Pemuda tampan yang sakit-sakitan dan pengangguran di usianya yang telah 30 tahun meski bergelar sarjana, ia dicap lingkungan sebagai pengantin ranjang karena tak kunjung sembuh dari sakit parah selama 2 tahun.
Saat di puncak krisis antar hidup dan mati karena penyakitnya, Jampi Linuwih, mendapat kesempatan kedua.
Jemari petir, ilmu pengobatan, hingga teknik yang tak pernah ia pelajari, tiba-tiba muncul dalam pikirannya. Ia dipilih langit untuk mengemban tugas berat di pundaknya.
Mampukah ia memikul tanggung jawab itu? Saksikan perjalanan Jampi Linuwih, sang Tabib Pilihan Langit.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mardi Raharjo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4_ Gadis Misterius
Malam itu, Jampi yang tengah terlelap, bermimpi seorang gadis berambut lurus, hitam tebal, berkulit putih, berparas cantik, tengah berdiri di hadapannya mengenakan setelan piama putih. Senyumnya begitu manis, ia berjalan mendekati Jampi.
Saat mereka sudah cukup dekat, si gadis mengibaskan rambut indahnya ke wajah Jampi.
Dasar pemuda culun, alih alih mencium aromanya, Jampi malah menghindar dan berusaha menepuk kening si gadis sembari berkata, "Masa kamu sih?".
Si gadis tidak menjawab sedikit pun. Ia hanya mundur selangkah sembari memainkan rambut indahnya dan tetap tersenyum kepada Jampi.
" Uh, astaghfirullah hal adziim. Siapa itu ya?", lirih Jampi yang terbangun dari tidurnya. Ia mengingat-ingat lagi wajah si gadis. Lama ia berpikir, tak satu pun teman atau orang yang ia kenal, berparas seperti itu.
"Y a Allah, siapa itu tadi? Mohon berikan lah petunjuk jika memang dia jodoh hamba", pinta Jampi yang memang sebelum tidur, setelah menunaikan sholat isya', meminta agar diberi mimpi tentang jodohnya. Tentu karena terus didesak oleh ibunya. Mau tidak mau, dia harus bergegas.
Jampi pun mencoba tidur kembali, berharap mimpi itu akan berulang. Jampi ingin menanyakan nama dan alamat si gadis. Nyatanya, mimpi itu tidak berlanjut.
Keesokan paginya, Jampi mencoba membuka jejaring sosialnya. Ia mencoba mencari wajah mana saja yang memiliki kemiripan di atas 50% dengan si gadis misterius.
" Mana ya? Apa kucoba apply saja ya?", batin Jampi yang membuka-buka informasi di internet. Ia menemukan beberapa alternatif untuk menemukan jodoh lewat internet. Hingga, ia menemukan mawaddahindonesia.com, asuhan ustadz khalid basalamah.
Di sana, ia mencoba mendaftar, memenuhi semua data yang diperlukan, dan mencari berdasarkan kriteria yang ia inginkan. Mulai dari area, pendidikan, pun batasan usia. Tak berselang lama, ia menemukan satu resume yang cukup unik dan melamarnya. Hanya mencoba keberuntungan setelah sekian kali gagal approve.
"Alhamdulillah, diterima juga akhirnya", lirih Jampi sembari membuka biodata si gadis, berharap itu adalah si gadis misterius.
"Ini, sepertinya mirip", ucap Jampi yang melihat foto profil si gadis di layar ponselnya.
" Apanya yang mirip?", tanya bu Eki, membuat Jampi hampir melepaskan ponselnya ke lantai karena terkejut.
Ia tengah duduk di teras depan rumah, tiba-tiba saja ibunya muncul dan bertanya di dekat telinganya. Jelas, bu Eki memperhatikan layar ponsel Jampi entah sejak kapan.
"Ibu ini kebiasaan, kepo saja urusan muda mudi", ujar Jampi mencoba menenangkan diri dan menyembunyikan ponselnya.
" Eh, kenapa disembunyikan. Siapa gadis itu? Calon menantu ibu ya?", telisik bu Eki, tidak sabar mendengar jawaban dari Jampi.
"Ih, mana ada. Ini baru mau kenalan. Mana bisa langsung jadi menantu bu", elak Jampi yang masih ragu, apakah benar itu si gadis misterius atau bukan.
" Heleh, kaya ibumu ini nggak pernah muda saja. Sini, mana ibu mau lihat calon menantu ibu seperti apa!", ucap bu Eki sembari menyita ponsel Jampi dan mulai melihat foto dan biodata si gadis. Jampi tak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya pasrah, menunggu ibunya selesai menyidak ponselnya.
"Sudah berapa lama kamu pacaran sama dia?", tanya bu Eki tiba-tiba sembari melihat ke arah mata Jampi.
" Eh, siapa yang pacaran bu? Itu tuh, websitenya ustadz khalid, taaruf syar'i bu, bukan untuk pacaran", jawab Jampi. Raut wajah bu Eki semakin serius menatap mata Jampi. Seolah mencoba melihat celah kebohongan dari perkataan putranya.
"Memang ada ya yang seperti itu?", heran bu Eki. Tentu internet adalah hal baru bagi orang seusia bu Eki, apalagi kenalan dan cari jodoh lewat internet, tentu sangat diragukan keberhasilannya.
" Ya ada bu, itu buktinya di ponselku. Ibu bisa lihat foto dan biodatanya", jelas Jampi seadanya.
"Ah, memang bisa ya ini? Jangan-jangan tipu-tipu ini", ragu bu Eki, tak ingin anaknya terjerumus dalam penipuan berkedok cari jodoh. Baginya, tetangga dan anak temannya lebih nyata dibanding gambar dan tulisan yang ada di dalam ponsel putranya.
" Nggak tahu juga bu. Ini juga pertama kali yang mau diajak ketemuan di rumahnya", jawab Jampi berusaha menjelaskan. Seakan tak menggubris ucapan Jampi, bu Eki kembali meneliti data si gadis.
"Ya, lumayan sih ini. Semoga saja kamu segera menikah dan memberi ibu cucu", akhirnya bu Eki selesai meneliti data si gadis dan mengembalikan ponsel Jampi.
" Aamiin, tapi ngga bisa buru-buru. Jampi harus mempersiapkan dana dan mental, juga ilmu pernikahan sebelum ijab qabul dengan calon istri kan", elak Jampi, enggan rasanya diburu-buru.
"Persiapan sih persiapan. Ngga usah lama-lama juga lah, setahun mentok. Kalau lebih sih cepetan cari yang ekspress" ucap bu Eki tak mau memberi keringanan dan terus mendesak Jampi. Ia tahu bahwa putranya ini lelet kalau urusan jodoh.
"Ekspress seperti paket saja bu, mana ada", jawab Jampi mencandai agar ibunya tak terlalu mendesaknya.
" Ya harus. Kamu kan sudah cukup umur, sudah kerja, cukup tabungannya, meski cuma buat ijab qabul dan mahar, itu sudah lumayan. Toh nanti kamu tinggal di sini, merawat aku dan ayahmu", jelas bu Eki yang ingin tetap dirawat setidaknya oleh salah satu anaknya.
"Eh, iya iya", jawab Jampi pasrah, tidak bisa mengelak lagi. Tak berselang lama, Jampi pun berhasil menjumpai si gadis di rumahnya.
" Jadi, boleh kah saya melihat kedua telapak tangan kamu?", tanya Jampi setelah berbasa basi, menyampaikan tujuan kedatangan kepada si gadis yang ternyata bernama Nia.
Nia hanya mengangguk tersipu malu. Ia mendekat ke kursi Jampi dan menunjukkan kedua telapak tangannya yang berisi, putih, dan halus itu.
Entah bagaimana, Jampi yang tengah melihat kedua telapak tangan Nia pun tiba-tiba memasuki mode proyeksi tiga dimensi. Di mana Nia berdiri di hadapannya dengan sangat jelas. Jampi bisa melihat bagian manapun dari Nia tanpa penghalang apapun.
Jampi jelas melihat kedua gumpalan menarik di dada Nia, juga bagian intim yang terlihat masih belum tersentuh lelaki. Hampir saja air liur Jampi menetes. Segera, ia sudahi sesi lihat telapak yang entah bagaimana menjadi jendela ghaib.
"Cukup!", ujar Jampi sembari memalingkan wajahnya yang telah memerah malu. Seakan ia terpergoki tengah mengintip Nia tanpa busana.
Nia pun segera menarik kedua telapak tangannya yang sudah gemetaran sedari tadi. Entah mengapa, ia merasa panas, seakan tubuhnya baru saja diperhatikan secara utuh oleh seseorang.
" Ehm, jadi tolong beri saya waktu 3 hari untuk istikharah. Jika hasilnya positif, saya akan melamar Nia. Jika tidak, maka saya mohon maaf dan semoga kita masih bisa bersaudara", tutur Jampi mencoba menutup pertemuan mereka.
Nia dan keluarganya menyetujui perkataan Jampi dan mengantar kepulangan Jampi hingga pemuda itu tak nampak lagi.
"Bagaimana menurutmu Nia? Ibu kok yakin yang ini bakal jadi suamimu", ujar bu Sari, ibunya Nia.
" Tahu darimana bu?", heran Nia. Ia tahu, Jampi itu tampan dan menawan. Tapi, tak ada jaminan mereka akan berjodoh.
"Ya, lihat saja nanti", jawab bu Sari sembari meninggalkan Nia yang masih keheranan.
lanjuttt.... semangattt