Hati wanita mana yang tidak akan hancur melihat sang suami sedang melakukan hubungan suami istri dengan perempuan lain di ruang kerjanya. Wanita itu bernama Sofia, istri dari Rico yang sudah dinikahi selama enam tahun namun belum diberi keturunan.
Sofia tidak pernah menyangka jika sang suami yang selama ini selalu bersikap baik, lembut dan romantis ternyata dia tega mengkhianatinya.
Apakah Sofia bisa mempertahankan rumah tangganya yang sudah ternoda...?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy Almira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
32. Kekecewaan Viviana
Sudah beberapa hari ini Viviana merasa stres sendiri. Dia hanya bermalas- malasan di kamar dan uring- uringan seorang diri. Perasaannya sedang tidak baik- baik saja, bagiamana tidak, dia begitu mencintai Rico tapi di sisi lain ,pikirannya selalu saja dibayangi oleh Marchel. Kegagahan dan keperkasaan Marcel ketika bercinta dengannya malam itu selalu saja membayangi pikiran Viviana. Dalam hatinya dia ingin sekali melakukannya lagi dengan Marchel, tapi di sisi lain dia tidak ingin mengkhianati Rico. Pada akhirnya Viviana pun stres sendiri.
Pintu kamar terbuka dari luar, dan masuk lah Rico menghampiri Viviana yang sedang berbaring di tempat tidur.
"Baby, kamu kenapa sih, kok kelihatan nggak semangat gitu...?" tanya Rico duduk di pinggir tempat tidur sambil menatap wajah Viviana yang terlihat kusut.
"Lagi bosan saja..." jawab Viviana.
"Makanya jangan di dalam kamar terus biar nggak bosan. Keluarlah ngobrol sama mama, sekalian hibur dia..." sahut Rico.
"Males..."
Rico menghela nafas panjang. Memang semenjak Viviana tahu bahwa bu Irma kembali menderita kanker payudara,dia sama sekali tidak mau dekat- dekat dengan ibu mertuanya. Jijik katanya. Apalagi luka di payudara bu Irma semakin hari semakin membesar dan mengeluarkan bau yang tidak sedap. Tentu saja Viviana tidak sudi dekat- dekat dengan ibu mertuanya.
Hanya Rico saja yang setiap hari mengurus sang mama. Dia harus menganti perban pembungkus luka sang mama dan menyemprotkan cairan khusus untuk meminimalisir bau tidak sedap.
Dulu Sofia yang biasa melakukan itu. Dan sekarang siapa lagi kalau bukan Rico anaknya. Apa lagi bu Irma tidak mau diurus oleh perawat. Seperti sekarang, sebelum berangkat ke kantor Rico mengurus sang mama dulu. Dan sepulang kantor juga sama. Ditambah lagi kerjaan di kantor yang tidak ada habisnya. Rico begitu sibuk hingga dia belum sempat untuk menemui Sofia.
"Baby, aku boleh minta tolong nggak ,kalau mama sedang kesakitan, dan aku tidak ada di rumah kamu temani mama ya. Kasihan kalau dia sendirian..." ucap Rico.
"Kenapa harus aku sih baby... kan aku sudah bilang cari perawat aja..." jawab Viviana.
"Tapi masalahnya mama nggak mau pake perawat..." sahut Rico.
"Ya udah itu salah mama sendiri dong, udah sakit bukannya dirawat sama perawat malah pilih merepotkan anaknya..." ucap Viviana kesal.
"Kok kamu ngomongnya gitu sih, itu kan sudah kewajiban kita sebagai anak untuk mengurus orang tua..." Rico pun ikut kesal.
"Dulu Sofia mau ngurus mama..." sambung Rico.
"Jangan banding- bandingkan aku sama Sofia...!'' seru Viviana tiba- tiba bangun dan murka karena tidak terima dibanding- bandingkan dengan Sofia.
"Aku bukannya mau membanding- bandingkan kamu sama Sofia. Aku cuma ngomong kalau Sofia saat menjadi menantu mama, dia mau merawat mama waktu mama sakit. Tapi kamu jangankan merawat mama, aku minta tolong buat menemani mama saja kamu nggak mau. Padahal mama sayang banget sama kamu. Bahkan mama jauh lebih sayang sama kamu dibandingkan sama Sofia..." sahut Rico.
"Cukupppp...! Aku bilang tidak usah membanding- bandingkan aku dengan Sofia...! Aku dan Sofia itu beda...! Aku berasal dari kalangan atas, sedangkan Sofia dari kalangan bawah....!" seru Sofia.
"Dengar ya... Tidak ada kamus dalam hidup aku untuk mengurus orang sakit, aku tidak pernah melayani orang lain, tapi orang lain yang selalu melayaniku, beda dengan Sofia yang berasal dari kalangan bawah, menjadi pembantu pun dia pantas...." sambung Viviana sambil menatap tajam pada Rico.
Mendengar ucapan Viviana, Rico pun menggeleng- gelengkan kepala. Rico tidak menyangka istrinya akan mengatakan sesuatu yang menurut Rico tidak pantas diucapkan. Dalam pikiran Rico pun bingung ,kenapa dulu dia pernah tertarik pada perempuan seegois itu dan suka sekali merendahkan orang lain. Jika bisa memutar waktu mungkin Rico akan memilih tidak pernah bertemu dengan Viviana.
Tanpa mau berdebat dengan Viviana lagi, Rico langsung mengambil jas dan tas kerjanya. Kemudian dia keluar begitu saja dari dalam kamar dan berangkat ke kantor.
Sementara itu Viviana merasa kesal dengan sikap Rico.
"Aaaarrrhhh... ! Dasar menyebalkan...! Kenapa aku selalu saja kalah dari Sofia...! Memangnya apa hebatnya Sofia apa sih, cuma gara- gara mau merawat mama, mas Rico berani membanding- bandingkan aku sama perempuan kampungan itu...! " seru Viviana sambil mengacak- acak rambutnya.
Iya, Viviana begitu kesal dengan perempuan yang bernama Sofia. Baru beberapa hari lalu dia kesal dan jengkel karena Rico menyebut nama Sofia saat bercinta dengannya. Dan sekarang Viviana kembali dibuat kesal karena dia dibanding- bandingkan dengan Sofia.
Jelas saja Viviana tidak terima dengan semua ini. Selama ini Viviana merasa dialah orang yang paling hebat, paking tinggi derajatnya dari orang lain. Siapapun harus tunduk dan menurut padanya. Tidak boleh ada yang membanding- bandingkan dirinya dengan orang lain, apalagi dibandingkan dengan Sofia.
Karena merasa bosan berada di rumah, ditambah lagi kesal dengan Rico, Viviana beranjak dari tempat tidur lalu mengganti pakaiannya. Iya, dia akan pergi keluar . Viviana segera keluar rumah dan mengendarai mobilnya membelah jalanan raya. Dua puluh menit kemudian sampailah dia di depan apartemen. Iya ini adalah apartemen milik Marchel.
Setelah memarkirkan kendaraannya, Viviana lalu berjalan menuju ke apartemen Marchel. Iya, menurut Viviana ini lah saat yang tepat untuk menemui Marchel.
Sampai di depan apartemen, Viviana menekan bel beberapa kali. Namun tidak ada yang keluar membuka pintu. Viviana kembali menekan bel beberapa kali, mungkin saja Marchel masih tidur karena jam masih menunjukkan pukul sembilan pagi.
Tak lama kemudian pintu pun terbuka dari dalam dan menampilkan Marchel yang berdiri di belakang pintu hanya menggunakan celana boxer. Viviana terpana melihat tubuh Marcel yang begitu menggoda. Badannya terlihat lebih kekar dari tubuh Rico. Tak ketinggalan perut six packnya begitu membuat Viviana tergila- gila. Di tambah lagi benda miliknya yang menonjol bersembunyi di balik celana boxernya yang ketat.
Marchel tersenyum tipis melihat Viviana datang ke apartemennya. Dia menatap lekat wajah imut Viviana.
"Marchel..." tanpa dipersilahkan masuk Viviana langsung menerobos masuk ke dalam apartemen Marchel.
"Marchel, ada yang ingin gue omongin sama loe. Gu..gua minta maaf sama loe, karena... Karena kemarin gue mengacuhkan loe. Ta..tapi gue nggak bermaksud buat mengacuhkan loe... Gue cuma...cuma lagi berfikir aja..." ucap Viviana sambil memegang kedua tangan Marchel.
Sementara Marchel terus menatap wajah Viviana yang di matanya begitu menggoda.
"Gue akui, gue punya perasaan yang sama kayak loe. Sejak apa yang kita berdua lakukan malam itu, gua nggak bisa tidur nyenyak, hidup gue juga nggak tenang karena gue terus- terusan inget sama loe Marchel..." sambung Viviana.
"Di hati gue ada suami gue, tapi pikiran gue dipenuhi bayangan loe Marchel, gue harus gimana...hik..hik..." Viviana menangis lalu memeluk Marchel.
Marcel hanya diam tanpa berkata apapun. Namun bibirnya menyunggingkan senyum tipis.
"Marchel... Ada siapa di luar..? Ayo dong kita lanjutin lagi, tadi udah tanggung banget..." tiba- tiba terdengar suara perempuan dari kamar Marchel.
Viviana melepaskan pelukannya, karena kaget mendengar suara perempuan dari dalam kamar Marchel dan Viviana merasa tidak asing dengan pemilik suara itu.
"Suara siapa itu...?" tanya Viviana.
Marchel diam dan hanya menatap wajah Viviana dengan tatapan dingin.
"Marchel... Ayo dong kita lanjut...." tiba- tiba perempuan itu keluar dari kamar Marchel hanya menggunkan handuk berwarna putih yang dililitkan di tubuhnya.
Perempuan itu pun terkejut melihat Marchel sedang berdua dengan Viviana.
"Vi..vivi..."
"Sa...sarah..." Viviana lebih terkejut lagi karena Sarah ada di kamar Marchel.
Melihat apa yang digunakan oleh Marchel dan juga Sarah, tebakan Viviana pun tidak salah lagi jika Sarah dan Marcel baru saja bercinta.
"A...apa yang kalian berdua lakukan...?" tanya Viviana menatap ke arah Sarah dan Marcel secara bergantian.
"Vi...gu...gue bisa jelaskan..." ucap Sarah menghampiri Viviana.
"Apa yang kalian lakukan...!" seru Viviana tak dapat menyembunyikan kemarahannya.
Iya Viviana merasa dipermainkan oleh Marchel dan juga Sarah sahabat yang paling dia percaya.
"Vi, tolong dengerin gue, gue bisa jelaskan, ini semua nggak seperti yang loe bayangkan..." Sarah mencoba menjelaskan pada Viviana. Namun Viviana tidak mau mendengarkan penjelasan dari Sarah.
"Dasar pengkhianat...!'' Viviana menampar pipi Sarah.
"Vivi..." Sarah menangis sambil memegangi pipinya.
"Tega kalian ya sama gue, kalian menikam gue dari belakang..." ucap Viviana sambil menangis.
"Vi, tolong loe jangan salah paham. Ini nggak seperti yang loe bayangin. Semalam Marcel mabuk, gue nganterin Marcel pulang ke apartemen, dan kita nggak sengaja..." ucap Sarah.
"Diam loe dasar pengkhianat...!" Bentak Viviana kembali menampar pipi Sarah.
"Vi...gue bukan pengkhianat...!" seru Sarah yang kesal karena tidak diberi waktu untuk berbicara oleh Viviana.
Sedangkan Marcel hanya melihat perdebatan dua sahabat itu sambil duduk santai di sofa.
"Kenapa loe marah...? Apa hak loe marah sama gue...? Hah...? Gue nggak melakukan kesalahan apapun sama loe. Inget Vi, Marcel bukan siapa- siapa loe... Kenapa loe harus marah ketika gue bercinta sama Marcel. Bukankah loe sendiri yang menolak Marcel...?" tanya Sarah tidak mau disalahkan.
"Loe nggak punya hubungan apa- apa sama Marchel... Marchel bebas bercinta sama siapapun termasuk sama gue. Apa hak loe melarang...? Bukankah loe sudah punya suami...? Buka kah loe bilang loe nggak ingin mengkhianati suami loe. Loe sendiri kan yang bilang kalau loe cinta banget sama suami loe...? Kenapa sekarang loe datang ke Marchel...?" sambung Sarah sambil menatap tajam wajah Viviana.
Mendengar semua yang diucapkan oleh Sarah, Viviana pun terdiam. Namun hatinya begitu sakit. Viviana mengakui jika dia tidak ada hubungan khusus dengan Marchel dan dia pun telah terang- terangan mengatakan pada Marchel untuk melupakannya dan tidak usah mengingat kejadian malam itu.
Namun ketika melihat dengan mata kepala sendiri Marchel telah bercinta dengan Sarah, Viviana tidak bisa menerima semua itu. Hari Viviana terasa panas. Kenapa harus dengan Sarah sahabatnya sendiri.
Viviana menatap Sarah dengan penuh amarah dan dada naik turun dengan cepat karena nafasnya memburu menahan emosi.
"Gue benci sama loe... ! Dan mulai hari ini loe bukan sahabat gue lagi...!'' ucap Viviana sambil menunjuk wajah Sarah.
Tanpa bicara apa- apa lagi, Viviana langsung keluar dari apartemen Marchel. Viviana begitu kecewa dengan dua orang itu. Apalagi Marcel sama sekali tidak bicara apapun dan hanya diam saja. Viviana pun bertambah kesal.
Setelah kepergian Viviana, Sarah berdecak kesal.
"Siapa juga yang mau jadi sahabat loe. Loe nggak mikir apa kalau loe itu egois dan menyebalkan..." ucap Sarah sambil menatap ke arah pintu apartemen yang masih terbuka.
Sementara itu Marchel masih saja duduk di sofa sambil melipat kedua tangannya di depan dada dan menumpangkan kedua kakinya di atas meja.
Sarah menatap ke arah Marchel sambil berdecak.
"Marchel.. kok loe diam aja sih, nggak bantuin gue ngomong ke Viviana...?" tanya Sarah terlihat kesal karena tidak dibela.
Marchel menatap wajah Sarah. Lalu bangun dan mendekat ke arah Sarah yang masih berdiri di belajang pintu.
"Loe pulang sekarang..." ucap Marchel dengan nada dingin.
"Pu..pulang...? Maksud loe apa Marchel...? Bukan kah kita akan melanjutkan...."
"Pulang sekarang dan jangan pernah memperlihatkan lagi muka jelek loe di depan gue..." ucap Marchel.
"Marchel loe apa- apa sih, trus yang tadi malam kita lakukan...?"
"Itu karena gue mabuk, kalau gue nggak mabuk ,gue nggak bakalan ngelakuin begituan sama loe..." jawab Marchel.
"Tapi yang tadi pagi loe udah nggak mabuk..." sahut Sarah tidak terima dengan apa yang diucapkan oleh Marchel.
Marchel pun tertawa.
"Kalau yang tadi... Gue cuma iseng aja... Denger Sarah... Gue sama sekali nggak tertarik sama loe, loe bukan tipe gue... Bercinta dengan loe itu rasanya nggak enak. Beda dengan Viviana yang tubuhnya begitu menggoda, bikin gue ketagihan. Sekarang loe cepat pakai pakaian loe dan cepat pergi dari apartemen gue..." ucap Marchel.
"B*r*ngs*k...!!" ucap Sarah lalu bergegas pergi ke kamar dan segera memakai pakaiannya kembali. Setelah itu dia segera pergi dari apartemen Marchel tanpa bicara apapun pada Marchel.
Iya, kata - kata yang diucapkan oleh Marchel begitu melukai hatinya dan merendahkan harga dirinya. Marchel hanya tersenyum sinis melihat kepergian Sarah. Lalu Marchel mengambil ponselnya. Dia ingin menghubungi Viviana.
Sementara itu Viviana mengendarai mobilnya dengan perasaan campur aduk. Antara marah, kesal, jengkel dan sedih bercampur menjadi satu.
"Aarrggghhh....ber*ngs*k..." Viviana memukul stir mobilnya.
Iya, Viviana begitu jengkel dengan Sarah sahabatnya itu karena sudah tidur dengan Marchel. Padahal dia yang kemarin semangat sekali untuk mendekatkan dirinya dengan Marchel. Tapi di belakang, dia malah menjalin hubungan dengan Marchel.
"Sialan kamu Sarah, berani loe main- main sama gue. Bertahun- tahun loe menjadi sahabat gue, rupanya loe belum tahu siapa gue.Gue tidak akan membiarkan orang yang telah mengkhianati gue hidup bahagia..." ucap Viviana sambil mencengkeran stir mobilnya dengan kuat.
Viviana lalu mengambil ponselnya untuk menghubungi seseorang. Iya, Viviana menelpon Ronald dan memberitahunya bahwa Sarah telah tidur dengan Marchel di apartemennya. Viviana tahu kalau Ronald adalah cowok red flag. Mendengar jika Sarah telah mengkhianatinya pasti Ronald akan marah besar pada Sarah. Bukan itu saja, Sarah pasti akan habis di tangan Ronald.
Setelah memberitahu Ronald tentang Sarah, Viviana pun tersenyum puas dan terus melajukan mobilnya pulang ke rumah. Namun tak lama kemudian ponselnya berbunyi menandakan pesan masuk.
Viviana pun membuka dan membaca pesan yang ternyata dari Marchel.
"Vi, maafin gue... Gue tadi malam mabuk, gua nggak sengaja tidur sama Sarah. Itu terjadi di luar keinginan gue Vi. Percayalah..."
Viviana mendengus kesal setelah membaca pesan dari Marchel.
"Dasar cowok b*r*ngs*k... Apa dia bilang tadi..? Dia nggak sengaja...? hah... Jelas- jelas pas gue datang mereka sedang bercinta di kamar...Loe pikir gue b*go apa...." ucap Viviana bicara sendiri.
Tak lama kemudian ponsel Viviana berdering. Terlihat Marchel yang menelpon. Viviana membiarkan ponselnya mati sendiri. Iya, Viviana tidak sudi mengangkat telpon dari Marchel.
Bersambung...
vivian.... hidupmu hnya bikin org sengsara... knapa g km aja yg koit...