnya yang membuat Linka menoleh kearah rama dan tersenyum miring.
" Jadi kamu pikir yang sibuk cuma kamu doang? Sebenarnya kamu itu niat gak sih mau nikah sama aku? "
Rama cukup mengkerut saat mendengar ucapan Linka seolah tidak percaya dengan kesungguhannya selama ini.
" Lin , kamu ngomong apa sih. Aku beneran lah mau nikah sama kamu " Rama menggenggam tangan linka .
" Kalau kamu emang gak bener serius sama aku , mending kita batalin aja pernikahan ini . Masih sempet , undangan juga belum ke sebar.. " Linka melepaskan tangan Rama Darinya.
Dengan cepat lelaki itu menggeleng , ia menangkup kedua pipi mahalini . Menatap kedua bola mata disana , tampak ketulusan yang bisa di rasakan olehnya .
"Aku minta maaf belum bisa jadi yang terbaik buat kamu , tapi aku akan selalu berusaha untuk mencapai itu semua . please, don't speak the words that will crush me so badly. I can't imagine life without you." Rama mengecup lembut kening linka , membawa wanita itu dalam pelukannya .
Dasar wanita yang sering kali kalah dengan segala sikap manis seorang lelaki. Sama halnya dengan apa yang tengah di rasakan linka , ia kini menangis dalam pelukan Rama . Lelaki itu mampu membuatnya begitu lunak dalam beberapa waktu saja . Ia bukan lemah , hanya saja bagi sebagian wanita , mengalah dan lebih memilih untuk menangis adalah cara terbaik meluapkan segala keresahan yang tak mampu di ungkapkan melalui uraian kata. Meski perempuan cenderung banyak bicara namun dalam hal rasa ia lebih memilih untuk menyimpannya sendiri.
Linka bisa saja menolak pelukan lelaki ini , berhenti menangis dan memukulnya . namun perasaan sering kali bekerja lebih dominan dari pada logikanya . Sayangnya perasaan yang sering kali kalah dalam masalah hati. Ia tak menggunakan sedikitpun logika disana , realita itu ternyata tidak berlaku dalam hubungan asmaranya.
***
Langkah kaki Gabriel memasuki sebuah pemakaman , tempat biasa ia datangi meski tidak setiap hari . Lelaki itu tetap membawa buket bunga , ia tersenyum ketika sudah duduk di sisi makam tersebut . Mengelus batu nisan tanpa nama disana , menunduk cukup lama . Terdiam bersama suasana hening di sekitar , namun dari jarak yang tidak begitu jauh Tasya tengah mengamati gerak gerik Gabriel . sejak dari kantor ia memutuskan untuk mengikutinya hingga sampai di tempat yang tidak terpikirkan sebelumnya bahwa Gabriel akan datang ke mari .
Wanita cantik itu ingin sekali menanyakan tentang segala hal yang tidak ia mengerti . Tapi ia tahu Gabriel tidak akan mau menjelaskan apa apa kepada dirinya . Yang ada jika Gabriel mengetahui sejak tadi ia tengah mengikutinya , bisa saja laki laki itu marah besar padanya.
" Makam siapa sih itu .." gerutu Tasya pelan di balik pohon , ia terus mengamati gerak gerik Gabriel . Lelaki itu tengah berdoa disana , wajahnya terlihat begitu khusyuk .
" Apa ini.. " Tasya mengeluarkan foto yang ia temui di atas meja Gabriel . Tampak senyum lebar di bibirnya , ia mempunyai rencana untuk membuat Gabriel menjadi miliknya . Setidaknya menyingkirkan ziva dengan cara yang halus .
Tasya Langsung buru buru meninggalkan tempat tersebut sebelum Gabriel mengetahui keberadaan nya . Secepat kilat ia menjalankan mobilnya , menarik nafas lega setelah ia sudah berada cukup jauh . Mengeraskan volume radio di dalam mobilnya , mengatasi ketegangannya sejak tadi .
" Huhh.. " Tasya tersenyum lebar , ia mengirimkan pesan untuk seseorang .
.
Gabriel sedikit menoleh kesekitar , ia merasa ada seseorang di sana . Namun lelaki itu menepis pikirannya , karena matanya tak melihat siapapun . Ia kembali menatap makam di hadapannya , tersenyum penuh makna. Gabriel meninggalkan buket bunga disana , ia berdiri sedikit mengibat celananya yang kotor karena bertumpu pada tanah pemakaman .
Gabriel baru saja memarkirkan mobilnya di garasi rumahnya yang cukup mewah itu. Berjalan memasuki rumah dengan menenteng tas kerjanya . Ia melihat iren yang melipat tangan di dadanya .
" Kamu dari sana lagi? " Tanya iren ketus .
" Hemmm.. " dehem Gabriel , ia melewati mamanya begitu saja .
" Gabriel! " Bentak iren membuat lelaki bertubuh tinggi itu membalikkan badannya .
" Apa lagi yang mama inginkan dariku? "
" Apa belum cukup mama menghancurkan hidupku ? Apa kau juga ingin aku mati ? "
Iren terdiam , ia melihat raut wajah Gabriel . Lelaki itu tampak tak bahagia , banyak kesedihan yang ia pendam sendiri . Wanita paruh baya itu tak pernah menghargainya sedikit pun bahkan berusaha untuk mengerti saja sangat mustahil terjadi. Bukan hanya pada gabriel tapi pada semua anak anaknya.
Baru saja hendak meraih kedua tangan Gabriel , ia ingin berdamai dengan anak lelakinya , namun Gabriel telah meninggalkan wanita paruh baya itu sendiri. Membuat dia hanya bisa menarik nafasnya , dirinya tahu selama ini ia terlalu keras terhadap Gabriel . Banyak menuntut tanpa ingin mendengar apa yang putranya inginkan . Namun sejak kejadian yang kelam , membuat Gabriel benar benar menganggap orang tuanya adalah musuh terbesar dalam hidup nya .
Iren duduk di sofa , menyandarkan kepalanya disana . Ia menarik nafasnya dalam , mencoba menerima segala perlakuan Gabriel yang di sebabkan oleh dirinya sendiri.
" Ibu macam apa aku.. " gumam iren dalam hati , ia memijit pelipisnya yang mulai menegang.