"Devina, tolong goda suami Saya."
Kalimat permintaan yang keluar dari mulut istri bosnya membuat Devina speechless. Pada umumnya, para istri akan membasmi pelakor. Namun berbeda dengan istri bosnya. Dia bahkan rela membayar Devina untuk menjadi pelakor dalam rumah tangganya.
Apakah Devina menerima permintaan tersebut?
Jika iya, berhasilkah dia jadi pelakor?
Yuk simak kisah Devina dalam novel, Diminta Jadi Pelakor
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4 Rumor Tentang Devina
Malam sudah semakin larut, tapi Devina belum juga bisa memejamkan matanya. Hari ini dia mengambil keputusan besar dalam hidupnya. Devina tidak menyangka, dia akan terlibat dengan hal semacam ini. Menjadi pelakor atas permintaan istri.
Devina tahu dia salah, tapi kata hatinya terus mendorong dia untuk menerima tawaran tersebut. Entah apa yang akan terjadi kedepannya, Devina siap mendapatkan konsekuensinya. Satu hal yang Devina pikirkan, bagaimana dia memberitahu keluarganya. Devina tidak pernah menyembunyikan apapun dari keluarganya.
"Bagus Devina, keputusan yang cerdas. Mulai sekarang kamu harus sering memberikan perhatian pada Gilang," ucap Sandra setelah Devina menerima tawarannya. Sandra tersenyum saat itu, namun dalam hatinya menertawakan keputusan bodoh Devina.
Sandra tidak tahu saja, jika Devina bekerja sama dengan Gilang. Dia tidak lugu, seperti yang Sandra kira. Kita lihat saja, siapa yang bodoh dalam hal ini. Benarkah Devina yang bodoh, telah menerima tawaran Sandra.Atau Sandra yang bodoh, karena telah menawarkan pekerjaan ini pada Devina.
Devina memutuskan untuk keluar dari kamar. Dia akan menemui kedua adik kembarnya saja, dari pada melamun seorang diri. Dia yakin, kedua remaja itu belum tidur. Karena waktu belum menunjukkan pukul sebelas malam.
Karena terlalu sibuk dengan Gilang. membuat Devina beberapa hari ini dia tidak sempat ngobrol banyak dengan kedua adiknya. Devina akan memberitahu Langit dan Bumi tentang pekerjaan yang ditawarkan Sandra dan didukung oleh Gilang.
Ngobrol dan bercanda bersama kedua adiknya, menjadi salah satu obat stress Devina. Keduanya bisa menjadi support system untuk Devina menjadi kuat. Namun rencana Devina untuk menemui adik-adiknya sepertinya gagal. Dia melihat sosok Elang berdiri di tangga. Sepertinya pria itu baru saja tiba.
"Na!" panggil Elang, membuat Devina menatap penuh tanya. Mau apa pria itu berada di rumahnya, malam-malam begini.
Elang tersenyum, dia tahu Devina pasti bertanya tentang keberadaanya malam ini. "Aku habis syuting tidak jauh dari sini. Besok pagi-pagi sekali sudah harus kembali ke sana, jadi ---."
"Sudah minta izin Wina?" ucap Devina memotong perkataan Elang.
Tidak masalah bagi Devina dan keluarganya, jika Elang ingin menginap malam ini. Pria itu sudah biasa, bahkan sejak dia masih kecil. Rumah orang tua Devina selalu menjadi tempat penitipan Elang, saat kedua orang tuanya harus keluar kota dan tidak bisa membawa Elang.
Yang jadi masalah itu tunangan Elang. Gadis itu tidak suka Elang kembali dekat dengan Devina seperti dulu, saat Elang belum bertemu Wina. Tunangan Elang itu membenci Devina. Karena setiap bersamanya, yang diceritakan Elang hanyalah Devina saja.
"Wina? Tidak perlu. Dia pasti mengizinkan," jawab Elang.
Terserah Elang, mau memberi tahu tunangannya atau tidak. Asal Wina tidak menyalahkannya saja. Jika tunangan Elang berani mengusiknya, Devina tidak akan diam saja kali ini. Selama ini dia mengalah, karena masih menjaga hubungan baik mereka selama ini.
Devina mengurungkan niatnya untuk menemui kedua adiknya. Lebih baik di kembali ke kamar. Elang bukan lagi tamu yang harus ditunjukkan dimana dia tidur. Rumah orang tua Devina sudah menjadi rumah kedu pria itu.
"Nana, ada hubungan apa kamu dengan suami Sandra?" tanya Elang. Menghentikan langkah Devina.
"Hanya sebatas sekertaris dan atasan. Kenapa?"
Elang menggelengkan kepala. "Tidak apa-apa. Wina bilang, Sandra cerita padanya. Sejak kamu yang jadi sekretaris Gilang, sikapnya pada Sandra jadi berubah."
"Ohhh seperti itu rumor yang beredar," balas Devina. "Terima kasih informasinya." ucap Devina lagi. Sebelum dia melanjutkan langkahnya kembali masuk ke dalam kamar.
Entah siapa yang memulai membuat berita bohong itu. Sehingga fitnah tentang dirinya cepat sekali menyebar. Terutama di kalangan karyawan Cakrawala Company.
Namun bukan itu yang membuat Devina kecewa. Melainkan Elang lebih percaya ucapan Wina tentang dirinya. Dan itu membuat Devina sadar, kedekatan mereka dia dan Elang selama ini, tidak ada artinya bagi pria itu. Devina saja, yang terlalu percaya diri, Elang punya rasa yang sama dengannya.
***
Elang sudah tidak ada di kediaman orang tuanya, saat Devina turun untuk sarapan bersama keluarganya. Tidak perlu ditanya kemana perginya pria itu. Sebagai orang yang pernah menjadi asisten Elang, tentu Devina tahu ritme pekerjaan Elang. Tidak jarang, mereka berdua tidur di dalam mobil.
Melelahkan, tapi Davina tidak bisa melupakan masa-masa dimana mereka tertawa dan menangis bersama. Dan semua itu sirna dalam sekejap, setelah Elang mengenal Wina dan memutuskan bertunangan dengan wanita itu.
"LaBu, bagaimana sekolah kalian?" Ucap Devina, bertanya pada kedua adik kembarnya itu. LaBu nama panggilan yang Devina sematkan untuk Langit dan Bumi, saat memanggil keduanya bersamaan
"Baik Kak. Tapi, .... "
"Tapi apa?" tanya Devina, karena Bumi tidak melanjutkan perkataannya.
"Bukan apa-apa Kak," jawab Langit.
"Bun, ada apa?" Kini Devina beralih pada bunda Helen. Tidak mungkin wanita paruh baya itu tidak tahu masalah yang dihadapi kedua adiknya.
"Adik-adik kamu mendengar rumor, kamu bisa jadi sekretaris pimpinan Cakrawala, karena ---."
"Tidak usah dilanjutkan Yah," potong Devina ucapan ayahnya. Dia sudah mendengar rumor tentang dirinya yang menjual diri, sehingga menjadi sekretaris Gilang.
Parah memang mulut-mulut nyinyir orang-orang yang tidak bertanggung jawab itu. Mereka berkata buruk, karena iri. Tidak tahu bagaimana sulitnya perjuangan Devina, sehingga dia bisa seperti saat ini.
Masa remajanya Devina habiskan menjadi asisten Elang, sambil melanjutkan kuliahnya. Dia membiayai kuliah dari jerih payahnya sendiri. Karena saat itu ayah Dewa terkena PHK dari perusahaan tempatnya bekerja. Lalu orang tuanya memutuskan untuk buka usaha dengan uang simpanan mereka. Uang yang semula ditujukan untuk biaya kuliah Devina.
"Kalian tahu bagaimana Kakak berjuang, kan?" Langit dan Bumi mengangguk bersamaan.
"Biarkan saja anjing menggonggong. Tidak perlu kalian dengar kan. Asal kalian semua masih percaya sama Kakak, itu sudah cukup."
"Tentu saja kami percaya Kak," balas Langit dan Bumi bersamaan. Keduanya berdiri dan memeluk Devina.
Ayah Dewa dan Bunda Helen, terharu melihat ketiga anak mereka yang selalu akur dan saling menyayangi. Perjuangan mereka tidak mudah untuk mengembalikan keadaan seperti semula, saat mereka sedang terpuruk. Ditambah lagi, saat itu mereka harus kehilangan anggota keluarga. Kakak sulung Devina meninggal dunia akibat kecelakaan. Lengkap sudah penderitaan keluarga Dewangga tersebut.
Setelah sarapan, Devina pamit berangkat ke kantor. Seperti biasa, Devina pergi bersama ayah Dewa, dengan kendaraan roda dua yang mereka miliki. Sebenarnya Devina punya kendaraan roda dua sendiri. Tapi kedua adik kembarnya lebih membutuhkan, sehingga dia mengalah, memberikan kendaraan itu pada Langit dan Bumi.
"Pagi mbak Devina," sapa pak Bambang.
"Pak Bambang?" Devina terkejut dengan sapaan pria paruh baya yang usianya mungkin sama dengan ayah Dewa.
"Saya diminta den Gilang untuk jemput mbak Devina," jawabnya.
Bicara Gilang, pria itu keluar kota bersama Eki, pagi ini. Hanya saja Devina tidak mengira, Gilang akan mengirim pak Bambang untuk menjemputnya. Entah mengapa Devina merasa, sejak dia memutuskan untuk menerima tawaran Sandra, Gilang seolah menunjukkan perhatian lebih padanya. Beberapa kali pria itu melakukan kontak fisik. Yang selama satu bulan kemarin tidak pernah terjadi. Biarpun mereka sering pergi menemui rekan bisnis dan klien berdua.
"Kasihan pak Bambang sudah jauh-jauh jemput kamu," ucap ayah Dewa
Karena tidak ingin mengecewakan pak Bambang, Devina a naik kendaraan milik Gilang. Devina dan yang lain tidak menyadari, jika ada seseorang yang mengambil fotonya.
"Pak Bambang, boleh saya bertanya?" ucap Devina.
"Tanya saja Mbak. Kalau Saya bisa jawab, akan saya jawab," balas pak Bambang.
"Ada masalah apa antara pak Gilang dengan mbak Sandra?"
Pak Bambang menoleh sebentar pada Devina, lalu kembali fokus pada kemudinya. "Bapak tidak tahu Mbak. Yang Bapak tahu, rumah tangga den Gilang dan non Sandra, ya seperti ini sejak awal mereka menikah. Non Sandra jarang berada di rumah."
"Sibuk syuting?" tanya Devina.
"Bapak kurang tahu Non."