"Anda yakin Mrs. Aquielo?"
"Jangan asal mengubah nama ku seenakmu, aku masih seorang Rainer asal kau tahu saja."
"Ya untuk sekarang kau mang masih seorang Rainer, tapi sebentar lagi kau akan segera mengganti nama belakangmu itu dengan nama keluargaku."
"Seperti aku mau saja dengan dirimu."
"Oh apa kau lupa yang aku katakan dipesawat kemarin Ms. Rainer."
Viona hanya dapat terdiam tentu ia tidak lupa dengan ancaman pria gila ini kemarin. Dan sialnya kalau semua yang dikatakan nya benar adanya maka tidak ada jalan lain lagi bagi Viona untuk menolak semua keinginan pria itu.
Itu buruk....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Panda Merah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20
Setelah berdebat hebat dengan Viona akhirnya Ares membiarkan gadis itu memakai kamar untuk dirinya sendiri tanpa berbagi dengannya.
Ya walaupun sebenarnya Ares sangat tidak rela tapi melihat Viona yang keras kepala akhirnya ia tidak punya pilihan lain selain menyerah.
Dasar wanita...
Yang paling membuat Ares kesal adalah Viona yang langsung mengusir dirinya keluar sesaat setelah ia berhasil memenangkan kamar itu untuk dirinya sendiri, padahal Ares masih ingin bersama panda merahnya itu sekarang.
Mengingat kalau sekarang suasana hatinya cukup buruk dan hanya gadis itu yang bisa membuat mood nya membaik.
"Maaf Tuan apa anda benar-bemar akan melarang Ibu dan Adik anda menghadiri acara pertunangan anda nanti?" tanya Noah yang berdiri disamping Ares.
"Apa aku perlu mengulang-ulang perintah ku agar kau bisa mengerti Noah, ingat yang boleh hadir hanya keluargaku saja dan mereka berdua tidak termasuk didalamnya!" seru Ares kesal
"Tapi Tuan, Adik anda terus menghubungi saya agar mereka bisa turut hadir dalam acara itu."
"Bukanya aku memperkerjakan dirimu untuk membantu mengatasi masalah semacam ini, jadi lakukan pekerjaanmu dengan baik jangan sampai aku menarik kembali bonus yang sudah kujanjikan padamu tadi." Ancam Ares.
"Baik Tuan..." Jawab Noah cepat.
"Dari pada kau terus berdiri disitu tanpa melakukan sesuatu lebih baik kau suruh seseorang untuk membuatkan aku secangkir coklat hangat sekarang!" perintah Ares.
"Baik Tuan saya akan turun kebawah dan menyuruh seseorang untuk membuatkan coklat hangat untuk anda."
"Dan satu lagi, coba pinta pada bagian keamanan akses kamera pengawas yang ada dikamar bawah."
"Maksud anda kamar Ms.Rainer?"
"Ya siapa lagi kalau bukan dia, cepat laksanakan sekarang juga."
"Baik Tuan..."
*Lima menit kemudian.
Ares tersenyum simpul saat ia dapat kembali melihat aktifitas Viona walau hanya dari layar tablet_nya, itu lebih baik bukan daripada tidak sama sekali.
"Baiklah sekarang kau bisa pergi Noah!" seru Ares pada Noah yang baru saja meletakan secangkir coklat hangat dihadapan Ares setelah sebelumnya ia membelikan tablet itu terlebih dahulu.
Setelah Noah pamit pergi Ares kembali fokus memperhatikan gerak-gerik Viona dari layar tab_nya.
Ares terkekeh melihat ekspresi kagum yang dipancarkan wajah Viona saat ia menyadari betapa mewahnya kamar yang ditempatinya sekarang.
Perlahan rasa bangga mulai memenuhi dada Ares saat ia menyadari kalau apa yang telah ia buat berhasil membuat Viona merasa terkesan.
Ttrrtt....
Namun getaran dari ponselnya tiba-tiba mengganggu kegiatan menyenangkan itu.
Dengan malas Ares memeriksa ponselnya dan mendapati kontak tanpa nama yang memanggilnya dan segera ia abaikan.
Namun bukannya berhenti Nomor itu malah terus menghubunginya tanpa henti membuat kesabaran Ares yang lebih tipis daripada sehelai tisu akhirnya tergerus juga.
Tttrrrttt....
"Apa mau mu sialan,,, sekarang aku sedang sibuk jadi berhentilah mengganggu ku dengan terus-terusan menelepon diriku!" seru Ares marah.
"Ah maafkan aku brother tapi kurasa kita perlu bicara sekarang." Seru seorang pria diseberang telepon.
Rahang Ares mengeras saat mendengar suara orang itu, orang yang paling tidak ingin ia temui jangan kan bertemu berbagi oksigen yang sama saja sebenarnya ia enggan.
"Kita tidak punya urusan yang perlu dibicarakan jadi jangan membuang-buang waktu berhargaku!" seru Ares.
"Kau yakin? Kurasa tidak. Kita benar-benar punya sesuatu yang harus dibicarakan jadi tolong dengankan aku kakak."
"Jangan pernah kau panggil aku dengan sebutan kakak, aku jijik mendengarnya." Ucap Ares sambil menggenggam erat ponselnya berusaha sekuat tenaga menahan amarahnya.
"Baiklah, baiklah kalau begitu aku hanya ingin bertanya kepadamu kenapa kau menolak aku dan Mommy untuk turut hadir dipesta pertunangan mu yang kedua kalinya ini?"
"Memangnya kau pikir kalian siapa sehingga berhak hadir dipestaku." Ucap Ares malas.
"Dengar Ares sebenarnya aku juga tidak masalah dengan hal itu, tapi tidak dengan Mommy dia sangat sedih atas penolakanmu itu."
"Lalu apa peduliku."
Dia bahkan tidak pernah memperdulikan aku selama ini, batin Ares.
"Aku tahu Mommy pernah membuat kesalahan padamu tapi itu juga sudah lama sekali dan apa susahnya memaafkan dirinya lagipula dia juga orang tuamu."
"Tidak sekarang... Bagiku aku sudah tidak mempunyai Ibu lagi semenjak dia memutuskan untuk meninggalkan aku dulu, sekarang dia bukan lagi Mommy_ku."
"Kau tega sekali Ares... Aku tidak tahu kenapa hatimu bisa begitu busuk sampai-sampai kau tidak bisa memaafkan sedikit saja kesalahan orang lain terhadap dirimu!"
"Kau bisa berkata seperti itu karena tidak berada diposisi ku Andreas. Jadi berhenti menghakimi diriku seolah-olah akulah penjahatnya disini dan bilang pada Mommy_mu itu untuk berhenti mengusik kehidupan ku lagi!"
"Aku juga sebenarnya malas menghubungi orang sombong seperti dirimu, kalau bukan karena permintaan Mommy mana mungkin aku mau menghubungimu."
Bbrraaakkk.....
Sambungan telepon itu langsung terputus bersama dengan hancurnya benda pipih tersebut, karena baru saja dilempar dengan keras oleh Ares dan langsung menghantam dinding dihadapannya.
"Sialan bisa-bisanya bajingan itu merusak hari ku yang tenang dengan kata-kata sampah yang keluar dari mulutnya!" Seru Ares marah.
***
Sementara itu dilain tempat tampak seorang wanita paruh baya yang sedang menangis dipelukan putranya yang tak lain adalah Andreas dan wanita itu merupakan Ibunya.
"Maafkan aku Mom, aku gagal membujuk pria keras kepala itu." Ucap Andreas merasa bersalah.
"Tak apa Andreas ini semua memang salah Mommy, terima kasih sudah mau menghubungi kakak mu demi Mommy." Jawab Ibunya sambil menepuk pundak putra bungsunya itu.
Melihat kondisi Ibunya sekarang membuat darah Andreas kembali mendidih, bisa-bisanya Ares bersikap seperti itu pada Ibunya sendiri.
"Dia sudah menolak kita berpuluh-puluh kali tapi kenapa Mommy masih berharap padanya?" tanya Andreas sambil menatap Ibunya kasihan.
"Entahlah,,, mungkin hanya karena rasa bersalah Mommy karena sudah meninggalkan dirinya disaat ia benar-benar membutuhkan peran seorang Ibu membuat Mommy merasa perlu memperbaiki semua kesalahan yang Mommy buat dimasa lalu." Jawab Ibunya sambil menerawang mengingat masa-masa itu.
"Bukannya dia sudah pernah bilang tidak membutuhkan itu lagi sekarang!"
"Andreas kau tidak akan mengerti."
"Ya,,, aku benar-benar tidak mengerti kenapa Mommy selalu ingin menyakiti diri sendiri dengan terus mencoba mendekati orang yang sudah menolak Mommy berkali-kali." Ucap Andreas tidak sabar.
"Dia juga putraku Andreas, bagaimana pun sikapnya terhadapku selama ini tetap saja tidak bisa merubah fakta tersebut."
"Ya aku tahu itu, tapi bisakah Mommy tidak usah mengharapkan pria itu lagi sekarang sudah ada aku disini, bukannya aku juga putra Mommy."
"Andreas seorang istri dapat dengan mudah menghapus perasaannya pada suaminya tapi tidak demikian dengan seorang Ibu tidak dalam sedetik pun ia pernah melupakan rasa cinta dan sayangnya kepada anak-anaknya."
"Lalu kenapa dulu Mommy meninggalkan Ares?"
"Kau tidak akan mengerti."
"Baiklah karena aku memang tidak akan mengerti, bukanya lebih baik Mommy istirahat sekarang." Ucap Andreas lalu beranjak dari duduknya.
"Tapi Mommy masih merindukanmu Andreas bisakah kau tinggal disini sebentar lagi?" Tahan Ibunya sambil memengang pergelangan tangan pria itu.
"Aku juga masih merindukan Mommy, tapi pak tua itu membuat pekerjaan ku jadi lebih banyak belakangan ini." Jelas Andreas.
"Bagaimana kabar Daddy_mu sekarang?" tanya Ibunya tiba-tiba.
"Untuk apa Mommy menanyakan kondisi pria tua itu sekarang!" Seru Andreas tampak tidak senang dapat dilihat dari dahinya yang mengerut.
"Mommy hanya ingin tahu banyak hal darimu, karena sudah lama sekali Mommy berada ditempat ini dan tidak tahu bagaimana keadaan diluar sana sekarang."
Perlahan Andreas yang semula sudah berdiri kini kembali duduk ditepian kasur Ibunya dia langsung menggenggam erat jemari wanita setengah baya yang tampak kurus dengan kepala plontos tanpa sehelai rambut pun itu.
"Ada banyak hal yang sudah terjadi diluar sana sejak Mommy dirawat ditempat ini dan kebanyakan bukanlah hal yang baik untuk Mommy ketahui. Tapi aku aku menceritakan sebagian yang menurutku tidak terlalu buruk."
"Ya ceritakan saja semuanya pada Mommy sekarang."