*Khusus Bacaan Dewasa*
Sinopsis: Make, pemuda tampan dan kaya, mengalami kebangkrutan keluarga. Dia menjadi "anak orang kaya gagal dan terpuruk" dan dibuang pacarnya yang berpikiran materialistis adalah segalanya. Namun, nasib baik datang ketika dia mendapatkan "Sistem Uang Tidak Terbatas".
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MZI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12: Kecurigaan Sang Ayah
Sesampainya di rumah, Risa membawa lukisan abstrak pemberian Make ke ruang kerja ayahnya. Ia tahu ayahnya memiliki pengetahuan yang luas tentang seni dan mungkin bisa memberikan penilaian terhadap lukisan tersebut.
"Ayah, lihat lukisan ini," kata Risa sambil menyodorkan lukisan itu kepada ayahnya yang sedang membaca beberapa dokumen.
Ayahnya, seorang pria berwibawa dengan tatapan tajam, menerima lukisan itu dan memeriksanya dengan seksama. Matanya yang awalnya tenang tiba-tiba membulat sedikit. Ia membalik lukisan itu, mencari tanda tangan atau ciri khas pelukisnya.
"Risa, dari mana kamu mendapatkan lukisan ini?" tanya ayahnya dengan nada sedikit terkejut.
"Seorang teman memberikannya," jawab Risa singkat, berusaha menyembunyikan kegembiraan dan rasa penasarannya.
Ayahnya terus meneliti lukisan itu dengan lebih saksama. "Teman? Lukisan ini... ini adalah karya dari seniman Avant-garde yang sangat langka. Terakhir kali dilelang, harganya mencapai miliaran Rupiah." Ayahnya menatap Risa dengan tatapan menyelidik. "Siapa temanmu ini? Dan bagaimana bisa ia memberimu lukisan semahal ini?"
Risa merasa sedikit terpojok. Ia tidak mungkin menceritakan tentang Make secara detail, apalagi tentang pertemuannya yang terkesan kebetulan di acara amal. "Hanya... seorang teman yang sangat baik, Ayah. Ia memenangkan lelangnya dan tahu saya menyukainya, jadi ia memberikannya kepada saya."
Ayahnya masih tampak tidak yakin. "Lelang amal? Ayah tahu betul harga barang-barang di sana. Uang yang Ayah berikan padamu tidak akan cukup untuk membeli lukisan ini."
Risa menghela napas pelan. "Ayah, sudahlah. Yang penting lukisan ini sekarang ada di sini. Saya permisi dulu," ucapnya cepat sebelum ayahnya bertanya lebih lanjut, lalu bergegas menuju kamarnya, meninggalkan ayahnya yang masih menatap lukisan itu dengan tatapan penuh curiga.
Begitu Risa menutup pintu kamarnya, ayahnya langsung meraih telepon di mejanya dan menghubungi Andi. "Andi, segera kemari. Ada yang ingin saya tanyakan tentang teman yang bersama Risa di acara amal malam ini. Teman yang memberinya lukisan langka." Nada suara ayahnya terdengar serius dan penuh perintah. Ia merasa ada sesuatu yang janggal dan ia tidak suka ada orang asing yang memberikan hadiah semahal itu kepada putrinya tanpa alasan yang jelas. Ia ingin tahu segala sesuatu tentang teman putrinya itu.
---
Andi tiba di ruang kerja dengan langkah sigap, wajahnya menunjukkan kesiapan untuk menerima perintah. Ayah Risa, Pak Rido, menatap pengawalnya itu dengan tatapan tajam yang selalu membuat orang di sekitarnya merasa sedikit tegang.
"Andi, tadi malam kamu ikut mengawasi Risa di acara amal, bukan?" tanya Pak Rido tanpa basa-basi, menunjuk lukisan abstrak yang tergeletak di atas mejanya.
"Benar, Pak," jawab Andi dengan nada hormat.
"Risa mendapatkan lukisan ini dari seorang... teman," kata Pak Rido, menekankan kata 'teman' dengan nada skeptis. "Lukisan ini sangat mahal, Andi. Miliaran Rupiah harganya. Siapa teman yang memberikannya?"
"Pria yang memberikan lukisan itu bernama Make, Pak," jawab Andi dengan nada datar. "Saya terus berada di dekat Nona Risa untuk memastikan keamanannya sesuai perintah Jenderal."
Pak Rido sedikit terkejut dengan jawaban Andi yang cepat dan spesifik. "Make? Kamu tahu namanya? Mengapa Risa tidak menyebutkannya?"
"Saya tidak yakin alasan Nona, Pak," jawab Andi. "Namun, saya melihat interaksi mereka cukup intens di dekat area lelang. Pria bernama Make itu beberapa kali menawar barang dengan harga yang sangat tinggi, termasuk lukisan ini. Setelah lelang selesai, mereka sempat berbicara sebentar di area parkir sebelum Nona Risa pulang."
"Intens?" ulang Pak Rido dengan alis terangkat. "Intens seperti apa?"
"Hanya percakapan biasa, Pak, setahu saya. Namun, Nona Risa menerima lukisan itu darinya di parkiran," jelas Andi.
Pak Rido menghela napas. "Make... nama yang asing. Cari tahu segalanya tentang pria bernama Make ini, Andi. Latar belakangnya, pekerjaannya, keluarganya, semua koneksinya. Ini sudah larut malam, dan hadiah semahal ini dari orang asing sangat mencurigakan. Ada sesuatu yang tidak beres."
"Siap, Pak," jawab Andi tegas. "Akan saya selidiki secepatnya dan melaporkan hasilnya kepada Anda."
Pak Rido menatap lukisan itu lagi, kerutan di dahinya semakin dalam. Informasi dari Andi membuatnya semakin curiga. Mengapa Risa menyembunyikan nama pria ini?
Siapa sebenarnya Make dan apa tujuannya? Ia harus segera mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang mulai menggerogoti pikirannya. Keamanan dan kebahagiaan putrinya adalah yang utama.
---
Bayangan yang Terungkap
Beberapa hari berlalu sejak malam lelang amal. Make, dengan kepekaan yang meningkat berkat evolusi indranya, mulai merasakan aura pengawasan yang mengikutinya bagai bayangan.
Suara mesin mobil yang familiar di kejauhan, siluet sosok yang bersembunyi di balik kegelapan – ia yakin sedang diburu.
Insting Sistem juga mengirimkan getaran halus, sinyal bahaya samar yang tak bisa diabaikan. Make memutuskan untuk memancing keluar para penguntitnya. Ia memilih kawasan industri terpencil, sunyi bagai kuburan di tengah malam. Di sana, ia melambatkan lajunya, umpan yang menunggu untuk disantap.
Dugaan Make tepat sasaran. Dua sedan hitam muncul dari kegelapan, satu memblokir jalannya dengan derit ban yang memekakkan telinga, yang lain menutup pelariannya dari belakang.
Pintu-pintu terbuka serempak, dan enam pria berbadan kekar melompat keluar, wajah mereka keras dan mengancam. Kemarahan Make mendidih.
"Siapa kalian dan apa yang kalian inginkan?!" geram Make, suaranya rendah dan sarat bahaya.
Seorang pria berwajah sangar maju selangkah. "Kami hanya punya beberapa pertanyaan."
"Bertanya dengan cara preman seperti ini?" seringai Make dingin. "Kalian salah sasaran."
Sebelum kata terakhirnya terucap, para pria itu menyerbu. Make bergerak bagai kilat, 'Keahlian Bela Diri Tingkat Tinggi' dari Sistem mengalir dalam setiap gerakannya.
Tinju menghantam tulang dengan bunyi retakan mengerikan, tendangan melayang menumbangkan tubuh kekar bagai boneka kain. Jeritan kesakitan memecah keheningan malam saat tubuh-tubuh berjatuhan ke aspal kasar. Darah mulai menetes, membasahi tanah di bawah cahaya rembulan yang pucat.
Namun, satu sosok bergerak lebih terampil, lebih cepat. Andi. Ia melancarkan pukulan terarah dan tendangan mematikan. Make merasakan sengatan nyeri di rusuknya saat satu pukulan berhasil menembus pertahanannya.
Pertarungan menjadi lebih brutal, suara benturan keras dan napas terengah-engah menjadi irama kematian di malam sunyi. Make membalas dengan brutalitas yang sama, memanfaatkan kekuatan fisiknya yang jauh melampaui batas manusia. Tulang berderit, otot robek, dan setiap serangan Make meninggalkan jejak kehancuran.
Puncaknya, dengan kombinasi pukulan mematikan yang terarah, Make berhasil menjatuhkan Andi. Sebuah tinju keras menghantam rahang Andi dengan bunyi patahan yang jelas terdengar, membuatnya tersungkur tak sadarkan diri.
Napas Make terengah-engah, dadanya naik turun dengan cepat.
Ia mendekati tubuh Andi yang tergeletak, penutup wajahnya sedikit tersingkap. Dengan jari gemetar, Make membukanya sepenuhnya. Matanya melebar. Itu adalah pengawal Risa, pria yang memasang wajah dingin saat melarang Risa memberikan nomor teleponnya.
Make menunggu dalam kegelapan, amarahnya perlahan mereda digantikan oleh rasa ingin tahu yang dingin. Tak lama kemudian, Andi mengerang, matanya terbuka dengan tatapan bingung dan kesakitan.
"Kenapa..." gumam Andi dengan suara serak, merasakan denyutan hebat di rahangnya.
"Ya, ini aku," jawab Make dingin, suaranya mengandung ancaman yang tak terucapkan. "Sekarang, jelaskan padaku. Mengapa kalian terus mengikutiku seperti anjing peliharaan akhir-akhir ini? Siapa yang menyuruh kalian?" Tatapan Make menghujam Andi, menuntut jawaban yang jujur dan lengkap.
Bersambung...