Orang bilang punya istri dua itu enak, tapi tidak untuk Kelana Alsaki Bragha.
Istrinya ada dua tapi dia tetap perjaka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mega Biru, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 17
BRAK! BRAK! BRAK!
“Mas Kelana?”
“Bukain pintunya, Mas.”
“MAS, BUKAIN PINTUNYA!”
Kadara sudah berisik di pagi-pagi buta, ia terus menggebrak pintu untuk membangun seluruh penghuni rumah, namun tak ada satupun orang yang mau membukakan pintu kamarnya.
“MAS KELANA!
“IBU!”
“BU AJENG!”
Teriakan sekencang mungkin itu pun Kadara gaungkan, hingga mengudang Agustina naik ke lantai atas.
“Dara? Kamu kenapa? Ini masih pagi, kenapa udah teriak-teriak ?” tanya Agustina.
“Bu, tolong bukain pintunya. Semalaman aku dikuciin sama Mas Kelana,” sahut Kadara.
“Ada apa sih pagi-pagi udah ribut?” tanya Kelana yang baru keluar dari kamarnya, pria itu sudah rapi menggunakan pakain kantor, diikuti Bening yang baru bangun tidur.
“Kamu kunciin Dara, Kelana?” tanya Agustina.
“Ya.”
“Kenapa? Kamu jangan gitu sama istri kamu, Kelana. Mana kuncinya?”
“Itu.” Kelana memandang anak kunci yang menempel pada tempatnya, di sambut Bening yang menguap sambil merenggangkan otot-otot lengannya yang panjang.
“Ibu bukain pintunya,” pinta Kadara.
“Sebntar, Dara, sabar.” Agustina membuka pintu itu hingga akhirnya terbuka.
“Mas Kelana, kamu jahat!” Kadara memukul-mukul dada Kelana sesaat keluar dari kamar.
“Kamu yang jahat mau kasih aku penyakit,” jawab Kelana.
“Kamu belum sentuh Dara kan, Kelana?” tanya Agustina.
“Belum.”
“Semalam ibu udah telepon Mbak Harum. Mas Unggul juga udah jelasain tentang penyakitnya Dara ke ibu, jadi kamu punya penyakit menular seksual, Dara?” tanya Agustina.
Dara membisu.
“Ibu nggak rela kalau anak ibu sampe ketularan penyakit itu dari kamu, Dara. Sekarang ibu paham kenapa Kelana ingin membatalkan pernikahannya dengan kamu, dan berakhir menodai Bening. Jadi semua itu gara-gara kamu punya penyakit?”
“Bu –“ Dara hendak menggenggam tangan Agustina, namun ibu mertuanya itu menarik tangan seperti enggan disentuh.
“Sekarang kamu jelasin semuanya sama ibu, dari mana kamu dapat penyakit itu, Dara? Dari mana? Apa menantu ibu yang paling ibu sayang ini banyak melakukan pergaulan bebas sama laki-laki di luaran sana? Apa Dara khianati putra ibu?”
“Bu, tolong jangan marah sama aku. Jangan salah paham juga, Bu. Semalam kan aku udah bilang, aku itu pernah diperkosa, Bu. Aku dapet penyakit ini dari orang yang sudah perkosa aku,” jawab Kadara.
“Memangnya siapa sih yang udah memperkosa kamu, Dara?” tanya Kelana.
“Bos aku.”
“Bos? Bos kamu yang mana? Kenapa kamu nggak pernah cerita tentang hal sepenting itu?”
“Aku malu kalau harus cerita sama kamu, Mas. Aku takut kamu tinggalin aku, Bos aku itu selalu paksa aku buat ngelayanin dia di kantor. Aku sempat nolak tapi dia selalu maksa aku, Mas.”
Kelana flashback ke momen 5 bulan lalu, ia memang sempat bingung pada Kadara yang tiba-tiba berhenti bekerja, padahal pacarnya itu sudah bekerja selama 2 tahun lebih di kantornya. Ia pun ingat Kadara sempat menangis dan bersumpah tak ingin kerja lagi selamanya.
“Permisi Bu, Mas, ada tamu di depan,” ucap Ajeng yang baru datang.
“Siapa tamunya, Bu?” tanya Agustina.
“Besan ibu.”
Akhirnya seluruh keluarga itu turun ke lantai bawah untuk menemui ibu dan bapak Kadara yang datang di pagi-pagi buta. Begitu pun Ajeng dan Bening yang ikut menemui mereka, karena Bening penasaran dengan alur hidup suaminya yang sudah ia tahu itu.
“Assalamualaikum, Agustin,” sapa Dewi.
“Waalaikum salam, Dewi, Rusli, ada apa ini? Kok tumben pagi-pagi kalian datang ke sini?” tanya Agustina.
“Kami ingin melihat keadaan putri kami,” jawab Rusli.
“Semalam Dara telepon, katanya Kelana kecewa ya sama Dara yang udah nggak perawan dan punya penyakit?” tanya Dewi.
“Duduk dulu,” ajak Kelana.
Ke dua orang tua Kelana setuju untuk duduk di hadapan Agustina, Kadara, dan Kelana, Ajeng pergi ke dapur untuk menyiapkan teh hangat, sedangkan Bening mengintip dan menguping pembicaraan mereka dari balik gorden.
“Maksudnya gimana, Dewi, Rusli, saya dan Kelana minta kejelasan. Apa benar Dara pernah diperkosa?” tanya Agustina.
“Benar,” jawab Rusli.
“Oleh siapa?” tanya Kelana.
“Oleh bosnya di perusahaan Gumilang Buana, Kelana. Direktur Utama di kantor itu sering memaksa Dara melakukan hal yang dikehendakinya, bahkan selalu memaksa,” sahut Dewi.
Kelana tertegun sambil meremas jari, ia memang sering melihat Kadara memasang wajah malas jika membahas pekerjaannya di perusahaan itu. Tapi pernyataan Kadara dan orang tuanya itu seperti tak cukup membuat Kelana puas. Lubuk hatinya masih terasa ada yang janggal, namun belum tahu kejanggalan apa yang sedang ia rasakan.
“Kenapa kalian nggak pernah cerita?” tanya Agustina.
“Maafkan kami Agustin, kami memang merahasiakan semuanya dari kalian, karena kami takut kamu dan Kelana nggak mau menerima Kadara lagi sebagai calon menantu dan calon istri,” jawab Dewi.
**
**
**
“Selamat pagi Pak Kelana.”
“Ciye Pak Kelana baru nikah. Selamat, Pak!”
“Selamat atas punya istri duanya ya, Pak.”
Berbagai ucapan selamat itu keluar dari bibir penghuni kantor. Kelana hanya menjawab dengan anggukan dan senyuman, lantas memilih masuk ke ruangannya.
BRUK!
Kelana meletakan tas kerjanya setengah membanting. Pria itu harus kembali bekerja di tengah pikirannya yang sedang genting.
“Apa bener Dara diperkosa bosnya?” gumam Kelana yang belum bisa percaya begitu saja.
“Masa sih Dara dapat penyakit itu dari bosnya?” gumamnya lagi.
“Argh! Pusing banget harus mikirin masalah Dara, ditambah pusing ingin lepas perjaka. Sial banget sih hidupku,” gerutunya.
“Selamat pagi, Bro,” sapa Adipati, sahabat Kelana itu masuk tanpa permisi.
“Pagi,” sahut Kelana yang tampak frustrasi.
“Loh loh loh, Brotherku kenapa ini? Semrawut banget kayak orang lagi sange tapi nggak kesampaian,” ledek Adipati.
“Ya memang lagi sange.”
“Terus kenapa pusing? Dua istri di rumah tugasnya apa kalo sampai kantor suaminya masih sange?” Adipati duduk di hadapan meja kerja Kelana.
“Masalahnya saya nggak bisa sentuh mereka.”
“Hah? Gimana-gimana?” Adipati meletakan ponselnya karena ingin serius mendengarkan.
“Saya itu masih perjaka walau pun udah punya istri dua, Dip. Semalam Saya sange banget tapi nggak bisa sentuh ke dua istri.”
“Kenapa?”
Kelana tertegun melihat wajah Adipati yang serius. Pria itu sadar, tak seharusnya ia menceritakan masalah rumah tangganya pada orang lain, sekalipun itu sahabatnya sendiri.
“Kelana?” Adipati menunggu sahabatnya bercerita.
“Nggak usah dibahas, Dip, nggak penting. Gimana keadaan kamu? Masih sering bolak balik ke rumah sakit?” Kelana mengubah topik.
“Udah jarang.”
“Memangnya kamu sakit apa sih? Kamu sering banget nggak masuk kerja dengan alasan sakit.”
“Kamu aja nggak mau cerita tentang rumah tangga kamu, jadi buat apa saya cerita tentang penyakit saya juga?” balas Adipati.
“Bukan gitu, Dip. Tapi beda konsep lah, yang kamu tanyakan kan privasi rumah tangga saya.”
“Ya udah kalau nggak mau cerita.” Adipati bangkit dari duduknya. “Kalau masalahnya udah numpuk, cerita aja. Saya siap jadi pendengar setia.”
“Oke.” Kelana memandang Adipati yang hendak pergi dari ruangannya.
“Dip, request saya kemarin udah kamu ACC, kan?” tanya Kelana, saat Adipati yang sudah membuka pintu.
“Yang mana?”
“Casting, kamu udah bilang sama om kamu yang sutra dara itu, kan?”
“Oh, udah. Tapi dia nggak mau terima kalau talennya biasa aja.”
“Talennya cantik dan punya bakal akting kok. Pokoknya nggak malu-malu buat dimasukin tv. Dapet peran pembantu juga nggak papa, yang penting masuk dunia akting dulu.”
“Oke, nanti saya hubungi dia lagi. Kirimin aja foto talen yang kamu andalin itu.”
“Sip.”
Adipati keluar dari ruangan Kelana, disambut Kelana yang semangat membuka galeri untuk mencari foto Bening, namun baru sadar tak punya satu pun foto istri pertamanya itu.
“Ya udah lah, nanti biar aku fotoin Bening langsung aja, sekaligus ambil vidio dia yang lagi akting.”
Kelana meletakan ponselnya di atas meja, namun kerutan di dahinya timbul saat melihat ponsel Adipati yang tertinggal.
“Ini kan hp-nya Adipati.” Kelana mengambil ponsel itu.
"Dara?" Pria itu terkejut saat melihat foto istri keduanya yang dijadikan wallpaper oleh sahabatnya.