(Revisi)
Merasa akhirnya bebas dari ikatan pernikahan dengan Elsa, wanita pilihan orangtuanya, Edward, berniat menata ulang hidupnya dan membangun rumah tangga bersama Lily, sang kekasih.
Namun tanpa disadari saat tangannya menggoreskan tandatangan di atas surat cerai, bukan sekedar perpisahan dengan Elsa yang harus dihadapi Edward tapi sederetan nasib sial yang tidak berhenti merudungnya.
Tidak hanya kehilangan pekerjaan sebagai dokter dan dicabut dari wasiat orangtuanya, Edward mendadak jadi pria impoten padahal hasil pemeriksaan dokter, dirinya baik-baik saja.
Ternyata hanya Elsa yang mampu mengembalikan Edward menjadi pria sejati tapi sayangnya wanita yang sudah terlanjur sakit hati dengan Edward, memutuskan untuk menikah kembali dengan Erwin, adik iparnya.
Apakah Edward akan memaksa Elsa kembali padanya atau memutuskan tetap menjadi pria mandul dan menikahi Lily ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bareta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Selembar Surat Cerai
Rasanya tidak sabar Edward ingin segera tiba di apartemen dan merebahkan tubuh di kasur empuk miliknya untuk menghilangkan segala kepenatan dan rasa kantuk yang menderanya karena selain sibuk dengan tugas operasi dan jadwal praktek, Edward kurang bisa tidur nyenyak di rumah sakit tapi enggan pulang bertemu Elsa sejak kejadian 2 hari yang lalu.
Edward yakin waktu istirahatnya di apartemen akan makin sempurna karena hari ini adalah jadwal Elsa pergi ke kampus dilanjutkan dengan tugas siang di rumah sakit.
Minimal Edward tidak akan bertemu dengan Elsa sampai ia harus kembali lagi ke rumah sakit sekitar jam 2 siang.
Di luar dugaan, begitu membuka pintu, wangi kopi kesukaannya langsung menyengat indera penciumannya. Alis Edward menaut karena yakin kalau hari ini jadwal Elsa cukup padat jadi tidak mungkin perempuan itu masih ada di apartemen.
Edward menghela nafas saat melihat Elsa duduk di meja makan yang menyatu dengan dapur. Secangkir kopi yang masih mengepul diletakkan persis di depan tempat duduk yang biasa ditempati Edward setiap kali sarapan.
“Kopi anda, dokter,” ujar Elsa dengan wajah datar dan suara lembut tanpa beranjak dari tempat duduknya.
Edward hanya melirik sekilas dan tidak mengindahkan ucapan Elsa malah berjalan menuju kamarnya.
“Saya ingin bicara, tolong berikan saya waktu beberapa menit saja.”
Permintaan Elsa membuat Edward menghentikan langkahnya tapi enggan membalikkan badan.
“Soal apa lagi ? Kamu ingin memberitahu kalau sudah laporan pada orangtuaku sampai mommy memaksa aku segera datang menemuinya ?”
“Apa yang ingin saya sampaikan lebih penting dari dugaan dokter.”
Alis Edward menaut namun ia tidak mau menunjukkan rasa penasaran saat mendengar ucapan Elsa. Pria itu akhirnya berbalik dan menarik kursi persis di hadapan Elsa.
“Apa ini ?” tanya Edward saat Elsa menyodorkan satu map warna biru ke hadapannya.
“Tolong tandatangani surat permohonan cerai kita. Saya sudah mendapat ijin dari dokter Robert dan nyonya Silvia.”
Edward agak terkejut sekaligus tidak percaya, cepat-cepat ia membuka map dan melihat isinya untuk memastikan ucapan Elsa. Wajahnya berubah cerah usai membaca selembar surat yang sudah ditandatangani Elsa.
“Akhirnya kamu sadar dan menyerah juga,” sinis Edward dengan senyuman mengejek.
“Dokter Robert sudah memberi saya ijin untuk berpisah dengan anda tapi tidak berarti kita bisa langsung bercerai secara hukum karena kita sama-sama pernah menandatangani kesepakatan untuk mempertahankan pernikahan ini selama 5 tahun.”
“Tidak masalah ! Aku tetap akan menikahi Lily dan segera punya anak dengannya. Kalau sudah terjadi, aku yakin mommy dan daddy tidak bisa lagi menolak untuk menerima Lily sebagai istri sahku. Kamu akan diuntungkan juga karena tidak perlu menunggu sampai 4 tahun untuk mencari laki-laki lain yang bersedia menikah denganmu.”
Wajah Elsa kelihatan tenang dan datar seolah semua rencana Edward tidak berpengaruh apa-apa padanya.
“Asal kamu tahu, tanpa surat cerai ini dan tidak perlu menunggu restu dari mommy dan daddy, aku akan menikahi Lily secepatnya ! Tapi sepertinya kamu cukup pengertian dengan memudahkan aku mewujudkan rencana itu.”
Tanpa ragu-ragu malah terlihat bahagia, Edward mengambil pena dari saku kemejanya untuk menggoreskan tandatangan di atas lembaran yang diberikan Elsa lalu menyimpannya kembali ke dalam map.
“Terima kasih, siang ini juga saya akan menyerahkan dokumen ini pada dokter Robert dan mempercayakan prosedur selanjutnya pada beliau.”
Edward beranjak bangun, menatap Elsa dengan wajah penuh kemenangan dan senyuman sinis namun ia sempat bergedik saat merasakan tatapan Elsa terlalu dingin dan tanpa ekspresi.
“Tolong beri saya waktu 3 hari untuk mengeluarkan barang-barang saya dari apartemen dan kalau dokter khawatir saya….”
“Aku tidak peduli kamu sekalipun kamu akan mengakui seluruh isi apartemen ini sebagai milikmu, silakan ambil apapun yang kamu mau,” poton Edward sambil tertawa mengejek.
“Bagiku tidak ada yang lebih berharga daripada kebebasan hidupku yang akhirnya bisa lepas dari perempuan tidak tahu diri seperti kamu !”
Elsa ikut beranjak sambil membawa map biru tadi.
“Terima kasih atas setahun pernikahan kita. Semoga rencana dokter bisa berjalan lancar dan mendapatkan kebahgiaan seperti yang dokter impikan. Saya permisi.”
“Aku tidak butuh doamu karena keputusanmu hari ini sudah bisa membuatku sangat bahagia. Semoga daddy dan mommy bisa segera membuka mata mereka setelah kamu pergi.”
Elsa tidak membantah, hanya menganggukan kepalanya sekilas lalu meninggalkan Edward yang masih berdiri di situ dan tanpa sadar meraih cangkir kopi yang ada di dekatnya lalu meneguknya sampai setengah.
Tidak sabar ingin berbagi berita baik dengan belahan hatinya, Edward segera kembali ke kamar, mengunci pintu lalu mengeluarkan handphone dari saku celana panjangnya. Tangannya langsung bergerak lincah menekan nomor Lily sambil tersenyum bahagia tapi sayang sampai 5 kali mengulang, Lily tidak juga mengangkat handphonenya. Edward pun memutuskan untuk mengirimkan pesan ke nomor Lily.
(EDWARD) Apa kabarnya sayang, sedang sibuk ? Mau makan malam bersamaku ? Ada berita baik yang ingin aku sampaikan langsung. Hubungi aku segera setelah kamu sempat.
Pesan yang dikirim Edward langsung centang dua tapi hingga beberapa menit belum berubah jadi warna biru. Hatinya terlalu bahagia untuk gelisah dan mencari tahu keberadaan Lily seperti biasa.
Edward malah mengambil pakaian ganti dan sambil bersiul masuk ke kamar mandi.
***
Meskipun Lily masih belum mengangkat telepon dan membalas pesannya, Edward tidak bisa menutupi rasa bahagianya.
Beberapa orang yang berpapasan dibuat bingung karena entah kapan terakhir kali Edward membalas sapaan mereka sambil tersenyum ramah.
“Selamat siang dokter.”
Edward menghela nafas dan mood baiknya langsung drop begitu melihat Fahmi berdiri tidak jauh dari pintu lobi.
“Daddy ingin bertemu denganku ?” tebak Edward yang diangguki oleh Fahmi.
“Dimana ?”
“Dokter Robert menunggu anda di ruangannya.”
Edward tidak bertanya apa-apa lagi. Ia kembali memeriksa handphonenya sambil menunggu lift terbuka dan dahinya sempat berkerut melihat kedua centang di pesan Lily masih belum berubah warna.
Hatinya mulai khawatir tapi hanya sesaat karena begitu pintu lift terbuka, Edward langsung tersenyum melihat Lily keluar dari dalam lift bersama Dian.
Kalau tidak ingat daddy Robert sedang menunggunya, Edward pasti akan langsung menarik Lily ke tempat sepi untuk memberikan kabar baik soal perceraiannya dengan Elsa.
“Periksa handphonemu dan respon secepatnya !” bisik Edward saat mereka berpapasan di depan lift.
Lily buru-buru mengeluarkan handphone dari saku snellinya dan bibirnya ikut menyunggingkan senyum usai membaca pesan yang dikirim Edward. Tangannya langsung mengetik balasan membuat Dian senyum-senyum sambil menggelengkan kepala.
“Ada apa ?” tanya Dian dengan nada penasaran.
“Dokter E mengajakku makan malam lagi, katanya ada berita baik.”
“Mungkin dia ingin melamarmu,” ledek Dian sambil terkekeh.
“Semoga saja dan aku tidak akan menolak apalagi malu-malu. Mungkin dengan menjadi istri kedua, aku bisa menyingkirkan perempuan kampung itu lebih cepat.”
“Jangan memulai sesuatu dengan niat buruk, Ly !”
“Aku tidak berniat buruk hanya mengambil kembali apa yang menjadi hakku !” tegas Lily dengan rahang mengeras.
Dian menarik satu sudut bibirnya. Kadang-kadang ia sedikit ngeri pada Lily yang terlalu keras dan memaksakan diri untuk mendapatkan Edward kembali padanya.
dasar sundel bolong