Istri mana yang tak bahagia bila suaminya naik jabatan. Semula hidup pas-pasan, tiba-tiba punya segalanya. Namun, itu semua tak berarti bagi Jihan. Kerja keras Fahmi, yang mengangkat derajat keluarga justru melenyapkan kebahagiaan Jihan. Suami setia akhirnya mendua, ibu mertua penyayang pun berubah kasar dan selalu mencacinya. Lelah dengan keadaan yang tiada henti menusuk hatinya dari berbagai arah, Jihan akhirnya memilih mundur dari pernikahan yang telah ia bangun selama lebih 6 tahun bersama Fahmi.
Menjadi janda beranak satu tak menyurutkan semangat Jihan menjalani hidup, apapun dia lakukan demi membahagiakan putra semata wayangnya. Kehadiran Aidan, seorang dokter anak, kembali menyinari ruang di hati Jihan yang telah lama redup. Namun, saat itu pula wanita masa lalu Aidan hadir bersamaan dengan mantan suami Jihan.
Lantas, apakah tujuan Fahmi hadir kembali dalam kehidupan Jihan? Dan siapakah wanita masa lalu Aidan? Akankah Jihan dapat meraih kembali kebahagiaannya yang hilang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon syitahfadilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 4~ AKAN TINGGAL BERSAMA
2 bulan kemudian...
"Mas, besok Dafa ulang tahun." Ujar Jihan sembari menghampiri suaminya yang sedang bersiap-siap berangkat ke kantor.
Fahmi seketika berdecak pelan mendengarnya, kegiatannya sedang memasang dasi terhenti sejenak, "Kalau kamu minta dirayakan, aku gak ada waktu. Kerajaan aku semakin padat akhir-akhir ini." Ucapnya sedikit kesal.
"Enggak kok, Mas. Gak perlu dirayakan. Aku cuma minta, besok malam Ibu dan Mas menyempatkan untuk menemani Dafa potong kue. Bisa kan, Mas?" Jihan menatap suaminya penuh permohonan.
Sebenarnya ada keraguan di hatinya bahwa Fahmi bisa memenuhi permintaannya kali ini, sebab sudah dua bulan terakhir suaminya itu selalu pulang larut, bahkan beberapa kali sama sekali tidak pulang dengan alasan yang selalu sama. Lembur dan ketiduran di kantor.
"Oke kalau begitu," ucap Fahmi.
Jihan seketika tersenyum, senang karena akhirnya Fahmi langsung menyetujui permintaannya.
Selesai memasang dasi, Fahmi mengenakkan jas sambil berjalan ke depan meja rias, memastikan penampilannya sudah terlihat oke. Sedang Jihan mengambilkan tas kerja suaminya yang terletak di atas nakas.
"Hati-hati di jalan, Mas." Ucap Jihan seraya menyerahkan tas kerja suaminya.
Fahmi langsung menyambut tas kerjanya lalu pergi begitu saja, mengabaikan tangan Jihan yang terulur hendak mencium punggung tangannya.
Jihan hanya dapat mengelus dada menguatkan hatinya, bukan sekali dua kali Fahmi mengabaikannya seperti ini. Namun, tidak ada yang bisa dilakukannya selain pasrah.
.
.
.
"Ini apa?" Tanya Fahmi seraya menatap sebuah amplop berwarna putih yang disodorkan Windi, saat ini mereka sedang berada di restoran yang tak jauh dari kantor untuk makan siang bersama.
"Buka aja, Mas." Ucap Windi sambil tersenyum.
Fahmi pun meraih amplop putih itu, ekspresi wajahnya seketika terlihat cemas begitu melihat logo rumah sakit yang tertera pada amplop tersebut. Mungkinkah Windi sedang sakit, pikirnya. Ia pun membukanya dengan gerakan cepat.
Sorot matanya begitu lekat memperhatikan setiap baris yang tertulis, begitu membaca satu kata yang tercetak tebal, senyum seketika mengembang di wajahnya.
"Positif, kamu hamil?'' Ia beralih menatap Windi dengan mata berbinar.
Windi mengangguk antusias, "Iya Mas, aku hamil."
"Sayang, aku senang banget. Akhirnya kita akan segera memiliki anak, hasil buah cinta kita." Fahmi menggenggam erat kedua tangannya Windi, andai sedang tidak berada di restoran ia pasti sudah akan memeluk dan melabuhkan kecupan bertubi-tubi. Meluapkan rasa bahagianya saat ini.
"Mulai sekarang, kamu harus benar-benar memperhatikan asupan makanan kamu, jangan makan sembarang lagi. Apalagi beli di pedagang kaki lima yang tidak terjamin kehigienisannya."
"Iya, Mas. Aku pasti akan jaga kandungan aku dengan baik." Kata Windi.
"Apa sebaiknya kamu berhenti bekerja saja?" Usul Fahmi.
"Jangan sekarang, Mas. Nanti saja kalau perutku sudah mulai membesar."
"Baiklah kalau begitu, tapi kamu harus hati-hati."
Dengan lembut dan penuh perhatian Fahmi menyuapi istri sirihnya itu, bahkan sesekali mengusap sudut bibir Windi dari sisa makanan yang menempel.
Kegiatan romantis itu harus terhenti ketika Fahmi mendapat telepon dari atasannya dan memintanya untuk segera datang ke ruangannya.
Sepasang suami itu akhirnya kembali ke kantor dengan jarak waktu berbeda agar tidak menimbulkan kecurigaan, sebab seluruh karyawan kantor mengetahui bahwa Fahmi telah memiliki anak dan istri.
Begitu sampai di kantor, Fahmi langsung menuju ruangan atasannya. Sang direktur utama yang sudah 1 tahun menjabat menggantikan posisi kakaknya.
"Maaf, Pak. Ada apa ya, Pak Vano memanggil saya?" Tanyanya.
"Begini Fahmi, saya mendapat laporan bahwa ada sedikit masalah di cabang perusahaan kita di luar kota. Karena hanya kamu yang bisa saya andalkan, maka saya ingin menugaskan kamu untuk memantau. Saya yakin, kamu pasti bisa membereskan masalah di cabang perusahaan kita."
Fahmi terdiam sejenak, mendapat tugas seperti ini adalah suatu kebanggaan baginya. Sebab, kariernya akan semakin melambung tinggi bila ia berhasil mengerjakan tugasnya dengan baik. Namun, ia juga merasa berat untuk bepergian ke luar kota dan meninggalkan Windi yang saat ini sedang dalam keadaan hamil muda.
"Baiklah, Pak. Saya akan berusaha dengan maksimal," putusnya. Untuk masalah Windi akan ia pikirkan nanti, yang terpenting sekarang adalah memperhatikan kinerjanya yang lebih utama.
"Kira-kira, kapan saya harus berangkat, Pak?"
"Lebih cepat lebih bagus, ada baiknya kamu berangkat besok pagi. Untuk keberangkatan dan penginapan biar orang suruhan saya yang mengatur."
"Baik, Pak, kalau begitu saya permisi."
"Silahkan,"
Saat jam pulang kantor, Fahmi lebih dulu keluar dan menunggu Windi di mobil. Tak berselang lama, tampak Windi menghampiri sembari memperhatikan keadaan sekitar dan memastikan bahwa tidak akan ada yang melihatnya masuk ke mobil Fahmi.
"Mas, kamu kenapa di panggil sama Pak Vano? Semuanya baik-baik saja, kan?" Tanya Windi setelah beberapa saat mobil Fahmi melaju meninggalkan pelataran kantor.
"Iya, semuanya baik-baik saja." Fahmi menghela nafas. "Aku ditugaskan keluar kota untuk beberapa hari, tapi aku juga kepikiran kamu. Apalagi sekarang kamu sedang hamil muda, aku khawatir kamu Kenapa-napa tinggal sendirian." Ia mengulurkan sebelah tangannya mengusap-usap perut Windi. Istri sirinya itu tidak mempunyai sanak keluarga selain dirinya.
"Em, bagaimana kalau mulai sekarang aku tinggal di rumah Mas Fahmi aja? Dengan begitu Mas Fahmi tidak perlu mencemaskan aku karena ... ada Mbak Jihan yang akan mengurus kebutuhan aku. Mas tahu sendiri kan, hamil muda itu rentan." Ucap Windi mencoba membujuk.
"Iya aku tahu, tapi itu gak mungkin, Sayang. Apa kamu mau, kalau Jihan sampai tahu tentang hubungan kita?"
"Mas, lambat laun Mbak Jihan pasti akan tahu tentang hubungan kita. Jadi, kenapa gak dari sekarang aja kita kasih tahu, lagipula apa Mas gak capek terus-terusan sembunyi seperti ini? Lagian gak ada larangan suami punya istri 2, kenapa Mas harus takut?"
Fahmi terdiam mencerna ucapan Windi, "Iya kamu benar, Sayang. Jihan harus menerima pernikahan kita. Sekarang kita ke rumah kamu dan beres-beres, mulai malam ini kita akan tinggal bersama-sama di rumah ku."
"Terima kasih, Mas. Kamu pengertian banget sama kamu."
"Sama-sama, sayang. Aku gak mau sampai kenapa-napa sama kandungan kamu. Nanti, aku akan minta Jihan untuk mengurus semua keperluan kamu, kamu gak usah melakukan aktivitas yang berat. Tugas kamu hanya menjaga kandungan kamu dengan baik."
"Iya, Mas. Aku pasti akan jaga kandungan aku dengan baik."
Tak berselang lama mereka pun sampai. Windi langsung mengemas barangnya dengan dibantu Fahmi.
Tak banyak yang Windi bawa, hanya beberapa helai pakaian dan barang pribadinya. Toh, semua pakaian itu tidak akan terpakai lagi bila perutnya sudah membesar.
Sementara itu, Jihan baru saja selesai membuat kue ulang tahun. Sengaja ia buat sendiri spesial untuk putranya. Berkat pengalamannya yang pernah bekerja di toko kue sebelum menikah dengan Fahmi, ia berhasil membuat kue ulang tahun yang tak kalah bagusnya dengan yang dijual di toko-toko kue.
"Dafa, malam ini akan menjadi malam yang sepesial untuk kamu, Nak." Ia tersenyum memandangi kue ulang tahun buatannya itu.
pasti Jihan mau melakukan tes DNA secara diam-diam karena kalo secara langsung pasti tu ulat akan curiga..ya kan Jihan
terus kembali juga tiba tiba...
duh Nur bikin penasaran aja deh
nur lagi bikin teka teki nih kek nyaa☺️☺️