Seperti artinya, Nur adalah cahaya. Dia adalah pelita untuk keluarganya. Pelita untuk suami dan anaknya.
Seharusnya ...
Namun, Nur di anggap terlalu menyilaukan hingga membuat mereka buta dan tak melihat kebaikannya.
Nur tetaplah Nur, di mana pun dia berada dia akan selalu bersinar, meski di buang oleh orang-orang yang telah di sinarinya.
Ikuti kisah Nur, wanita paruh baya yang di sia-siakan oleh suami dan anak-anaknya.
Di selingkuhi suami dan sahabatnya sudahlah berat, di tambah anak-anaknya yang justru membela mereka, membuat cahaya Nur hampir meredup.
Tapi kemudian dia sadar, akan arti namanya dan perlahan mulai bangkit dan mengembalikan sinarnya.
Apa yang akan Nur lakukan hingga membuat orang-orang yang dulu menyia-nyiakannya akhirnya menyesal?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Redwhite, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4
Sisil menunduk menahan malu, Pamungkas juga mencoba masakan kekasihnya. Sama seperti kedua anaknya, ia setuju dengan mereka.
Masakan Sisil hanya terlihat bagus tapi rasanya sungguh tak enak.
Namun karena tak ingin membuat sang kekasih semakin sedih, dengan berat hati Pamungkas menelan makanan itu dengan susah payah.
"Udah mas jangan di paksakan. Maafkan aku ya. Aku memang enggak pandai masak seperti Nur," ucap Sisil membela diri.
Pamungkas lantas memegang tangan sang kekasih.
"Papah apa-apaan sih, kalau mamah lihat bisa marah mamah! Jangan mentang-mentang tante Sisil sahabat mamah, papah bisa seenaknya dong!" gerutu Bisma.
Meski masih remaja, dia tahu kalau apa yang di lakukan sang ayah salah, oleh sebab itu dirinya tak segan menegur sikap keduanya.
Pamungkas segera melepaskan genggamannya. Dia lupa kalau Bisma belum lah ia beritahu tentang rencana keduanya.
"Ya udah ayo kita makan malam di luar gimana?" ajak Pamungkas.
"Ya udahlah, aku udah laper banget, nunggu mamah masak pasti lama. Mamah juga kayaknya lagi marah," jawab Bisma lemah.
"Kira-kira mamah kenapa ya Ka?"
Amanda merasa gugup dengan pertanyaan sang adik. Dia lantas menatap ayah dan calon istri ayahnya itu.
Melihat keduanya yang juga terdiam, Amanda lantas menghela napas kasar.
"Ngga tahu, lagi PMS kali!" jawab Amanda asal.
"Ya udah nanti keburu malam, ayo kita berangkat!" ucap Sisil yang sudah kembali semangat.
"Terus mamah gimana pah? Kenapa ngga di ajak juga? Mamah pasti suka makan malam di luar, udah lama loh mamah ngga ikut kita makan di luar, masa di bungkus-in terus," sela Bisma lagi.
Lagi-lagi tubuh Pamungkas dan Amanda mematung. Mereka tertampar dengan ucapan remaja itu.
Memang sudah lama mereka tak pernah makan berempat. Justru ketiganya lebih sering makan bersama di luar dengan Sisil dan Ridho anak Sisil.
Mereka selalu berpura-pura bertemu di restoran demi bisa menutupi hubungan gelap mereka.
Ada sedikit rasa bersalah di hati Pamungkas yang begitu abai terhadap perasaan istrinya itu.
Namun apa mau di kata, saat di minta memakai pakaian yang layak seperti gaun, Nur selalu menolak dan berkata dia merasa tak nyaman kalau harus mengenakan pakaian seperti itu.
Meski berkali-kali sudah di peringatkan, kalau di restoran mewah, mereka tidak bisa sembarangan, tapi Nur tetap saja tak mau, hingga akhirnya sang istri tak pernah sekali pun pergi makan bersama dengan mereka beberapa waktu terakhir ini.
"Kan Adek tahu mamah pasti nolak kalau di suruh dandan. Adek ngga usah khawatir, nanti kita bungkus-in ya," jawab Pamungkas berusaha membujuk sang putra.
"Kenapa ngga makan di rumah makan biasa aja Pah? Adek juga malas harus berpakaian rapi," keluhnya lagi.
"Dek? Bisa pergi sekarang? Kakak beneran laper, adek tau kan adek ngga boleh telat makan, nanti maghnya kambuh mau di rawat lagi?" ancam Amanda yang berhasil membuat Bisma diam tak berkutik.
Mereka dengan tega meninggalkan Nur seorang diri di rumah.
Nur yang tak tahu mereka telah pergi, tetap bertahan di dalam kamarnya.
Dia memilih mengunci kamarnya, sungguh dia tak mau bertemu sang suami. Nur juga merasa jijik takut sang suami membujuknya seperti dulu jika ia tengah merajuk, yaitu melakukan hubungan suami istri.
Pikiran buruknya, Nur membayangkan kalau mungkin saja sang suami telah melakukan hal gila lain dengan sahabatnya itu.
Hati Nur kembali teriris dengan prasangkanya sendiri.
Hingga tanpa sadar dia menangis sampai terlelap dengan perut kosong.
.
.
Mereka berempat sudah sampai di sebuah rumah makan baru yang letaknya tak begitu jauh dari kediaman Pamungkas.
Di sana mereka tak perlu berpakaian mewah, karena masih kategori rumah makan biasa.
Betapa terkejutnya Sisil saat melihat sosok lelaki tak asing yang sedang melayani pelanggan.
Tanpa berkata apa pun pada pamungkas dan anak-anaknya, dia mendekati pemuda itu.
"Ridho?" panggilnya pada sang putra.
"Mamah?" mata pemuda dua puluh satu tahun itu melebar melihat keberadaan sang ibu.
"Apa-apaan ini Ridho?" cecarnya.
Ridho gelagapan, dia tak enak dengan pelanggan yang sedang ia layani.
Hingga saat dirinya hendak memanggil rekannya yang lain, pandangannya tertuju pada tiga orang yang merupakan keluarga sahabat ibunya.
Kini Ridho justru menatap sang ibu tajam. "Mamah datang ke sini sama mereka?" tunjuknya dengan melihat ketiganya.
"Jangan alihkan pembicaraan kita Ridho, jelaskan sedang apa kamu di sini?" suara Sisil tegas.
Sebenarnya tanpa menjawab pun Sisil tahu apa yang di lakukan putranya.
Hanya saja dia tak mengerti mengapa sang putra membohonginya.
"Aku kerja, mamah ngga lihat?" jawab Ridho datar.
"Kenapa Do? Apa uang yang mamah kasih kurang?"
Ridho lantas menatap mata sang ibu yang telah berkaca-kaca.
"Enggak, aku cuma mau cari uang sendiri, supaya mamah ngga perlu bantuan suami orang," sindir Ridho.
Refleks Sisil menampar sang putra. Para pengunjung terkejut melihat keduanya.
Sisil merasa bersalah, dia yang tersinggung dengan ucapan putranya jelas tak terima.
"Sisil?" panggil Pamungkas lalu mendekati keduanya.
Ridho lantas menatap bengis pamungkas dan meningalkan keduanya.
Tangis Sisil pecah, rencana makan malam mereka akhirnya gagal total karena Pamungkas tak mungkin melanjutkan acara mereka.
Dia tak mau mejadi tontonan dan bahan gunjingan para pengunjung restoran itu.
"Kalian pulang pakai taksi ya, papah udah pesankan makanan untuk kalian semua. Papah harus mengantar tante Sisil pulang dulu," ujarnya.
.
.
.
Lanjut