Squel Flight Attendant.
Denisa, dokter berusia dua puluh lima tahun itu telah menjadi janda diusianya yang bahkan belum genap dua puluh tahun akibat obsesinya pada laki-laki yang sangat mencintai kakaknya. Susah payah pergi jauh dan berusaha move on, Denisa dipertemukan lagi dengan mantan suaminya yang sangat ia hindari setelah lima tahun berpisah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Isma Wati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
My Lup handsome
Bu Nani sudah pasti kaget saat mendengar suara laki-laki yang menjawab panggilannya bukan Denisa.
"Ini siapa? Bu Denisa-nya mana?" tanya Bu Nani khawatir.
Daniel memejam, menekan pelipis, sadar kalau dia salah.
"Denisa tadi dari tempat saya. Saya teman baiknya, Bu. Tolong katakan Ibu dimana? Biar saya mengabari Denisa dan mengejar Denisa, siapa tahu dia belum jauh," Daniel menjawab seraya mengenakan kemeja, kemudian mengambil kunci mobilnya, dia keluar apartemen, tanpa berpamitan pada Wahyu yang hanya melongo melihat raut khawatir temannya, dia bingung, ada drama apalagi ini?
"Ada-ada aja," Wahyu geleng kepala.
Setelah bu Nani memberi tahu alamat Dara dirawat, Daniel melajukan mobilnya, roda empat itu melaju lambat, sebab pengemudinya mencari keberadaan wanita cantik yang mungkin saja belum terlalu jauh.
"Apa kamu sudah tau kabar anak kita Denisa?" lirih Daniel dengan bibir bergetar, jujur baru kali ini dia merasa sangat khawatir, lancang dia mengecek pop-up pesan Denisa.
Ada banyak nama yang mengirim pesan pada Denisa, diantaranya dari bu Nani, Amanda dan Ricko.
"Kenapa kamu tidak mengatakan yang sebenarnya Denisa?" sesalnya saat telah membaca pesan bu Nani.
Dan tangannya gatal ingin membaca pesan Ricko, tapi dia urungkan, mencari Denisa lebih penting saat ini.
Matanya terus awas mencari sosok cantik yang telah melahirkan anaknya, berharap bisa menemukan Denisa.
Daniel memukul stir mobil, kesal dengan dirinya sendiri, dia bak seorang yang sedang mendapat hukuman instan, ketika dia tengah bingung mencari Denisa, namun didepan sana, dia melihat sosok wanita yang mirip Denisa sedang dipeluk oleh Ricko. Iyya Ricko, teman dokter Denisa.
Jika Daniel sedang merasakan hukuman instannya, bagi Denisa, Ricko adalah pahlawan untuknya saat ini.
Singkat cerita saat Denisa keluar dari apartemen Daniel.
Denisa baru menyadari jika ponselnya tertinggal saat akan memesan taksi, namun tak mungkin jika dia harus kembali lagi ke apartemen mantan suaminya itu, dia sangat buru-buru, jika dia kembali bisa-bisa dia menjadi tawanan lagi.
Denisa celingukan, mencari mungkin ada orang yang bisa ia mintai pertolongan, dan dia melihat ada seorang lelaki berumur sedang mangkal disana.
"Pak!" panggil Denisa melambai tangan agar si bapak melihatnya. Dan sibapak menghampiri Denisa, "Boleh minta tolong antarkan saya ke Diamond palace? anak saya sakit pak, saya harus cepat sampai rumah," Denisa meminta dengan memelas.
"Oh ayo kalau begitu," si bapak mengangguk cepat, menyalakan motor, dan saat Denisa telah naik dia melajukan motornya.
Saat diperjalanan, kendaraan dari belakang mengklakson dan menyalip sepeda motor yang membonceng Denisa, sehingga pengemudi motor harus menarik rem mendadak.
"Astagfirullah hal'adzim," ucap si bapak mengelus dada, sebelumnya dia mematikan motornya terlebih dahulu.
Seorang laki-laki tampan keluar dari mobil, dia menunduk hormat.
"Dokter Ricko?" Denisa terkejut, dan tanpa diduga Ricko langsung memeluknya.
"Alhamdulillah Nis, akhirnya aku ketemu kamu juga," Nisa membeku atas perlakuan Ricko, "aku khawatir banget Nis, kamu keluar dari klinik lama sekali," sambungnya, raut khawatir Ricko berubah binar bahagia.
Denisa mendorong tubuh Ricko, "maaf Dok sebelumnya, aku belum bisa jelasin apa-apa, aku buru-buru. Kata bu Nani Dara panas tinggi."
"Maaf Nis, aku sampai lupa," Ricko menepuk jidat "ayo aku antar," Ricko menggenggam tangan Denisa membawanya masuk mobil. Setelahnya Ricko membayar ongkos pada si bapak.
Daniel yang melihat itu memalingkan wajah, dadanya bak terbakar. Tapi tetap mengikuti mobil Ricko dari belakang.
"Waktu aku cari kamu, aku ketemu bu Nani dan Dara saat akan naik taksi, jadi aku antar mereka keklinik kita, Dara dirawat disana."
Denisa tak bisa lagi menahan bulir kristal yang sudah terpupuk dikelopak matanya, tadi dia begitu tegang, saat mendengar Dara sudah mendapat penanganan, Denisa lega dan bisa menangis.
Tak ada kata-kata yang bisa ia ucapkan, rasa marah terhadap Daniel membuatnya terisak, Ricko hanya bisa mengusap lembut bahu Denisa, menahan bibirnya untuk tak bertanya apa yang terjadi pada wanita cantik disampingnya ini.
Lima belas menit mereka sampai ke klinik. Denisa langsung melihat keadaan putrinya.
"Mi," panggil Dara saat melihat Denisa datang.
"Maafin Mami sayang, Mami terlambat. Mami nggak bisa jaga Dara." Denisa langsung memeluk dan mengecupi seluruh wajah Dara, terasa jika tubuh anaknya panas.
"Dara yang minta maaf, Dara sembunyiin susu kotak yang Mami larang."
Denisa mengurai pelukanya, menghapus air matanya dan Dara. Menatap lekat wajah cantik putrinya yang mirip dengan papinya, kemudian menempelkan telapak tangannya dikening Dara.
"Memang kamu minum susu sapi sayang?" Dara mengangguk, dengan bibir bergetar, dia menangis.
"Dara bikin Mami nangis, maafin Dara, Dara nggak dengar Mami larang. Dara nggak ulang lagi," tangan kecil bocah itu melingkar dileher sang ibu, dia menyesal.
"Sekarang Dara ngerti kan? Mami larang-larang bukan berarti Mami nggak sayang, Mami takut kamu kenapa-kenapa sayang, kan Dara tahu, kalau Dara nggak bisa minum susu sapi," bocah itu mengangguk patuh, dalam hatinya dia begitu menyesali yang dilakukannya.
Ricko mengusap bahu Denisa "Alerginya nggak terlalu parah Nis, tapi memang Dara ada demam. Makanya panasnya agak tinggi, dan untuk membantu agar cepat turun, papa langsung kasih infus, tadi papa yang tangani Dara."
"Aku nggak enak sama dokter Robert, ninggalin klinik terlalu lama. Maaf ya Dok."
"Nggak papa, klinik juga nggak terlalu ramai, aku tadi sudah minta tolong dokter lain untuk jaga."
"Maafin saya ya Neng Denisa, nggak tahu kalau Dara minum susu kotak." Bu Nani merasa bersalah.
"Ibu nggak salah, memang Dara yang suka ngumpet-ngumpet beli susunya." Dan seketika Dara mengakui jika yang membelikanya susu adalah Daniel waktu itu, Dara menyimpannya tanpa diketahui Denisa.
"Emang siapa Nis?" tanya Ricko.
"Hanya orang asing yang kebetulan kasih Dara jajanan waktu di mini market."
"Dara lain kali jangan terima makanan dari orang lain ya, itu bahaya. Kasihan Mami nanti nangis lagi kalau Dara kenapa-kenapa." Ricko menasihati.
"Iya Om, nggak lagi buat Mami nangis."
"Pinter." Ricko mengusak kepala Dara.
Tanpa diketahui jika Daniel mendengar percakapan mereka. Laki-laki tampan itu berdiri diambang pintu mengepalkan tangannya, dia tak tahu apa-apa tentang Dara, dan akibat ketidak tahuanya, dia hampir membuat anaknya celaka. Dan dia cemburu melihat Ricko yang bisa dekat dengan Dara.
Daniel menjauh, dia mengirim pesan pada nomor Dara yang saat ini masih dipegang bu Nani.
"Neng Denisa, ada pesan dari teman Neng." Bu Nani memberikan ponsel Dara pada Denisa.
Denisa membuka pesan itu, dari nomornya, dia tahu si pengirim adalah tak lain mantan suaminya.
"Aku keluar sebentar ya Bu, Dok. Mau ambil hape yang ditemui teman aku tadi." Pamit Denisa membuat bu Nani mengernyit heran, sebab pengakuan Denisa dan Daniel berbeda.
"Aku temani, Nis." tawar Ricko, dia masih banyak tanda tanya tentang menghilangnya Denisa.
"Nggak usah Dok, saya sendiri saja," Denisa tersenyum manis agar penolakannya tak membuat Ricko curiga.
Denisa berlari kecil, menemui Daniel yang menunggunya didalam mobil tak jauh dari klinik.
Belum dia sampai, Daniel sudah menyambutnya dan membukakan pintu mobil agar Denisa masuk.
"Please, aku nggak bisa lama-lama, Dara sedang menunggu ku." Denisa tak ingin masuk, dan dia yakin, Daniel sudah tahu jika Dara yang sakit.
"Kapan aku boleh menemuinya?" tanyanya langsung, padahal tadi niatnya mau minta maaf, tapi lidahnya terasa begitu berat. Seperti bertulang.
"Nanti aku beri tahu."
"Baik, aku tunggu. Tapi awas saja jika kamu ingkar," ucapnya sedikit mengancam, kemudian mengulurkan ponsel milik Denisa. Denisa melangkah ingin mengambil ponselnya, tiba-tiba Daniel menarik pergelangan tangannya.
"Aku suka wangi parfum mu, Mami. Tapi jangan murahan mau dipeluk siapa saja. Jangan jadi janda gatel."
Tangan Denisa sudah mengepal ingin menampar wajah tampan mantan suaminya ini. Tapi akan membuat lebih lama lagi, demi kewarasanya, Denisa berlalu setelah mendapatkan ponselnya.
Janda gatel, sumpah demi apapun kata-kata itu sangat menyakitkan buat Denisa. Bagai di dorong kedalam lubang semut, dada Denisa sesak, ingin menangis tapi begitu sulit.
* * *
Sudah tiga hari berlalu, Dara sudah bisa pulang kerumah, sebab bocah itu tidak betah terlalu lama dirawat, walau keadaannya masih lemas, tapi sudah diperbolehkan pulang, dan walau Denisa seorang dokter di klinik tersebut, tetap dia mengikuti prosedur.
Kini dia sedang istirahat dan makan di kantin rumah sakit bersama Amanda. Amanda minta ditemani Denisa, sebab dia ingin banyak bercerita.
"Aku bingung sama sifat mas Daniel Nis. Waktu dia sakit kemaren, dia manja banget, tapi sekarang dia balik cuek dan dingin. Dia juga nggak bisa nemenin jenguk papa ke Singapur besok. Jahat nggak sih, kalo aku minta dia sakit terus, biar bisa manja-manjaan sama aku?"
Denisa diam, dia tak tahu harus menanggapi apa? Menjadi pendengar mungkin bisa meredakan kegalauan Amanda.
Denisa sangat-sangat membenci Daniel.
"Dia tuh nggak pernah tanya kabar ku lebih dulu, selalu aku yang nanyain kabar dia."
"Dokter pernah tanya alasannya apa?"
Amanda menggeleng "Malas mau tanya juga, nggak pernah dapat jawaban yang aku mau, ujungnya aku yang kecewa sendiri." Amanda mangaduk minumannya dengan sedotan, "Nis, janji nggak cerita-cerita ya, aku malu. Aku juga nggak tahu harus cerita ke siapa, tapi sama kamu aku merasa percaya."
Denisa tersenyum, dia ingin mengatakan lebih baik akhiri saja, karena kasihan pada Amanda mendapat laki-laki tak baik seperti Daniel, tapi ini bukan hak-nya.
Drttt drttt drttt
Hape Denisa diatas meja bergetar, muncul nama 'My lup handsome'
Denisa mengerutkan keningnya, perasaan dia tak memiliki kontak dengan nama itu.
"Ciee Nis, diam-diam kamu sudah punya pacar. Siapa?" tanya Amanda "dokter Ricko bukan?'
"Hah? Nggak ada Dok."
"Udah angkat aja, siapa tahu penting," Amanda masih tersenyum menggoda, tapi didalam hatinya menaruh rasa iri karena Denisa diperhatikan oleh kekasihnya, tidak seperti dia yang keseringan diabaikan oleh Daniel.
Denisa masih diam, menatapi nama penelepon itu, penasaran, Denisa akhirnya menggulir tombol hijau itu.
"Ya halo,"
"Hai Mami, aku sudah transfer pulsa dan uang bulanan buat jajan kamu dan Dara."
Denisa melotot mendengar suara laki-laki yang dibencinya, Denisa hampir limbung sampai dia harus berpegang pada ujung meja.
"Nis, siapa? ada apa?" Amanda memegangi pundak Denisa.
'Mantan suami aku Dok, tunangan mu'