Sheila Cowles, seorang anak yatim piatu, menjalani kehidupan sederhana sebagai cleaning service di sebuah toko mainan anak-anak.
Suatu hari, karena kecerobohannya, seorang wanita hamil besar terpeleset dan Sheila menjadi tersangka dalam kejadian tersebut.
"Kau telah merenggut wanita yang kucintai. Karena itu, duniamu akan kubuat seperti di neraka," kata Leonard dengan penuh amarah.
"Dengan senang hati, aku akan menghadapi segala neraka yang kau ciptakan untukku," jawab Sheila dengan tekad yang bulat.
Bagaimana Sheila menghadapi kehidupan barunya sebagai ibu sambung bagi bayi kembar, ditambah dengan ancaman Leonard yang memendam dendam?
🌹Follow akun NT Othor : Kacan🌹
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kacan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MDHD 4
Sheila berdiri tegak, tubuhnya bergetar selaras dengan wajah yang memucat. Ia memutar tubuhnya, menatap Leonard dan Hanny secara bersamaan dengan mata memancarkan ketidakrelaan.
"Aku tidak mau menikah dengannya," tolak Sheila mentah-mentah, suaranya bergetar antara ketegasan dan air mata yang hampir jatuh.
Wajah Leonard mendadak memerah, ekspresinya berubah dari terkejut menjadi kemarahan yang membara. tatapan matanya menajam. Ia sungguh geram dengan Sheila, apa wanita muda itu pikir dirinya menginginkan seorang istri pengganti?
"Kau pikir aku mau menikah dengan—" ucap Leonard menggantung, tiba-tiba sebuah ide picik muncul di kepala, untuk membalas dendam atas kematian sang istri, Zora.
Leonard membasahi bibir dengan lidahnya, kesedihan akan kehilangan istri tercinta yang menggelayuti perasaannya, membuat Leonard merubah arah.
"Kau ... sebulan lagi kita menikah!" ucap Leonard mutlak, suaranya yang serak berpadu dengan ketegasan.
Mata Sheila membelalak lebar. Tidak, ia tidak mau menikah dengan pria seperti Leonard.
Sheila menggelengkan kepala kuat, air matanya kembali menitih. "Aku tidak mau," ucapnya lemah.
Leonard Smith, pria berumur 34 tahun dengan paras tampan itu menatap Sheila tajam, membuat Sheila tidak berdaya.
Hanny yang berada di antara Leonard dan Sheila, ikut merasakan ketegangan yang semakin membesar. "Kau tidak bisa menolak," ucap Hanny penuh penekanan.
Sheila terhenyak, ia beralih menatap ibu Leonard dengan tatapan memohon.
"Nyonya, aku mohon jangan lakukan ini. Aku a-aku bisa merawat cucu, Nyonya. Tapi ... tidak dengan menikah," ujar Sheila, suaranya terdengar lirih serta terputus-putus.
Hanny menghapus air mata di sudut matanya, ia bersedekap dada seraya menatap putra semata wayangnya.
Seolah bertanya pada Leonard lewat tatapan mata.
Leonard menarik napas berat, ia melangkah maju, wajahnya berhadapan dengan wajah Sheila lebih dekat.
"Aku akan mengikatmu dalam sebuah pernikahan yang dirahasiakan, tidak ada satu pria pun di dunia ini yang bisa mencintaimu!" kecam Leonard penuh ketegasan.
Tubuh Sheila tersentak, matanya menatap nanar Leonard.
Sheila merasa Tuhan tidak adil padanya, apa tidak cukup cobaan yang diembannya selama ini? Kenapa Tuhan begitu tega? Pikir Sheila.
"Kau telah merenggut wanita yang kucintai. Karena itu, duniamu akan kubuat seperti di neraka," kata Leonard dengan penuh amarah.
Sheila menyeka air matanya dengan kasar, ia mengangkat kepala tinggi, membalas tatapan Leonard dengan berapi-api.
"Dengan senang hati, aku akan menghadapi segala neraka yang kau ciptakan untukku," jawab Sheila dengan tekad yang bulat.
Tatapan mata tajam yang saling beradu membuat suasana semakin menegang.
Lorong rumah sakit yang dingin menambah hawa mencekam di antara mereka.
...***...
Satu hari berlalu, Sheila berada di dalam apartemen dengan tipe studio—peninggalan dari mendiang kedua orang tuanya.
Hari ini adalah hari di mana istri Leonard dimakamkan.
Sheila berdiri menatap keluar jendela apartemen, ia menggigit bibir bawah sambil berkacak pinggang.
Pandangan matanya jatuh pada jendela yang terbuka. Bisikan setan mulai berdengung di telinga Sheila.
Pikiran kacau Sheila membawanya pada ide untuk mengakhiri hidup dengan melompat dari jendela apartemen.
Sheila tersadar, ia menggelengkan kepala kuat. "Tidak! Aku tidak boleh melakukan hal bodoh, akan kubuat pria itu masuk ke dalam neraka buatannya sendiri," ucap Sheila penuh tekad.
Tok! Tok!
Sheila terlonjak kaget, ia membalik badan dengan wajah khawatir.
Suara ketukan pintu membuat bulu halus di sekujur tubuhya meremang, seolah ada malaikat pencabut nyawa yang datang menghampirinya.
"Apa pria itu datang?" gumam Sheila seraya menggigiti ujung kukunya.
Sheila memejamkan mata erat, ia menarik napas dalam lalu membuangnya dengan perlahan, kemudian membuka kedua kelopak matanya secara perlahan.
Tok! Tok! Tok!
Suara ketukan pintu terdengar semakin nyaring, membuat Sheila yakin jika yang datang adalah seseorang yang memiliki emosi tidak stabil.
Dengan menguatkan hati, Sheila membuka pintu apartemennya.
Deg!
Jantung Sheila berdetak kencang, melihat sosok tinggi berambut pirang dengan paras tampan, yang tak lain dan tidak bukan ialah Leonard, yang tengah berdiri di depan pintu apartemennya.
Terlihat Leonard menggunakan kacamata hitam, serta kemeja dan celana serba hitam, menunjukkan bahwa pria itu tengah berduka.
Mata Leonard menelisik Sheila dari atas kepala hingga ujung kaki, ia memperhatikan penampilan wanita di hadapannya yang berbanding terbalik dengan mendiang istrinya, Zora.
Kaus oblong dan celana jeans panjang, benar-benar selera murahan. Pikir Leonard.
"Cepat kemasi barangmu, mulai sekarang kau tinggal di rumahku!" perintah Leonard, suaranya bagai petir yang menyambar telinga Sheila.
Leonard menurunkan kacamata hitam yang bertengger di hidungnya, memperlihatkan sorot mata penuh dendam dan kebencian. Mata tajamnya seolah ingin menelan-jangi jiwa Sheila, membuat nyali wanita berumur 22 tahun itu menciut.
Bruk!
Punggung kecil Sheila terdorong hingga mengenai pintu apartemen. Entah angin dari mana, tiba-tiba Leonard mendorong tubuhnya dengan kasar.
"Pria gila!" gerutu Sheila dalam hati, menahan segala emosi yang menyelimuti hatinya.
Sheila menatap Leonard dengan tatapan penuh protes, tetapi pria itu tampak tidak perduli.
Dengan langkah mantap, Leonard memasuki apartemen Sheila tanpa dipersilahkan.
Matanya memindai ke seluruh penjuru isi apartemen Sheila yang terlihat sempit. Ia dapat mengira jika unit apartemen milik Sheila hanya sebesar 20 meter persegi.
"Ini apartemenku, seharusnya kau bersikap sopan." Suara Sheila meluncur begitu saja, bergetar namun penuh keberanian.
Leonard menoleh, senyum culas menghiasi wajah arogannya. "Kau tidak punya hak untuk melarangku, Pengasuh!"
Kedua tangan Sheila mengepal kuat, ingin rasanya ia mencabik-cabik wajah pria arogan di depannya.
"Cepat!" sentak Leonard, suaranya melonjak tinggi bagai gemuruh di tengah badai.
Sheila memundurkan kepalanya, suara nyaring Leonard membuatnya jantungan.
"I-iya." Sheila langsung berlari, menjauh dari Leonard yang terus memperhatikan setiap sudut apartemennya.
Buru-buru Sheila mengeluarkan koper dari dalam lemarinya, lalu memasukkan seluruh pakaian yang ia miliki ke dalam koper berukuran 24 inch.
Sheila menyeka keringat di kening dengan menggunakan kaus oblong abu-abu yang dikenakannya.
"Sudah," ucap Sheila, memecah keheningan di antaranya dengan Leonard.
Leonard menoleh, ia memasang kacamata hitamnya kembali.
"Ikuti aku, namun tetap dalam jarak yang tidak dekat!" seru Leonard penuh ancaman.
Sheila menghela napas panjang, lalu mengangguk patuh.
"Siapa juga yang mau berdekatan dengan pria sepertinya," gerutu Sheila dalam hati.
Leonard keluar lebih dulu, dengan tergesa-gesa Sheila menarik kopernya keluar. Tidak lupa ia mengunci pintu apartemennya.
Langkah kaki Leonard yang lebar membuat Sheila kesusahan untuk menyusul.
Beberapa kali Sheila hampir tersandung dengan kakinya sendiri.
"Ya Tuhan, kakiku terasa mau patah," keluh Sheila, bersuara pelan.
Sampailah mereka di dalam lift yang sama. Tidak ada orang lain di dalam lift yang mereka naiki, membuat suasana terasa sangat dingin.
Sheila dengan hati-hati menggeser tubuhnya ke sudut lift.
"Jangan bertingkah seolah-olah aku ingin berdekatan denganmu, Pengasuh!" cibir Leonard dengan suaranya yang berat.
Sheila terperangah, ia berusaha menahan kekesalannya setiap kali Leonard memanggilnya dengan sebutan 'pengasuh'.
"Namaku Sheila Cowles, bukan Pengasuh!"
Bersambung ....
Apakah ketegangan di antara Sheila dan Leonard akan terus berlanjut?
Hai zeyengku, terima kasih sudah membaca novel ini😍😘 jangan lupa beri rate pada novel yang masih anget ini ya🤣🙈
Lope sekebon😘😘😘
Bab selanjutnya Othor up malam hari ya😘
di tunggu kelanjutan ya