Istri yang tak dihargai adalah sebuah kisah dari seorang wanita yang menikah dengan seorang duda beranak tiga
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sulastri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Curhat meringankan beban pikiran
Di tengah kesibukan restoran, Ana dan Hesti sedang sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Meskipun Ana berusaha terlihat ceria, Hesti bisa merasakan ada sesuatu yang tidak biasa dari teman kerjanya.
"Ana, kamu kelihatan agak tegang pagi ini. Ada masalah?"
Ana tersenyum lemah "Ah, nggak kok, Hesti. Hanya sedikit lelah saja."
Hesti melihat Ana dengan penuh perhatian, merasa ada yang kurang dari penjelasan Ana. Hesti tahu betul betapa beratnya merindukan anak, dan dia merasa ada yang tidak diungkapkan oleh Ana
"Kalau ada yang ingin kamu bicarakan, aku selalu di sini. Kadang berbagi bisa meringankan beban."kata Hesty meyakinkan sahabatnya
Ana tersenyum tipis, menahan air mata"Terima kasih, Hesti. Sebenarnya, aku juga merasa cemas. Tapi aku nggak mau menambah beban kamu. Aku tahu kamu juga berat dengan kerinduanmu."
"Ana, kita sama-sama berjuang. Tidak apa-apa kalau kamu ingin bercerita. Aku juga ingin mendukungmu seperti kamu selalu mendukungku."
Ana merasa terharu dengan empati Hesti dan akhirnya memutuskan untuk membuka sedikit tentang apa yang dia alami.
"Sebenarnya, anakku yang kedua sedang sakit. Ibuku telepon semalam. Aku khawatir, tapi aku nggak mau mengganggu kamu dengan cerita ini."kata ana sendu
Hesti merangkul Ana "Ana, aku minta maaf kalau aku tidak tahu. Kita sama-sama merasakan kerinduan dan kekhawatiran. Mari kita saling mendukung."
Ana tersenyum, air mata di sudut matanya "Terima kasih, Hesti. Aku juga khawatir dan merasa jauh dari anak-anak. Tapi aku merasa lebih baik sekarang setelah bisa bercerita."
"Kalau kamu butuh waktu untuk berbicara lebih lanjut atau sekadar curhat, jangan ragu. Kita bisa saling menguatkan."kata ana penuh perhatian
Suasana di dapur menjadi lebih hangat setelah percakapan tersebut. Ana merasa sedikit lebih lega setelah berbagi, dan Hesti merasa lebih terhubung dengan Ana. Mereka berdua saling memahami, tahu betul betapa beratnya menjadi seorang ibu yang harus merantau dan berpisah dari anak-anak mereka.
"Hesty aku merasa lebih baik sekarang. Terima kasih sudah mendengarkan."
"Aku juga merasa lebih baik setelah bisa berbagi. Kita akan melalui ini bersama, Ana."
Mereka melanjutkan pekerjaan dengan semangat baru, saling mendukung dan memahami, berusaha menjalani hari dengan lebih ringan meskipun tantangan tetap ada di depan.
Hari mulai bergulir dengan aktivitas rutin di restoran. Hesti dan Ana, setelah saling berbagi, merasa sedikit lebih ringan dan saling mendukung satu sama lain. Mereka terus bekerja dengan penuh semangat, meski pikiran mereka tetap terfokus pada keluarga masing-masing.
Di tengah jam sibuk restoran, Hesti mengambil kesempatan untuk berbicara lagi dengan Ana, mencoba memberikan semangat tambahan.
"Ana, kalau ada yang bisa aku bantu atau jika kamu butuh waktu untuk menelepon keluargamu, beritahu saja. Aku bisa membantu di restoran."
Ana tersenyum "Terima kasih, Hesti. Aku sudah mengatur semuanya. Ibuku akan merawat anakku yang sakit sementara aku di sini."
"Bagus kalau begitu. Semoga anakmu cepat sembuh. Aku akan selalu di sini kalau kamu butuh dukungan."kata Hesti mantap
Ana mengangguk penuh rasa terima kasih, dan mereka melanjutkan pekerjaan mereka. Hesti merasa semakin dekat dengan Ana setelah percakapan tadi.
"Kamu juga, Hesti. Semoga cepat bisa bertemu dengan anakmu lagi. Aku yakin, waktu akan segera datang."balas ana sambil menatap sahabat nya itu
"Amin. Aku juga berharap begitu. Terima kasih atas doa dan dukungannya."ujar Hesty
Saat restoran mulai sepi menjelang sore, Hesti dan Ana duduk sejenak untuk istirahat. Mereka menggunakan kesempatan ini untuk merencanakan sesuatu yang dapat membantu mereka merasa lebih baik.
"Hesti, bagaimana kalau kita buat jadwal untuk bertukar cerita secara rutin? Kadang kita butuh waktu untuk berbagi dan meredakan rasa rindu."
"Itu ide yang bagus. Kita bisa menentukan waktu tertentu setiap minggu untuk ngobrol dan berbagi cerita, baik tentang anak-anak atau hal-hal lain."
Ana setuju Dengan begitu, kita bisa saling mendukung dan merasa tidak sendirian."
Hesti dan Ana menyepakati jadwal untuk berbagi cerita secara rutin, merasa lebih terhubung dan saling menguatkan. Meski tantangan masih ada, mereka merasa lebih siap untuk menghadapinya bersama.
"Mari kita jalani hari ini dengan semangat. Kita saling dukung dan saling memahami."
"Benar. Kita pasti bisa menghadapi semua ini. Terima kasih sudah ada di sini."
Dengan semangat baru, mereka melanjutkan hari mereka di restoran, saling mendukung dan berbagi kekuatan. Meskipun kerinduan dan kekhawatiran tetap ada, mereka merasa lebih siap untuk menghadapinya dengan dukungan dan kebersamaan.