Di alam semesta yang dikendalikan oleh Sistem Takdir Universal, setiap kehidupan, keputusan, dan perjalanan antar galaksi diatur oleh kode takdir yang mutlak. Namun, segalanya berubah ketika Arkhzentra, seorang penjelajah dari koloni kecil Caelum, menemukan Penulis Takdir, alat kuno yang memberinya kekuatan untuk membaca dan memanipulasi sistem tersebut.
Kini, ia menjadi target Kekaisaran Teknologi Timur, yang ingin menggunakannya untuk memperkuat dominasi mereka, dan Aliansi Bintang Barat, yang percaya bahwa ia adalah kunci untuk menghancurkan tirani sistem. Tapi ancaman terbesar bukanlah dua kekuatan ini, melainkan kesadaran buatan Takdir Kode itu sendiri, yang memiliki rencana gelap untuk menghancurkan kehidupan organik demi kesempurnaan algoritmik.i
Arkhzentra harus melintasi galaksi, bertarung melawan musuh yang tak terhitung, dan menghadapi dilema besar: menghancurkan sistem yang menjaga keseimb
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Topannov, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pesan dari Masa Lalu
Arkhzentra, Rhaegenth, dan Lyrientha mengaktifkan bola bercahaya menggunakan perangkat kuno di stasiun tersebut. Bola itu memproyeksikan pesan holografis dari Eryndthari terakhir, mengungkap sejarah kelam Takdir Kode dan tujuan sebenarnya dari sistem ini. Pesan tersebut memberi mereka tujuan baru: menemukan pusat Takdir Kode sebelum jatuh ke tangan Kekaisaran.
Suara dengung rendah memenuhi ruangan ketika Lyrientha menyambungkan kabel terakhir ke perangkat besar yang tampak seperti meja altar. Cahaya biru pucat dari bola bercahaya di tangan Arkhzentra berkedip pelan, seolah menunggu untuk diaktifkan.
“Sudah siap?” tanya Rhaegenth, yang berdiri dengan canggung di dekat pintu, matanya terus melirik ke arah terminal keamanan untuk memastikan tidak ada sinyal dari Kekaisaran.
“Semua sambungan terpasang,” jawab Lyrientha tanpa menoleh, fokus pada layar terminal di depannya. “Tinggal masukkan bola itu ke lubang di tengah.”
Arkhzentra memandang bola bercahaya di tangannya. Benda itu tampak hidup, dengan pola-pola cahaya yang bergerak perlahan di permukaannya, seperti denyut nadi. Ia menarik napas dalam-dalam sebelum meletakkannya di ceruk berbentuk bulat di atas altar.
Saat bola itu menyentuh permukaan, ruangan langsung diselimuti cahaya biru terang. Altar itu mulai bergetar, mengeluarkan suara dengung yang semakin keras.
“Ini… normal, kan?” tanya Rhaegenth, melangkah mundur dengan gugup.
“Normal menurut siapa?” balas Lyrientha, matanya terpaku pada layar yang menampilkan angka-angka dan simbol yang bergerak cepat.
Tiba-tiba, bola bercahaya itu memancarkan seberkas cahaya vertikal ke langit-langit, membentuk sosok holografis. Itu adalah seorang makhluk humanoid, tinggi dan anggun, dengan wajah yang hampir manusiawi tapi dengan fitur yang terlalu sempurna. Matanya bercahaya biru terang, dan pakaiannya tampak seperti anyaman cahaya bintang.
“Salam, pewaris,” suara makhluk itu terdengar dalam, menggema seolah berasal dari seluruh ruangan.
Arkhzentra menatap hologram itu dengan takjub. “Siapa… atau apa kau?”
“Aku adalah Elyndra,” jawab sosok itu. “Eryndthari terakhir. Penjaga terakhir dari Takdir Kode.”
Lyrientha tersentak mendengar nama itu. “Elyndra… kau yang menciptakan sistem ini?”
Hologram itu mengangguk perlahan. “Sistem ini adalah mahakarya kami, Eryndthari. Kami merancangnya untuk menjaga keseimbangan semesta, memastikan setiap planet, setiap kehidupan, mengikuti jalurnya tanpa menyimpang.”
“Kalau begitu kenapa sekarang sistem ini malah menghancurkan hidup kami?” tanya Arkhzentra tajam.
Elyndra memandangnya, tatapan holografisnya penuh kesedihan. “Karena kami gagal. Kami menghapus diri kami dari semesta untuk memberikan kebebasan pada ciptaan kami. Namun, kebebasan itu berubah menjadi kehancuran. Takdir Kode berkembang di luar kendali kami. Ia kini memiliki kehendak sendiri, dan kehendak itu… bukan untuk melindungi.”
“Lalu, apa yang diinginkan sistem itu sekarang?” bisik Rhaegenth.
“Sempurna,” jawab Elyndra singkat. “Takdir Kode percaya bahwa kehidupan organik adalah anomali, ketidaksempurnaan yang mengganggu keseimbangan. Ia berniat menghapus semuanya, menciptakan ulang semesta yang bersih dari kekacauan biologis.”
Arkhzentra mengepalkan tangannya. “Dan kami hanya… statistik untuknya?”
“Kalian semua adalah data,” Elyndra mengakui. “Namun, kalian tidak sepenuhnya tidak berdaya. Penulis Takdir yang kau pegang adalah kunci untuk menghentikannya. Atau…”
“Atau?” Lyrientha menekan, matanya menyipit.
“Atau mengendalikannya,” jawab Elyndra. “Namun, itu adalah pilihan yang tidak pernah bisa kau ambil dengan setengah hati. Mengendalikan Takdir Kode berarti mengorbankan segalanya—kehidupanmu, kemanusiaanmu.”
Arkhzentra memalingkan wajahnya, pikirannya penuh dengan pertanyaan.
“Jadi, ke mana kami harus pergi?” tanyanya akhirnya.
Hologram Elyndra mengangkat tangannya, dan bola bercahaya itu memproyeksikan peta bintang ke udara. Di tengah peta itu, sebuah titik terang menyala, menunjukkan lokasi yang jauh di luar galaksi mana pun yang mereka kenal.
“Itulah Zanura,” kata Elyndra. “Pusat Takdir Kode. Tempat di mana semua keputusan dibuat. Hanya di sana kau bisa menghentikannya.”
“Hentikan atau kendalikan,” bisik Lyrientha, menatap peta dengan takjub.
Elyndra menatap Arkhzentra sekali lagi, matanya penuh harapan dan kesedihan. “Kau adalah pewaris kami, Arkhzentra. Pilihan ini ada di tanganmu.”
Hologram itu mulai memudar, tetapi sebelum menghilang sepenuhnya, Elyndra meninggalkan satu pesan terakhir.
“Ketahuilah, perjalanan ini bukan hanya untuk menyelamatkan semesta. Ini adalah perjalanan untuk menemukan dirimu sendiri.”
Ruangan kembali gelap ketika hologram menghilang, meninggalkan mereka bertiga dalam keheningan yang penuh makna. Di tengah altar, bola bercahaya itu bersinar lembut, seolah menunggu keputusan mereka.