Widia Ningsih, gadis berusia 21 tahun itu kerap kali mendapatkan hinaan. Lontaran caci maki dari uanya sendiri yang bernama Henti, juga sepupunya Dela . Ia geram setiap kali mendapatkan perlakuan kasar dari mereka berdua . Apalagi jika sudah menyakiti hati orang tuanya. Widi pun bertekad kuat ingin bekerja keras untuk membahagiakan orang tuanya serta membeli mulut-mulut orang yang telah mencercanya selama ini. Widi, Ia tumbuh menjadi wanita karir yang sukses di usianya yang terbilang cukup muda. Sehingga orang-orang yang sebelumnya menatapnya hanya sebelah mata pun akan merasa malu karena perlakuan kasar mereka selama ini.
Penasaran dengan cerita nya yuk langsung aja kita baca....
Yuk ramaikan ....
Update setiap hari...
Selamat membaca....
Semoga suka dengan cerita nya....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mbak Ainun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4
Sementara itu, Wendi merasa bersalah sudah mengusir anaknya. Mereka hanya bisa memeluk foto Widi, air mata tak kuasa membasahi kedua pipi mereka.
"Bu, kapan Widi pulang?" tanya Wendi dengan suara samarnya.
"Sabar Pak, sebentar lagi Widi juga pulang." isak Nia, ia tidak tega melihat suaminya terkujur kaku di atas kasur yang keras.
Widi yang sudah beres dengan penyamarannya ia bergegas ke rumah orang tuanya, baru saja keluar dari persembunyiannya tidak sengaja ia bertabrakan dengan sahabat masa kecilnya.
Bugh!
"Aduh!"
"Aw!"
"Maaf Mba, aku nggak sengaja!" ucap Adzkiya, ia membantu Widi berdiri.
"Nggak apa-apa, Mba. Maafkan saya juga," jawab Widi tanpa melihat wajah Adzkiya. Adzkiya merasa tidak asing dengan bahasa tubuh Widi, ia terus mencuri pandang wajah Widi. Sontak, ia terkejut melihat perbedaan Widi yang sekarang.
"Widi!"
Widi tersentak dan terkejut, ia tidak menyangka bisa bertemu sahabat masa kecilnya.
"Adzkiya!"
Lantas mereka langsung berpelukan menghilangkan rasa rindunya selama bertahun-tahun, Widi berpikir ini kesempatannya untuk menanya pada Adzkiya tentang keadaan orang tuanya selama ia pergi.
"Adzkiya, bagaimana kabar orang tuaku selama aku pergi?" tanya Widi, terlihat raut wajah Adzkiya yang sulit dibaca oleh Widi.
"Kenapa?" sambungnya lagi, tidak dapat jawaban dari Adzkiya.
"Hmm, itu."
"Kenapa, Adzkiya? Jawab pertanyaan aku!"
"Tapi janji ya, jangan kasih tahu kalau aku yang memberitahu ke kamu?" Widi menyetujui permohonan Adzkiya.
"Selama kamu pergi, orang tua kamu berusaha banting tulang mencari pekerjaan sana-sini...."
Adzkiya menceritakan semua kejadian selama Widi pergi, betapa sakitnya hati Widi mendengar cerita dari sahabat masa kecilnya. Tidak terasa air mata Widi menetes mengingat kejadian buruk menimpa orang tuanya selama ia pergi.
"Aku sudah ke sana kemari mencari kamu, tapi tidak ketemu. Bahkan aku tidak tahu kamu kerja di mana, jika tahu sudah secepatnya aku memberitahu kamu. Makanya selama ini aku diam-diam memberi mereka uang tanpa sepengetahuan orang tuaku," isak Adzkiya yang ikut menangis melihat Widi menangis tersedu-sedu. Adzkiya merangkul Widi agar tenang.
Widi bergegas ke rumah Ibunya, ia tidak sanggup lagi melihat penderitaan kedua orang tuanya.
"Bapak! Ibu!" Wendi dan Nia terhenyak mendengar suara yang sangat tidak asing, mereka saling bertatapan dengan air mata yang berlinang.
"Widi!"
Kedua orang tuanya langsung merangkak begitu melihat Widi pulang, betapa bahagianya Nia dan Wendi melihat kedatangan anaknya. Sontak, Widi langsung berlari pelan memeluk Ibu dan Bapaknya.
"Ya Allah Nak, ini beneran kamu anakku ?" isak Wendi yang masih tidak percaya dengan kedatangan Widi.
"Iya Pak, ini Widi anak Bapak," jawab Widi tersedu-sedu.
"Dari mana saja kamu, Nak? Kenapa baru pulang?"
yang masih berdiri di ambang pintu pun ikut menangis melihat sahabat dan kedua orang tuanya sedang melepaskan rindu selama 4 tahun, Adzkiya turut membantu Widi meskipun tidak sepenuhnya.
"Maafkan Widi Bu, Pak. Ayo, ikut Widi sekarang, Widi ingin menunjukkan sesuatu pada Ibu dan Bapak." Nia dan Wendi pun bingung, ia takut untuk keluar rumah.
"Nggak apa-apa, ada Widi yang akan menjaga Bapak dan Ibu," ucap Widi, ia tahu orang tuanya trauma.
Meskipun takut, Wendi dan Nia berusaha bangkit demi anaknya.
Baru saja keluar dari pintu, tiba-tiba tetangga langsung melempar ucapan tidak sopan pada mereka. Terlihat ua Henti ikut berkumpul di barisan warga yang lainnya.
"Adzkiya!" teriak salah satu Ibu-Ibu memanggil anaknya, ia tidak rela jika anaknya ikut membantu keluarga miskin seperti Widi.
"Ngapain kamu bantu orang miskin ini!" sentaknya dengan berkacak pinggang.
"Bu, membantu orang itu sunnah. Apa salahnya kita membantu mereka yang butuh pertolongan dari orang yang terdekat!" jawab Adzkiya, Widi tidak ingin Adzkiya durhaka pada Ibunya. Ia hanya memejamkan matanya pertanda dia baik-baik saja.
"Dengar ya! Ibu gak sudi kamu membantunya, ayo pulang!" Ibu Adzkiya menyeretnya pulang.
"Tapi Bu."
"Widi, aku minta maaf ya. Maafkan juga Ibu aku!" teriak Adzkiya dari kejauhan yang cukup di dengar oleh Widi.
Terlihat warga saling berbisik-bisik sembari melihat ke arah Widi dan orang tuanya, Widi yang sudah paham bahasa mereka pun hanya melewati begitu saja.
"Hei, orang miskin! Mau ke mana kalian?" tanya Henti penasaran, ia dan beberapa temannya menghadang jalan Widi.
"Minggir ua, biarkan kami lewat," jawab Widi dengan lembut.
"Mba Henti, 4 tahun lamanya akhirnya dia pulang juga!"
"Iya juga ya, jangan-jangan dia mau bawa orang tuanya pergi dari sini dengan uang haramnya?" ucap Henti tercengang.
"Eh, udah bisa beli apa saja kamu? Katanya bakal kembali jika sukses, terus kamu ke sini pake apa jangan bilang cuma jalan kaki doang!" ejek Henti yang di ikutin temannya.
Widi berusaha menahannya agar tidak terpancing emosi, ia sengaja mendengar celotehan ua nya.
"Udah berapa anak kamu selama 4 tahun, pasti udah pada gede ya hasil jual diri!" mereka tertawa bahagia meremehkan Widi.
"Untung saja anak aku sarjana, jadi bisa mendapatkan pekerjaan yang layak. Dan juga anakku tidak murahan seperti dirimu!" Henti mendorong kepala Widi dengan jari telunjuknya.
Widi tidak menggubrisnya, ia terus membawa kedua orang tuanya pergi dari tempat itu.
"Hei, wanita malam mau ke mana kamu!"
Widi putar balik ke belakang, ia langsung berhadapan dengan ua nya. Sontak, ua nya langsung terdiam melihat wajah amarah Widi.
"Suatu saat, aku akan membalas hinaan kalian semua termasuk, ua! Satu hal lagi, aku bukan wanita malam!" ancam Widi dengan menunjuk ke wajah Henti.
Henti langsung membeku, warga yang lainnya pada menyalahi Henti. Mereka tidak senang dengan ancaman dari Widi.
"Mbak Henti, apa maksud, Widi?" desak warga takut dengan ancaman Widi.
"Bisa nggak sih, kalian jangan terlalu mendesak aku. Aku juga tidak tahu apa maksudnya!" sentak Henti
"Kurang ajar! Berani sekali dia memarahi aku di depan banyak orang," Henti menghentakkan kakinya.
.
.
.
Nia dan Wendi tercengang melihat rumah yang begitu bagus dan luas, mereka masih kepikiran dengan omongan Henti yang mengatakan anaknya yang bekerja sebagai wanita malam.