Kecantikan dan kecerdasan yang dimiliki Amelia berhasil memikat hati seorang pria. Asmara yang menggelora mengantar Amelia pada titik keseriusan sang kekasih. Apakah hubungan mereka berjalan lancar sampai ke jenjang pernikahan? Apalagi setelah pria tersebut mengetahui jika Amelia ternyata seorang wanita panggilan.
Lantas, bagaimana Amelia melewati segala lika-liku kehidupannya? Apakah dia mampu meninggalkan dunia yang sudah membantunya mengobati luka di masa lalu atau justru semakin terjerumus di agensi yang menaunginya selama ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tie tik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kebimbangan Andra
Andra masih termenung di tempatnya. Dia membiarkan Jovana pergi tanpa melanjutkan perkenalan yang sempat terjadi. Andra masih memikirkan aturan yang sudah dijelaskan oleh Jovana. Ada rasa kecewa yang hadir dalam diri setelah Jovana mengatakan beberapa hal penting tentang dirinya.
"Tapi dia jujur di awal kalau memang sudah tidak perawan. Ini jauh lebih baik daripada cewek manipulatif." Andra membantah pikirannya sendiri mengenai Jovana.
"Apa aku mampu menjalani hubungan seperti yang diinginkan dia? Aku kan tipe posesif," batin Andra.
Pria tampan itu tak kunjung menemukan jawaban atas keinginannya sendiri. Dia masih ragu dengan beberapa aturan yang diminta Jovana. Akan tetapi rasa tertariknya kepada gadis asal Bandung itu terlalu besar. Dia ingin sekali memiliki Jovana meski baru bertemu kemarin.
"P3rsetan dengan aturannya! Yang terpenting aku harus mengenal dia dulu. Aku pasti bisa menaklukkan dia!" Pada akhirnya Andra menyingkirkan segala keraguan yang ada dalam pikirannya. Dia beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menuju kasir.
Andra meminta kartu nama Jovana kepada kasir yang ada di sana. Kebetulan ada manager—Nina— yang sedang membantu membenahi kendala kasir di sana. Nina menghentikan pekerjaannya dan lebih memilih menemui Andra karena sudah mendapat pesan dari Jovana.
"Anda yakin ingin mengenal bu bos lebih jauh? Banyak pria yang mencoba berkenalan tapi gagal loh," tanya Nina.
"Memangnya kenapa mereka gagal?" Andra mengernyitkan keningnya.
"Aturan yang diminta bu bos terlalu berat. Apalagi, kalau yang berkenalan pria berduit. Pasti bu bos mundur tanpa berpikir panjang. Kalau tidak sanggup sebaiknya jangan bermain-main dengan bu bos kami. Dia sangat tertutup." Nina memberitahu sedikit tentang Jovana.
"Berikan kartu namanya," pinta Andra tanpa menanggapi penjelasan Nina.
Setelah mendapatkan kartu nama, Andra segera pergi dari coffe shop tersebut. Dia masuk ke dalam mobil yang dikendarai oleh sopir pribadinya. Andra merenung sambil menatap kartu nama bertuliskan nomor ponsel dan nama 'Amelia Putri Prameswari'. Dia bingung harus bagaimana mengatur strategi mendapatkan Jovana.
"Sebaiknya aku menyamar saja selama menjalankan misi mendapatkan Amel. Aku pun ingin tahu bagaimana respon dia. Siapa tahu informasi dari manager coffe shop tadi tidak benar," gumam Andra dengan suara lirih.
***
Cuaca panas melanda ibukota. Angin berhembus kencang tiada henti hingga membuat debu-debu berterbangan. Amel keluar dari gedung apartment tepat pukul satu siang. Dia berjalan menuju mobil hitam yang sudah menunggu di halaman apartment.
"Lokasi sesuai pesanan ya, Pak," ucap Amel setelah masuk ke dalam taksi online yang dia pesan.
"Baik, Nona," ucap sopir tersebut.
Amel duduk bersandar di kursi belakang. Tatapan matanya tertuju ke arah luar. Kedua mata indah itu terus mengamati setiap gedung yang berjajar rapi di sepanjang jalan kota. Pikirannya mendadak tertuju kepada sosok pria yang dia temui beberapa jam yang lalu.
"Kenapa aku tiba-tiba memikirkan dia?" batin Amel seraya menggeleng beberapa kali. "Tidak, Amel! Jauhkan pikiranmu dari pria itu. Fokus pada hidupmu saja!" Amel mensugesti pikirannya agar tidak memikirkan Andra.
Selama dalam perjalanan menuju Bandung, Amel sibuk dengan handphonenya. Dia membuka aplikasi mishet untuk melihat berapa banyak yang memesan dirinya. Dia hanya iseng membuat akun di sana untuk melihat seberapa banyak peminat yang ada aplikasi tersebut. Toh, Amel sendiri tidak mau menerima job sembarang. Dia hanya menerima job dari orang-orang kalangan atas yang direkomendasikan oleh Sari.
"Sebaiknya aku hapus saja akun ini. Jangan sampai akun ini mengacaukan identitasku," batin Amel setelah berpikir beberapa menit lamanya. Tanpa ragu dia menghapus aplikasi tersebut.
Notifikasi pesan dari ponsel pribadi yang ada di dalam tas terdengar. Amel mengeluarkan ponsel tersebut untuk melihat siapa yang mengirim pesan. Ternyata sang pengirim pesan tersebut adalah Andra.
"Berani juga dia menghubungiku," gumam Amel dengan diiringi senyum smirk.
Amel menyimpan kembali kedua ponselnya ke dalam tas karena sebentar lagi akan sampai di tempat tujuan. Taksi online yang ditumpanginya sudah memasuki kawasan pedesaan tempat tinggal neneknya. Tak sampai lima belas menit, mobil hitam itu akhirnya berhenti di halaman luas rumah sederhana yang ada di ujung kampung.
"Pembayarannya melakui aplikasi ya, Pak. Saya sudah memberi bintang lima," ucap Amel sebelum keluar dari mobil. Tak lupa dia membawa paperbag berisi oleh-oleh untuk neneknya.
Kedatangan Amel disambut Lilis dengan senyum bahagia. Wanita tujuh puluh tahun itu memeluk Amel dengan penuh kasih. "Akhirnya kamu pulang, Nak," ucap Lilis seraya mengusap punggung Amel beberapa kali. "Ayo masuk. Nenek sudah menyiapkan makanan kesukaanmu," ajak Lilis setelah mengurai tubuh Amel dari dekapannya.
Amel tersenyum bahagia karena bisa kembali ke rumah ini. Dia duduk di ruang keluarga sambil memandang beberapa menu masakan yang sudah di siapkan di atas meja. Lilis pun duduk di sana bersama Amel.
"Ayo kita makan. Nenek dari tadi belum makan karena menunggu kamu pulang," ucap Lilis sambil menyiapkan makanan di atas piring Amel.
Kehangatan keluarga yang sempat hilang kini dirasakan kembali. Amel sangat menikmati momen bahagia yang tercipta saat ini. Dia bisa menjadi diri sendiri di hadapan Lilis. Tawa renyah terdengar dari dua wanita berbeda generasi itu.
"Nek, ibu tidak ke sini kah?" tanya Amel setelah selesai membersihkan piring kosong dan makanan yang masih tersisa.
"Ibumu berangkat umroh kemarin lusa, maka dari itu Nenek menyuruhmu pulang. Ibumu berangkat dengan suaminya," jelas Lilis sambil menata piring yang baru dicuci Amel.
"Ibu pernah mencariku gak, Nek? Mungkin curhat ke nenek gitu? Sedih atau bagaimana selama aku gak pulang?" tanya Amel.
"Ibumu tidak pernah bercerita mengenai perasaannya. Nenek pernah menanyakan kabarmu, tapi ibumu hanya diam saja. Mungkin, dia sudah terpengaruh dengan suaminya itu," jelas Lilis dengan helaan napas yang berat.
"Berarti ibu benar-benar melupakanku dan lebih memilih suaminya itu. Kenapa aku sakit hati banget ya, Nek? Rasanya lebih sakit daripada tersayat belati," gumam Amel seraya menyentuh dadanya.
"Sudahlah. Tidak perlu memikirkan ibumu yang sedang kasmaran itu. Sebaiknya kamu sekarang ikut Nenek. Ada sesuatu yang ingin Nenek tunjukkan," ajak Lilis seraya meraih tangan Amel.
Lilis mengajak Amel masuk ke dalam kamarnya. Lantas, wanita tujuh puluh tahun itu menyuruh Amel duduk di atas tempat tidur. Sementara dirinya mengambil kantong kresek besar dari dalam almari dan setelah itu membawanya ke tempat Amel berada saat ini.
"Apa ini, Nek?" tanya Amel seraya menatap Lilis heran.
Lilis membuka kantong kresek tersebut. Amel pun terkejut melihat isi dari kantong kresek itu. "Uang siapa ini, Nek?" tanya Amel. Dia tidak menyangka jika Lilis menyimpan uang sebanyak itu di rumah.
"Kebun yang ada di lereng gunung, Nenek jual. Simpanlah uang ini. Nenek sudah terlalu tua untuk mengurus beberapa kebun. Pakai uang ini untuk kedai kopimu. Buka cabang lagi atau atur saja lah enaknya bagaimana," jelas Lilis.
"Nek, uang yang aku bawa terlalu banyak. Bahkan, Nenek tidak pernah mau jika aku kasih uang hasil usaha kedai kopiku. Itu uang halal, Nek. Kedai kopi itu kan modalnya dari Nenek. Bukan dari uang hasil kerjaku di tempat mami Sari," sanggah Amel seraya menatap Lilis dengan intens.
"Simpan saja uangnya. Nenek takut kalau terlalu banyak menyimpan uang di sini. Pakailah uang itu biaya pernikahanmu nanti. Intinya, bawa uang ini, Nak." Lilis memaksa Amel untuk membawa uang hasil menjual kebun.
"Ah, Nenek ini! Lagi pula aku tidak ada niat untuk menikah, Nek. Aku belum siap menjalin hubungan serius dengan seorang pria," bantah Amel seraya memalingkan wajah ke arah lain.
Sementara Lilis hanya mengembangkan senyum tipis melihat sikap cucunya. Biar bagaimanapun, dia ingin Amel menikah dan memiliki kehidupan yang lebih baik. Meski dia yang mengizinkan Amel untuk menjadi wanita malam, tetap saja Lilis ingin cucu kesayangannya itu segera lepas dari dunia malam itu.
"Suatu saat pasti ada seorang pria baik yang bersedia menerimamu apa adanya, Nak. Nenek selalu berdoa agar kamu segera menemukan pria yang bisa membahagiakanmu," ucap Lilis sambil membelai rambut Amel dengan penuh kasih.
...🌹TBC 🌹...
Visual Mas Andra nih😉 Kalau gak cocok, bayangin aja seperti yang kalian mau😉
Ibunya pakai cara halus harus di imbangi
Andra di posisikan orang yg akan meninggslkan Amel sukarela
Semoga keluarga Ansra mau menerima Amel setulus hati
Untung Andra sudah antisipasi dari awal..
dulu aku pernah bermimpi tinggi dpt laki2 tajir.yg hdp serba kecukupan.eee gk tau nya hayalan...😁😁